Tembi

Yogyakarta-yogyamu»PESONA KEBUN BUAH NAGA DI LERENG MERAPI

16 Jun 2009 12:33:00

Yogyamu

PESONA KEBUN BUAH NAGA DI LERENG MERAPI (I)

Hadirnya buah naga di Indonesia masih merupakan sesuatu yang baru. Buah ini mulai umum dikenal di Indonesia pada sekitar tahun 2000-an. Belum banyak orang yang paham dalam pembudidayaan buah naga ini. Maklum, jenis tanaman buah naga memang bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini masih satu keluarga dengan kaktus-kaktusan dan umum dijumpai di Mexico dan Costa Rica. Pendeknya, tanaman ini berhabitat di daerah panas (gurun).

Di tangan Ir. H. MG. Sutopo (51) mitos buah gurun ini bisa dipecahkannya dengan menanamnya di lereng Gunung Merapi yang berhawa sejuk dengan curah hujan yang lumayan tinggi. Kebun buah naga yang dikembangkan menjadi agrowisata ini beralamat lengkap di Jl. Kaliurang Km 18,5 Ngangkruk, Kertodadi, Pakembinangun, Pakem, Sleman. Lokasinya amat mudah dijangkau. Baik dengan kendaraan roda 4 maupun roda 2.

Gagasan untuk menanam buah naga muncul dalam diri Pak Topo pada tahun 2004 ketika ia tengah menunaikan ibadah haji bersama istri tercintanya, Ir. Hj. Elly Mulyati (51). Setelah sebelumnya sempat bergelut dengan aneka tanaman buah seperti melon dan semangka. Sebelum itu ia juga pernah menjadi PNS, namun hanya kuat bertahan selama 2 tahun.

Ketika ia menemukan tanah yang menjadi lahan perkebunan buah naga yang sekarang menjadi Sabila Farm pun ia merasakan tanah tersebut sudah rusak dan bercadas. Maklum, ia memang ahli untuk urusan tanah. Selain itu letak tanahnya miring-miring tidak teratur. Ia pun berpikir keras untuk mengolah tanah seluas 1,7 hektar ini. Ketika ia mulai mengolah tanah pada tahun 2005, orang-orang di sekitar tempat itu juga merasa heran. Warga setempat mengatakan bahwa lahan yang digarapnya merupakan tanah yang wingit atau angker. Pak Topo tidak mempedulikannya. Prinsipnya karena ia memang bertujuan baik. Ia ingin mengolah lahan tersebut menjadi lahan yang dapat memberikan kehidupan tidak saja bagi dirinya sendiri, namun juga bagi banyak orang.

Bibit buah naga dari Taiwan pun mulai ditanamnya setelah terlebih dulu ia belajar banyak dari instruktur pertanian buah naga dari Taiwan tersebut. Instruktur dari Taiwan itu bahkan menertawakan tindakan Pak Topo. Pasalnya lahan yang ditanami buah naga oleh Pak Topo ini berada 500 meter dpl. Sedangkan buah naga yang dikenal selama ini hidup pada lahan yang terletak 200 meter dpl. Selain itu buah naga dikenal membutuhkan iklim yang cenderung panas. Apa yang dilakukan Pak Topo berkebalikan dengan konsep atau teori yang selama ini dikenal. Bahkan selain berhawa sejuk, wilayah Pakem juga dikenal memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Semuanya itu bertentangan dengan konsep pertanian buah naga yang selama ini dikenal. Apa yang dilakukan Pak Topo ini dicibir banyak orang termasuk PPL.

Pak Topo yang lulusan IPB dan ahli pertanahan ini tetap bertekun dengan usahanya yang bertentangan dengan teori itu. Banyak kegagalan yang dia dapatkan karena waktu itu ia memang belum mengenal betul karakter tanaman buah naga. Literatur dan sumber-sumber lain tentang teknologi pertanian buah naga sendiri pada waktu itu nyaris tidak ada. Pak Topo berusaha mencari dengn percobaannya sendiri. Tidak mudah memang. Pak Topo mengistilahkan sampai berdarah-darah dalam menjalani proses pertanian buah naganya.

Jenis tanaman ini jika kurang air akan layu. Jika kebanyakan air akan membusuk. Selain itu jenis tanaman ini juga tidak bebas hama. Hama bekicot, belalang, dan semut adalah ancaman serius terhadap tanaman ini. Belum lagi jamur, virus, dan bakteri. Semua kesulitan itu dihadapi dengan tabah oleh Pak Topo yang selalu didampingi istri tercintanya. Tekad bertani buan naga secara organik tetap dilakukannya dengan penuh cinta.

bersambung

sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta