DOLANAN POT-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-66)

DOLANAN POTNama dolanan ini cukup singkat yaitu Pot. Namun tentu tidak menunjuk pada tempat untuk menanam bunga yang terbuat dari gerabah, kaleng, dan sejenisnya, tetapi sebuah permainan anak tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak di masyarakat Jawa tempo dulu yang menggunakan alat mainan berupa kelereng. Sepintas sebenarnya gambar yang ada di tanah itu lebih menyerupai kubah atau surban yang dipakai di kepala. Tetapi anak-anak lebih suka menyebutkan dengan istilah pot. Istilah itu kebetulan disepakati oleh sekelompok anak, sehingga akhirnya terkenal dengan nama dolanan pot. Kadang-kadang bentuk pot bukan hanya menyerupai kubah dan surban saja, tetapi berbentuk segitiga. Di lain daerah berbentuk lain pula seperti segitiga berlekuk, dan sebagainya. Dolanan ini sebenarnya merupakan bagian dari dolanan nekeran, seperti halnya dolanan jirak dan jirak ula yang sama-sama menggunakan alat mainan berupa kelereng.

Jika Anda membuka kamus bahasa Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939) halaman 508, ditemukan sebuah entri kata yaitu “pot”. Di buku itu ada 3 makna kata yang menjelaskan kata tersebut, salah satunya adalah “araning dolanan kenekeran nganggo totohan” yang artinya secara harfiah dalam bahasa Indonesia “nama sebuah permainan kelereng yang memakai taruhan”. Jadi dolanan ini sebenarnya sebuah dolanan yang sudah ada sebelum 1939 dan menggunakan taruhan berupa kelereng itu sendiri. Dolanan ini cukup menyebar di berbagai daerah di wilayah Jawa.

DOLANAN POTDolanan nekeran pot mayoritas dimainkan oleh anak laki-laki antara usia 8—15 tahun. Sangat jarang anak perempuan ikut dolanan pot. Dolanan ini minimal dimainkan oleh dua anak hingga ideal maksimal 7 anak. Jika terlalu banyak peserta justru malah bisa kacau. Dolanan pot lebih banyak dimainkan di atas tanah dan sangat jarang dimainkan di lantai ubin. Lokasi yang dipakai biasanya di halaman belakang, depan, atau samping rumah yang cukup rindang, agar permainan berlangsung nyaman, tidak kepanasan. Waktu yang sering dipakai untuk bermain pot adalah sore hari (jika habis membantu orang tua dan usai sekolah). Jika dimainkan pagi dan siang, biasanya pas liburan sekolah atau justru waktu istirahat sekolah.

Sudah sejak dulu, alat mainan neker, kelereng, atau gundu biasa dijual di toko atau warung sekitar rumah. Kelereng biasa dijual per dos atau per plastik. Sekarang ini, kelereng masih mudah dijumpai di toko-toko permainan anak. Harga per bungkus isi 50 biji seharga sekitar Rp 7.500. Ada yang berisi 1 dos sebanyak 100 biji. Namun kadang dijual eceran, per 10 biji seharga Rp 2.000. Bentuknya kecil, bulat, mengkilat, terbuat dari bahan kaca dan sejenisnya, dengan warna beraneka ragam. Kelereng standar berdiameter sekitar 1 cm. Ada juga yang ukurannya lebih besar atau justru lebih kecil dari kelereng standar. Namun yang sering dipakai untuk bermain yang berukuran standar.

bersambung

Suwandi

Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV., dan pengalaman pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta