Tembi

Makanyuk»GUDEG BU DJUMINTEN

04 Jan 2010 09:39:00

Makan yuk ..!

GUDEG BU DJUMINTEN

Salah satu gudeg yang kondang di Yogya adalah Warung Gudeg Bu Djuminten. Rumah makan ini termasuk yang paling tua, didirikan pada tahun 1926. Tempatnya sedari dulu juga sama, di pojok Jalan Asem Gede dan Jalan Kranggan. Sebuah rumah gaya lama bercat hijau dengan tulisan hanacaraka ’Sugeng Rawuh’ (selamat datang) dan ’Matur Nuwun’ (terima kasih).

Gudeg Bu Djuminten tergolong gudeg basah. Rasa arehnya khas, sedikit legit dan gurih. Areh adalah santan yang diambil patinya, dicampur gula jawa, ketumbar, salam laos dan garam. Gudegnya tidak kelewat manis. Dipadu dengan krecek yang tidak begitu pedas, jadilah gudeg yang berasa ”moderat”. Ayam kampungnya empuk dan gurih. Yang menarik, di daftar menu ditawarkan pula untuk membeli gudeg dan areh atau sambel goreng krecek yang terpisah. Jadi bagi yang kepincut dengan areh atau kreceknya, bisamenambah khusus favoritnya ini.

Tambahan satu porsi gudeg dan areh dihargai Rp 10.000, sedangkan seporsi sambel goreng krecek Rp 10.000. Harga nasi gudeg polos Rp 5.000. Harganya jika ditambah tahu jadi Rp 6.000, telur Rp 8.000, suwiran ayam Rp 8.500, kepala atau ati ampela Rp 9.000, serta dada atau paha Rp 22.000.

Yang paling laris, kata Sutrisno, karyawan rumah makan ini, adalah nasi gudeg dengan tambahan suwiran, tahu atau telur. Harga untuk menu kombinasi ini memang cukup terjangkau. Biasanya pemesan menu ini adalah karyawan yang bekerja di kawasan ini.

Menurut Sutrisno, pada hari-hari biasa diperlukan 2 kwintal nangka muda setiap minggu dan 20-30 ekorayam kampung setiap hari, sedangkan pada saat ramai bisa mencapai 4 kwintal nangka muda per minggu dan 50-70 ekor ayam kampung per hari.

Rumah makan ini juga terkenal dengan gudeg kendilnya. Awalnya, tutur Sutrisno, Presiden Soekarno yang kerap mampir di rumah makan ini menganjurkan Bu Djuminten agar menggunakan kendil sebagai kemasan. Sejak itu, rumah makan ini menyediakan kendil agar gudeg lebih awet. Seperti lazimnya, gudeg di sini tidak menggunakan bahan pengawet. Putri Soekarno, Megawati, kata Sutrisno, juga kerap kesini, termasuk pada saat pemilu lalu. Gudeg Bu Djuminten, lanjut Sutrisno, juga beberapa kali dipesan saat kedatangan Pak Harto di Yogya.

Warung Gudeg Bu Djuminten kini berada di tangangenerasi ketiga, yakni cucu laki-lakinya, Agung Dwijoseno SH, yang juga populer dengan panggilan Agung Djuminten. Ibunya, Winarti, menantu Bu Djuminten, adalah generasi kedua yang mengelola rumah makan ini. Sekarang rumah makan ini memiliki sepuluh orang karyawan.

Rumah makan ini buka setiap hari, dari pukul 7 pagi hingga 9 malam. Tidak ada cabang, kecuali di kawasan Bintaro Raya Jakarta Selatan. Sebagian pembeli salah mengira kalau Bu Djuminten sama dengan Yu Djum, yang juga kondang dan memiliki banyak cabang.

Meski bernuansa kuno, rumah makan ini tidak menyediakan tempat lesehan. Semua mejanya memakai kursi. Ini salah satu yang membedakannya dengan warung gudeg di Wijilan, selain resepnya barangkali.

barata




Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta