Dewi Durgandini (1)

Prabu Basuparicara atau Prabu Basupati Raja negara Cediwiyasa yang kemudian bernama negara Wirata, adalah anak Prabu Basukesthi atau Prabu Basukiswara. Prabu Basuparicara adalah sosok raja yang dapat dikatakan istimewa. Keistimewaan tersebut dikarenakan ia dapat mengetahui bahasa binatang. Oleh karenanya Prabu Basuparicara harus pandai-pandai memanfaatkan kelebihan yang ia miliki. Karena jika tidak, mendengar apa yang dibicarakan antara para binatang, akan memecah konsentrasi dan membuat hidup ini tidak nyaman. Sadar akan hal itu, sang Prabu Basuparicara berusaha untuk mengesampingkan kelebihannya dalam hal mendengarkan pembicaraan para binatang, untuk lebih mengutamakan perhatiannya kepada Negara dan keluarga, terlebih kepada Dewi Girika istrinya. Namun ternyata pengalihan perhatihan yang dipaksakan beresiko pula. Dikarenakan terlalu mencintai istrinya, ke mana pun Prabu Basuparicara pergi, bayangan Dewi Girika tak pernah lepas dari pikirannya.

Demikian juga ketika Prabu Basuparicara berburu di hutan, kecantikan wajah dan kemolekan tubuh istrinya tak pernah bisa lepas dari pikirannya. Semakin besar niatnya untuk melepaskan bayang-bayang Dewi Girika di dalam pikirannya, semakin besar pula kerinduan Prabu Basuparicara kepada istrinya. Kerinduan puncak dari seorang suami kepada istri, berubah menjadi bongkahan nafsu yang tumpah dari kelelakiannya. Akibatnya, air kama Prabu Basuparicara jatuh di atas dedaunan pohon talas yang banyak tumbuh di pinggir hutan. Di mata Prabu Basuparicara kama yang jatuh itu adalah wujud kerinduannya kepada istri yang amat dicintanya, oleh karenanya Sang Prabu ingin menyampaikan kerinduan itu kepada Dewi Girika.

Dengan kelebihannya atas bahasa binatang, Prabu Basuparicara memanggil burung Gagak untuk mengantarkan air kama yang sudah dibungkus dengan daun talas kepada istrinya. Maka terbanglah burung Gagak tersebut membawa kerinduan Prabu Basuparicara kepada Dewi Girika. Di tengah perjalanan, burung Gagak tersebut diterjang oleh burung Elang, maka jatuhlah kama yang dibawa dengan paruhnya ke sungai Gangga.

Di sungai Gangga, hiduplah seekor ikan besar yang lain dari pada ikan-ikan yang ada di sungai tersebut. Ikan istimewa tersebut adalah jelmaan dari bidadari Adrika yang puluhan tahun lalu dikutuk oleh Dewa. Ia dapat pulih kembali menjadi bidadari, jika ia dapat melahirkan anak manusia. Dalam masa penantian yang tak kunjung selesai, tiba-tiba dihadapan mulutnya jatuhlah segumpal kama yang dibungkus dengan daun talas. Dengan naluri yang ada, ‘ikan kutukan’ itu menyambar daun talas. Sebentar kemudian, daun talas yang berisi kama Prabu Basuparicara tersebut berada di perut ikan.

Tkeajaiban terjadi, tak berapa lama dari peristiwa tersebut, ‘ikan kutukan’ tersebut mengandung dan melahirkan anak manusia kembar, laki-laki dan perempuan. Seperti yang sudah dijanjikan, bersamaan dengan lahirnya anak kembar tersebut, ikan tersebut pulih wujud semula, menjadi bidadari Adrika.

Anak kembar yang dilahirkan Bidadari Adrika tersebut diberi nama Durgandana dan Durgandini. Sebelum naik ke kahyangan, Durgandana dan Durgandini di percayakan kepada Dasabala si tukang perahu, untuk diasuh dan dibesarkan. Kelak jika sudah dewasa haturkan kedua anak tersebut kepada raja Wirata, demikian pesan Bidadari Adrika kepada Dasabala.

herjaka HS




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta