Wayang Pesisiran Tampilkan Lakon Kurawa Lahir

03 Aug 2015

Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, mendapat kesempatan tampil mendalang, lengkap bersama rombongan pengrawit serta pesinden. Dalang muda dari Pati ini tampil memikat dengan gaya pesisiran yang khas. Beberapa penonton yang baru sekali ini melihat pentas wayang gaya pesisiran merasa puas.

Bagi para penggemar wayang kulit di Yogyakarta, menjadi berkah tersendiri saat bisa menyaksikan pegelaran wayang kulit gaya pesisiran yang langka dipentaskan. Pentas wayang yang diselenggarakan rutin oleh paguyuban dalang-dalang muda Sukrokasih setiap malam Sabtu terakhir di pendopo Dinas Kebudayaan DIY ini selain menampilkan dalang-dalang muda di Daerah Istimewa Yogyakarta juga memberi kesempatan kepada dalang-dalang di luar Yogyakarta. Hal tersebut dimaksudkan sebagai ‘pentas apresiasi’ bagi para dalang khususnya dan penggemar wayang pada umumnya.

Pada Jumat 26 Juni 2015, Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, mendapat kesempatan tampil mendalang, lengkap bersama rombongan pengrawit serta pesinden. Dalang muda dari Pati ini tampil memikat dengan gaya pesisiran yang khas. Beberapa penonton yang baru sekali ini melihat pentas wayang gaya pesisiran merasa puas. Lakon yang dibawakan adalah “Kurawa Lahir.”

Lakon ini mengisahkan Dewi Gendari, istri Destrarastra Adipati Gajahoya, yang telah hamil bertahun-tahun tetapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Sementara Prabu Pandu Dewanata, adik Destarastra, raja Hastinapura memperoleh anugerah dari dewa berupa ‘bokor kencana’ berisi air sari bunga kala cendhani. Air bunga dalam bokor tersebut jika dipakai untuk mandi seorang ibu pada saat menjelang persalinan, berkhasiat memberi kelancaran, keselamatan dan kebahagiaan bagi ibu dan bayinya.

Oleh karena khasiat tersebut, Destrarastra meminta Pandu memberikan bokor kencana untuk dipakai mandi Dewi Gendari, agar supaya bayi yang ada dalam kandungan segera lahir. Sesungguhnya Pandu sendiri membutuhkan air sari bunga kala cendhani untuk Kunthi istrinya, namun karena bujukkan Semar, maka diberikannya anugerah tersebut kepada Gendari yang lebih membutuhkan.

Di pinggir sungai Gangga Destrarastra memohon kepada Pandu, untuk menyiramkan air sari bunga kala cendani kepada Gendari. Pandu melakukan apa yang diminta Destarastra dengan hati yang tidak senang. Air bunga dalam bokor seakan dilempar dengan kasar ke tubuh Gendari. Demikian halnya Gendari, ia menaruh dendam kepada Pandu karena dirinya diberikan kepada Destarastra yang menderita cacat buta. Dendam itulah yang kemudian dikandung Gendari selama bertahun-tahun. Kini setelah disiram dengan air bunga oleh Pandu dendam tersebut benar-benar akan lahir.

Selesai menumpahkan semua air bunga ke tubuh Gendari dengan penuh kejengkelan, Pandu pulang ke Hastinapura. Tubuh Gendari menggigil, basah oleh air sari bunga kala cendhani. Kandungannya bereaksi. Sebentar kemudian keluarlah dari rahim Gendari gumpalan daging berwarna merah hitam, berbau anyir menjijikkan. Gendari marah. Segumpal daging ditendangnya hingga hancur berkeping-keping.

Itulah dendam yang dilahirkan. Dendam kepada Pandu. Dendam itu berceceran di rerumputan dan semak belukar, dalam wujud serpihan daging. Tanggap akan hal itu, kuasa kegelapan dalam wujud Hyang Pramoni Durga datang menghampiri Gendari.

“Daging-daging berceceran itu anak-anakmu yang lahir dari ‘rahim dendam’ lihatlah mereka hidup untuk melampiaskan dendammu kepada Pandu dan keturunannya,” kata Hyang Pramoni Durga.

