Haryo Pramoe, Makanan Itu Seperti Mainan

Memilih sekolah pariwisata sebenarnya bukanlah tujuan utama untuk menjadi seorang chef namun karena ia hanya ingin jujur pada diri sendiri yang merasa tidak jago matematika, dan ingin cepat dapat kerja.

Haryo Pramoe, Makanan Itu Seperti Mainan

Itulah Haryo Pramoe, Chef dan pembawa acara dibeberapa stasiun televisi ketika menjawab pertanyaan mengapa ia memilih berkarir di dunia dapur. Kecintaannya pada dunia kuliner sudah ia rasakan ketika ia masih kecil di daerah Pluit, Jakarta. Ketika itu, ayahnya yang juga suka berwisata kuliner sering mengajaknya keluar masuk tempat makan dan mencicipi berbagai menu. Ini adalah cara sang ayah mendidiknya agar tidak “gumun” atau heran dengan kondisi masyarakat yang terdiri dari berbagai lapisan. Mulai dari tempat makan di kaki lima sampai ke restoran mahal pernah ia rasakan. Begitu cerita pengalaman anak ketiga dari tiga bersaudara ini tentang bibit cinta kuliner yang “ternyata” ditanamkan oleh ayahnya.

Pria kelahiran Jakarta 8 Maret 1975 ini selepas TK Permai, Pluit melanjutkan pendidikan Dasar di dua sekolah yaitu SD YPK Wijaya dan SD Tarakanita. Selesai itu Haryo sekolah di SMP Negeri 86 dan SMA Negeri 46, Jakarta.

Masa remajanya digambarkan penuh dengan pemberontakan. Jiwa berontaknya masih kuat ketika ia memilih untuk kuliah di jurusan pariwisata tanpa direstui, namun ia konsekwen dengan pilihannya dengan membiayai sendiri kuliahnya. Haryo memilih Akademi Pariwisata Trisakti tahun 1994. Namun di tahun kedua, Haryo terpaksa berhenti karena tabungannya habis.

Berhenti kuliah Haryo sempat bercita-cita ingin jadi pemusik. Ia memiliki grup band beraliran trash metal. Mungkin saja angan-angannya ketika masih kecil untuk bisa melanglangbuana ke berbagai penjuru negeri dapat terwujud dengan bermusik. Bersama grupnya ia sering tampil di sebuah klub yang khusus menyajikan grup-grup band beraliran metal di daerah Pondok Indah Jakarta Selatan.

Cita-cita sebagai musik terpaksa dikandaskan karena merasa tidak ada kejelasan. Untungnya Haryo tidak pernah meninggalkan dunia kuliner. Haryo masuk ke berbagai tempat makan seperti kafe dan restoran sebagai karyawan magang. Sampai pada suatu saat Haryo memutuskan untuk mengambil pilihan sebagai punggawa masak ketika ia bekerja sebagai “busser” di Hard Rock Café, Jakarta. Inilah titik balik dalam hidupnya. Haryo berkesimpulan bahwa dunia dapur membutuhkan disiplin serta etos kerja yang sangat tinggi.

Haryo Pramoe, Makanan Itu Seperti Mainan

Tahun 1999 Haryo mendapat beasiswa dari Christlijke Hoogeschool Noord Nederland. Di Negara kincir angin ini ia pernah ikut dalam program management manajemen traine di sebuah restoran masakan Indonesia, “Indrapura”. Di negeri ini juga ia pernah menjabat sebagai asisten Executive chef di sebuah restoran Spanyol “El Nino Tapas Bar”.

Kreatifitasnya di dunia kuliner di negeri Belanda mendapat apreasiasi tinggi dari masyarakat disana dengan karyanya yang unik. Haryo membuat seafood salad dengan kuah mpek-mpek, Es Krim Sereh, Es Krim Bawang Putih dan juga Es Krim Bunga Mawar.

Angan – angan masa kecilnya untuk bisa melanglangbuana berhasil dan berlanjut. Haryo mengembara ke Amerika, berbagai pekerjaan ia pernah ia geluti dari mulai bekerja sebagai perawat pasien Alzheimer (sangat pikun), petugas kebersihan tapi pernah juga menduduki posisi Sous Chef hotel Hyatt Metro Denver dengan prestasi gemilang dimana masakannya berhasil meningkatkan sales yang sangat tinggi.

Setelah peristiwa pengeboman gedung WTC di Amerika, Haryo hijrah ke Kanada, di negeri ini Haryo pernah mendapat pekerjaan yang sangat bergengsi sebagai “Custom Cuisine” yang menyajikan kuliner bagi kaum selebritis seperti Brian Adams, Celine Dion, David Beckham dan lain sebagainya.

