Ludruk Puisi Di Tembi

03 Nov 2015 “Ini ludruk puisi garingan, yang sengaja dipentaskan di Tembi Rumah Budaya. Garingan artinya, datang dan pergi biaya sendiri,” ujar Giryadi, salah seorang  penyair dari Surabaya yang bersama dengan beberapa penyair lainnya me-launching antologi puisi “Dendang Kecil Jalan Sunyi” dalam acara Sastra Bulan Purnama, Kamis 29 Oktober 2015 di Tembi Rumah Budaya.

Tentu saja gelak tawa hadirin  segera terdengar. Para peyair Surabaya dan Blitar ini hadir di Tembi untuk mengisi Sastra bulan Puranama. Mereka,. Terutama Giryadi, Aming Aminoedhin Widodo Basuki, Tjahjono Widarmanto, dan Bagus Putuparto, bukan pertama kali mengikuti acara Sastra Bulan Purnama, karena itu mereka sudah tahu situasinya.

Para penyair Surabaya ini menyajikan pertunjukan yang menarik, mengolah puisi menjadi pertunjukan ludruk tanpa meninggalkan pembacaan puisi. Gaya khas Jawa Timuran menghadirkan suasana segar selama sekitar satu jam pertunjukan.

Giryadi, yang sekaligus  berperan sebagai dalang dan membagi peran dari para penyair yang membaca puisi, tak henti-hentinya ‘ngocol’.

Ludruk puisi memang merupakan satu pertunjukan, yang menafsirkan puisi secara lain. Puisi tidak sekadar dibacakan, tetapi dipadukan dengan ludruk, yang masing-masing memiliki peran dan seolah ada ‘jalan ceritanya’ dan diantara jalan cerita itu, ada pembacaan puisi, yang dilakukan secara ludrukan pula.

Musik pengiring hanya berupa gendang, meskipun sebenarnya bisa dilengkapi dengan alat musik yang lain, tetapi para penyair dari Surabaya ini, yang tergabung dalam Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), memang sengaja hanya menggunakan kendang untuk memberi warna pada ludruk puisi.

Sebagaimana ludruk, yang seringkali bergurau melalui pertanyaan, ludruk puisi ini pun menggunakan pola yang sama. Tidak jarang di tengah-tengah membaca puisi, tiba-tiba ada pertanyaan meluncur, dan pembaca puisi tidak merasa terganggu, malah mengeluarkan kalimat khas Suroboyoan: jamput.

Begitulah, kata ‘jamput’ berulangkali diucapkan, seolah seperti kata dalam penggalan puisi dan selalu membuat orang tertawa kapan kata itu diucapkan dalam konteks yang pas. Bahkan, begitu selesai membaca puisi, ditutup dengan kata ‘jamput’, padahal kata itu tidak ada dalam puisi yang dibacakan.

Spontanitas menjadi kekhasan pertunjukan ini. Seperti yang ditampilkan Giryadi, yang berperan sebagai dalang ketika membaca puisi tangannya diangkat ke atas sambil berkata:

“Penyair tahun 1970-an kalau membaca puisi, tangannya diangkat ke atas seperti ini.” Penonton pun tergelak, Giryadi sendiri ikut tertawa.

“Kita tidak latihan dalam ludrukan puisi ini, semua mengalir saja, karena masing-masing telah terbiasa ludrukan,” ujar Aming Aminodhin.

Ludrukan puisi memberi kesegaran dari pola pertunjukan puisi yang selama ini tak bisa keluar dari kebiasaan membaca puisi dan musikalisasi puisi. Yang juga menarik, dalam ludrukan puisi ini ditampilkan seorang penyair yang tinggal di Korea, Tangsoe Tjahjono.  Salah seorang dari mereka menelepon Tangsoe dan berdialog sebentar untuk kemudian  memberi kesempatan Tangsoe membaca puisi melalui handphone. Sebuah ide yang kreatif dan merupakan praktik komunikasi yang tidak lagi berbatas ruang dan waktu.

Ons Untoro

Ludurukan puisi dari penyair Surabaya mengisi Sastra Bulan Purnama di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, foto: Totok Giryadi, yang berperan sebagai dalang membaca puisi sambil mengangkat tanggan dalam acara Sastra Bulan Purnama di Amphyrheater Tembi Rumah Budaya, foto: Totok SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 06-11-15

    Gugon Tuhon

    Gugon tuhon lebih menggambarkan kepercayaan akan sesuatu yang tidak berdasarkan logika dan olahan akal budi. Kepercayaan yang dipercaya begitu saja... more »
  • 06-11-15

    Menghidupkan Angka D

    Lakon ini memadukan antara pertunjukan, seminar dan penelitian, yang ketiganya tak terpisahkan. Dalam kata lain, pertunjukan “100% Yogyakarta”, meski... more »
  • 06-11-15

    Kamus Jerman-Indones

    Perpustakaan Tembi punya banyak koleksi buku maupun naskah kuno. Sebagian koleksi tersebut tercatat diterbitkan jauh sebelum Indonesia merdeka.... more »
  • 05-11-15

    Tembang Kenangan Koe

    Lagu-lagu Koes Plus dan Koes Bersaudara akan dikumandangkan pada hari Sabtu, 7 November 2015, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya dalam acara ‘Tembang... more »
  • 05-11-15

    Teater Koma Pentaska

    Naskah klasik Rusia akan diangkat oleh Teater Koma dalam produksi terbarunya "Inspektur Jendral," bercerita tentang kondisi pejabat dan aparat korup... more »
  • 05-11-15

    Festival Memedi Sawa

    Pada FMS kali ini bentuk memedi sawah, yang umumnya terbuat dari jerami atau sekam padi, semakin bervariasi dan beraneka ragam. Memedi sawah adalah... more »
  • 05-11-15

    Denmas Bekel 5 Novem

    Denmas Bekel 5 November 2015 more »
  • 03-11-15

    Ludruk Puisi Di Temb

    “Ini ludruk puisi garingan, yang sengaja dipentaskan di Tembi Rumah Budaya. Garingan artinya, datang dan pergi biaya sendiri,” ujar Giryadi, salah... more »
  • 03-11-15

    Asal-muasal Nama Tem

    Judul                  : Toponim Kotagede. Asal Muasal Nama Tempat... more »
  • 03-11-15

    Tiga Penyair Dari Ti

    Tiga penyair dari kota yang berbeda tampil di Tembi Rumah Budaya mengisi Sastra Bulan Purnama edisi ke-49, Kamis, 29 Oktober 2015, dengan launching... more »