Dengan kuasanya Hyang Pramoni Durga menjadikan serpihan daging yang berceceran tersebut menjadi bayi-bayi yang utuh, jumlahnya 100. Mereka dinamakan Kurawa.

Bagi penonton yang masih bertahan hingga akhir pegelaran wayang ini, akan menyaksikan aksi Batara Bayu ketika melakukan tebah-tebah atau bersih-bersih dengan cambuk pusaka ‘pecut penjalin tingal’ untuk membersihkan serta menghindarkan kuasa kegelapan yang baru saja melahirkan ‘seratus dendam’ di dunia ini.

Bersama dalang luar biasa Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara, penonton yang tersisa diajak berdoa agar bangsa ini selalu ‘Jaya-jaya wijayanti nir sakara-kara, rahayu kang tinemu,’ menjadi pemenang terhindar dari mara bahaya serta mendapat keselamatan lahir batin.

Naskah dan foto: Herjaka HS

> Pada Jumat 26 Juni 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, menampilkan lakon “Kurawa Lahir,” foto: Herjaka HS Pada Jumat 26 Juni 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, menampilkan lakon “Kurawa Lahir,” foto: Herjaka HS Pada Jumat 26 Juni 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, menampilkan lakon “Kurawa Lahir,” foto: Herjaka HS Pada Jumat 26 Juni 2015, di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, menampilkan lakon “Kurawa Lahir,” foto: Herjaka HS SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

>

Artikel Terbaru

>
  • 05-08-15

    Geguritan Campur Lud

    Suasana khas surabayaan mendominasi dan nuansa akrab terasa muncul antara pemain dan penonton. Pembaca puisi dan pemain saling membanyol sehingga... more »
  • 05-08-15

    Menguak Identitas Ka

    Buku ini mengulas tentang dinamika dan perkembangan kampung Kauman, mencakup antara lain bidang agama, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, status dan... more »
  • 04-08-15

    Pameran Seni Rupa “M

    Ada 50 pelukis yang mengikuti pameran tersebut, di antaranya adalah nama-nama pelukis yang sudah dikenal masyarakat, seperti: KH D Zawawi Imron, KH... more »
  • 04-08-15

    KOLING: Kodaly Kelil

    Zoltan Kodaly adalah seorang komponis, pedagog (pendidik), linguis (ahli bahasa), dan juga etnomusikolog berkebangsaan Hungaria yang berkarya untuk... more »
  • 04-08-15

    Masih Ada Beberapa L

    Kereta pusaka lain milik Kasultanan Yogyakarta adalah Kyai Wimanaputra. Kereta ini khusus digunakan oleh putra mahkota. Kereta ini dipesan di pabrik... more »
  • 03-08-15

    Sendang Kali Ayu Dod

    Sendang Kali Ayu ini dulu dibuat atau ditemukan oleh Mbah Ronowijoyo. Kisahnya, pada suatu ketika Mbah Ronowijoyo kedhuk-kedhuk (menggali tanah) di... more »
  • 03-08-15

    Wayang Pesisiran Tam

    Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, mendapat kesempatan tampil mendalang, lengkap bersama rombongan pengrawit serta... more »
  • 01-08-15

    Hari Baik dan Hari J

    Orang yang lahir pada Selasa Kliwon, pada periode usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘SA’ Sunan, baik.... more »
  • 01-08-15

    Tajong Samarinda Dib

    Tajong Samarinda pada mulanya dibawa oleh para pendatang Suku Bugis Wajo yang berpindah ke Samarinda karena tidak mau patuh pada perjanjian Bongaja... more »
  • 01-08-15

    UU Tata Niaga Gula d

    Di Perpustakaan Tembi tersimpan dengan baik buku lawas ini yang berisi tentang undang-undang tata niaga gula di Hindia Belanda. Peraturan ini... more »
> Tembi Rumah Sejarah dan Budaya , Hak Cipta Dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Tembi adalah Portal Berita Budaya Indonesia