Kembali ke Indonesia, di usia 25 tahun Haryo membuat terobosan dalam hidupnya. Seorang rekannya Astrid Noveira menyarankan dia untuk ikut casting (tes pemilihan) sebagai pembawa acara di televisi. Idenya yang dilatarbelakangi jiwanya yang ingin bebas ia tuangkan ke dalam konsep acara televisi. Meski sempat ditolak oleh produser tapi berkat kepiawaiannya meyakinkan orang, sang produserpun akhirnya setuju dan program acaranya sukses.

Haryo Pramoe, Makanan Itu Seperti Mainan

Haryo menggunakan nama ayahnya Pramoe dibelakang namanya sebagai bentuk ungkapan penghormatan dan maafnya karena pemberontakan-pemberontakan masa lalunya kepada sang ayah.

Haryo Pramoe, begitu menikmati dunianya. Dunia yang menurutnya mengasikan karena ia tidak menganggap dunia masak sebagai pekerjaan tapi sebagai “mainan”. Ini yang membuatnya begitu semangat untuk menularkan kecintaannya pada kaum muda. Haryo prihatin dengan anak muda sekarang yang lebih suka membeli daripada masak sendiri. Ia ingin anak muda bisa seperti dirinya, menjadikan memasak sebagai kegiatan rekreasi atau bermain. Rasanya mudah, karena “setiap orang pasti suka mainan dan bermain” tegas ayah dari Muhammad Yoda Mahendra buah perkawinannya dengan Yosephine Imelda

Benar apa yang ia lihat ketika masih magang di sebuah kafe dulu bahwa dunia kuliner itu sangat penting. Haryo percaya bahwa dunia dapur menggambarkan kemandirian seseorang karena orang yang mandiri pasti bisa masak. Lebih dari itu, kemandirian dan kedisiplinan sebuah bangsa dapat dilihat dari keseriusan Negara yang bisa menjadikan asset budaya bidang kulinernya sebagai salah satu kekuatan bagi perekonomian. Lihat saja Italy, bisa mendunia dengan spageti dan pizza-nya, Jepang dengan sushi-nya, Amerika dengan burgernya, bahkan Thailand pun berhasil menjadikan kulinernya sebagai daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke sana karena dukungan dari pemerintahnya.

Haryo sadar bahwa cita-cita harus dimulai dari diri sendiri, termasuk kegiatannya menulis buku kekayaan bumbu Indonesia disela-sela kegiatannya yang sibuk.

Jiwa pemberontaknya ternyata masih ada, tapi kali ini arahnya positif. Penyuka buku dan pecinta sejarah serta budaya Indonesia ini tidak rela jika bangsa ini “dijajah”. Begitu banyaknya restoran siap saji seharusnya diwaspadai karena membuat orang makin jauh dari dapur, efek jangka panjangnya akan membuat orang lebih suka membeli, bangsa konsumtif akan kehilangan kemandiriannya dan tidak akan pernah kaya karena cuma bisa membeli. Begitu kesimpulan yang didapat dari Haryo Pramoe, cucu (alm.) MR Seminang, menteri perekonomian di era Soekarno.

Temen nan yuk ..!

Ypkris-dari berbagai sumber

Acara televise yang pernah bidani :

  1. Menu and Venue Metro TV
  2. Juri bersama ibu Sisca soewitomo dan mas Rudy Choirudin di the chef Indonesia Indosiar
  3. Co Host Icip Icip Asian Food Chanel
  4. Presenter Harmoni alam trans TV
  5. Cas Cis Cus Antv
  6. Ngobrol TV One
  7. Co-host Icip icip TV3 malaysia
  8. Selebriti masak Global TV
  9. Sendok Garpu Jak TV
  10. Satu Hari Spesial SCTV
  11. Foodtastic ANTV

Pengalaman Industri Pariwisata

  • Konsultan usaha makanan dan minuman
  • Gourmet ambassador Gourmet House Semarang.2007-2008
  • Gourmet Ambassador Ranch market Jakarta 2007
  • Chef De Cuisine "Custom Cuisine"Ltd London Ontario Canada 2005
  • Floor supervisor CLC Living campuss Denver Colorado US 2002-2003
  • 1st cook Cook Best Western Hotel Denver Colorado 2001-2002
  • Chef De Partie Hyatt Denver Colorado 2000-2001
  • main cook cook Flaming Wok Chinese restaurant Lansing, Mi US 2000 2001
  • Manager in Development registry Resort florida 2000-2001
  • Manager In Training at Indrapura restaurant Amsterdam 1999-2000
  • Asst Exec chef Spanish tapas Bar EL NINO Amsterdam 1999-2000
  • Chef at Toko Ben Hilversum Netherlands 1999-2000
  • Cook helper toscana kemang jakarta 1998-1999
  • Busser Hard Rock Cafe Jakarta 1997-1998



Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta