KOLING: Kodaly Keliling oleh Cellist muda, Alfian Emir Adytia

04 Aug 2015

Zoltan Kodaly adalah seorang komponis, pedagog (pendidik), linguis (ahli bahasa), dan juga etnomusikolog berkebangsaan Hungaria yang berkarya untuk mengangkat derajat musik Hungaria di kancah musik Eropa pada awal abad ke-20. Ia memiliki prinsip bahwa musik adalah milik semua orang.

Gesekan solo cello Alfian Emir Adytia pada 7 Juli 2015 di Institut Française Indonesie (IFI) di bilangan Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, mengajak audiens untuk mengenal sosok Zoltan Kodaly; seorang komponis, pedagog (pendidik), linguis (ahli bahasa), dan juga etnomusikolog berkebangsaan Hungaria yang berkarya untuk mengangkat derajat musik Hungaria di kancah musik Eropa pada awal abad ke-20. Ia memiliki prinsip bahwa musik adalah milik semua orang.

Alfian menyajikan Sonata untuk solo Cello Op. 8 karya Zoltan Kodaly untuk dipertunjukan dan dibedah bersama-sama. Ia menjelaskan perihal pilihan repertoar yang ia sajikan, “Saya pilih Kodaly karena sebelumnya, belum ada karya yang memiliki pembaharuan instrumen cello.” Melalui karya Sonata tersebut, Kodaly berusaha untuk membangun kembali pamor instrumen cello sebagai instrumen solo. Kodaly berusaha memperkaya khasanah musik untuk instrumen cello. Sebagaimana telah diperkenalkan oleh komponis era barok J.S. Bach lewat enam buah suita cellonya. Dalam keterangan yang ditulis oleh Michael Mulyadi, Conductor: selama 150 tahun kepergian Bach, cello lebih banyak disandingkan bersama piano dalam cello sonata ataupun dalam kuartet gesek dan orkestra, tetapi jarang berdiri sendiri.

Dalam cerita Alfian, Zoltan Kodaly bersama Bela Bartok, berusaha mengumpulkan khasanah musik negara yang di Eropa Timur itu sebagai respon rasa nasionalisme yang menggelegak di akhir abad ke-19. Kala itu, Hungaria sungguh berada di bawah himpitan tradisi musik Austrogermanik lewat karya Richard Wagner; nasionalisme Rusia lewat karya Mili Balakirev, kelompok Moguchkaya Kuchka-nya; dan impresionisme di Prancis lewat Debussy dan Ravel. Hungaria sedang berusaha mencari jati dirinya terlepas dari tradisi Hungaria yang dibangun oleh komponis Hungaria berbahasa Jerman seperti Franz Liszt yang lebih mengarahkan musik Hungaria pada Austrogermanik daripada asli Hungaria. Kodaly pun mencari akar musik tanah air mereka lewat karya-karyanya.

Sonata adalah salah satu bentuk musik klasik yang terdiri dari beberapa bagian: pertama, eksposisi tema; kedua, pengembangan; dan ketiga, rekapitulasi. Dalam komposisi ini, cello dimainkan dengan meniru beberapa alat musik tradisional Hungaria, utamanya cimbalom dan tàrogatò. Penuturan Alfian dalam diskusi, pada bagian pertama sonata ini mengejar bentuk sonata lewat permainan iringan dan melodi yang dimainkan hanya menggunakan cello tanpa iringan. Alfian mengatakan: permainan kromatik dan pengembangan bentuk sonata ini ialah bentuk usaha untuk menunjukkan kepada khalayak, bahwa Kodaly adalah seorang komponis yang paham akan pakem komposisi klasik.

Pada bagian kedua sonata, dihiasi oleh percakapan dua alur tema, masing-masing mewakili pria dan wanita dengan frase bertanya-jawab lewat pada gesekan solo cello dalam tempo Adagio con Gran Espressione (lambat). Alfian menerangkan, pada bagian satu dan dua, Kodaly tidak langsung menerapakan musik rakyat hungaria. Menurut Alfian, karya ini justru berpusat pada bagian ketiga, Allegro Molto Vivace (tempo cepat) yang sungguh memberi kebebasan seorang komponis.

Alfian menerangkan, Kodaly mengangkat tema dan ritme musik asli Hungaria yang memancing derap tarian bersemangat ini, melalui tekhnik triple stop, yaitu menggesek 3 senar cello secara bersamaan dan nada tertahan; serta alur modus yang kental di musik Eropa Timur. Karya ini merupakan respon Kodaly di tengah situasi saat itu. Di sinilah ia menyatakan identitasnya sebagai seorang nasionalis.

Kerumitan teknis bermain dan intonasi pada komposisi yang berdurasi 45 menit tersebut, mampu diracik Alfian melalui kepiawaiannya menghasilkan struktur yang kuat, baik dimainkan maupun didengar. Menjadikan karya ini lebih mudah untuk ditangkap dan dicerna.

Cellis kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 1992 ini menggagas Kodaly Keliling atau disingkat KOLING ini sebagai sebuah program yang ditujukan tidak hanya kepada kaum akademisi musik, namun dapat pula dimanfaatkan sebagai sebuah wadah bertukar informasi, gagasan dan pengetahuan mengenai cello, studi partisi, sejarah atau bahkan pendidikan. Bagi Alfian Emir Adytia, musik adalah sebuah alat komunikasi yang “terus terang”. Untuk memainkannya, cukup dengan mendengar dan merasakan bebunyian yang ada di sekitar kita. Dalam penututannya kepada Tembi, Kodaly keliling di Jakarta merupakan pertunjukan penutup dari rangkaian 9 pertunjukan di berbagai kota, antara lain Yogyakarta, Surabaya, Semarang.

Naskah dan Foto: Marcellina Rosiana

Alfian Emir Adytia pada 7 Juli 2015 di Institut Française Indonesie (IFI) di bilangan Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, foto: Marcellina Rosiana SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 05-08-15

    Geguritan Campur Lud

    Suasana khas surabayaan mendominasi dan nuansa akrab terasa muncul antara pemain dan penonton. Pembaca puisi dan pemain saling membanyol sehingga... more »
  • 05-08-15

    Menguak Identitas Ka

    Buku ini mengulas tentang dinamika dan perkembangan kampung Kauman, mencakup antara lain bidang agama, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, status dan... more »
  • 04-08-15

    Pameran Seni Rupa “M

    Ada 50 pelukis yang mengikuti pameran tersebut, di antaranya adalah nama-nama pelukis yang sudah dikenal masyarakat, seperti: KH D Zawawi Imron, KH... more »
  • 04-08-15

    KOLING: Kodaly Kelil

    Zoltan Kodaly adalah seorang komponis, pedagog (pendidik), linguis (ahli bahasa), dan juga etnomusikolog berkebangsaan Hungaria yang berkarya untuk... more »
  • 04-08-15

    Masih Ada Beberapa L

    Kereta pusaka lain milik Kasultanan Yogyakarta adalah Kyai Wimanaputra. Kereta ini khusus digunakan oleh putra mahkota. Kereta ini dipesan di pabrik... more »
  • 03-08-15

    Sendang Kali Ayu Dod

    Sendang Kali Ayu ini dulu dibuat atau ditemukan oleh Mbah Ronowijoyo. Kisahnya, pada suatu ketika Mbah Ronowijoyo kedhuk-kedhuk (menggali tanah) di... more »
  • 03-08-15

    Wayang Pesisiran Tam

    Ki Tri Luwih Wiwin Nusantara dari Kayen, Kota Pati, Jawa Tengah, mendapat kesempatan tampil mendalang, lengkap bersama rombongan pengrawit serta... more »
  • 01-08-15

    Hari Baik dan Hari J

    Orang yang lahir pada Selasa Kliwon, pada periode usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘SA’ Sunan, baik.... more »
  • 01-08-15

    Tajong Samarinda Dib

    Tajong Samarinda pada mulanya dibawa oleh para pendatang Suku Bugis Wajo yang berpindah ke Samarinda karena tidak mau patuh pada perjanjian Bongaja... more »
  • 01-08-15

    UU Tata Niaga Gula d

    Di Perpustakaan Tembi tersimpan dengan baik buku lawas ini yang berisi tentang undang-undang tata niaga gula di Hindia Belanda. Peraturan ini... more »