MENGENAL DARI DEKAT
MUSEUM SAMPOERNA SURABAYA (1)
Lapak kecil sederhana yang menjajakan aneka penganan dan kebutuhan sehari-hari itu menjadi salah satu koleksi unik yang terpajang di Museum “House of Sampoerna (KoS)” Surabaya. Melihat koleksi itu, di antara bau khas tembakau dan cengkeh yang memenuhi ruangan, pengunjung museum akan dibawa kembali ke sejarah awal pendiri rokok kretek Dji Sam Soe, yakni Liem Seeng Tee. Ia kemudian menjadi kaya-raya bukan karena suatu kebetulan. Dan juga bukan dengan perjuangan yang ringan, tetapi sebaliknya perjuangan yang berat.
Awalnya, ia datang bersama ayahnya dari Propinsi Fujian, Cina menuju selatan dan akhirnya mendarat di Surabaya. Ketika itu umurnya baru 5 tahun. Enam bulan di Surabaya, ayahnya sakit keras. Sebelumnya ayahnya masih sempat menitipkannya ke tangan sebuah keluarga di Bojonegoro, kota kecil dekat Surabaya. Ikut ayah angkat, Seeng Tee kecil sempat memperoleh pengalaman berdagang ala Cina dari ayah angkatnya tersebut. Menginjak umur 11 tahun, Seeng Tee mulai berjualan di dalam kereta api jurusan Surabaya-Jakarta, selama kurang lebih 18 bulan. Usaha berikutnya yang pernah dilakoni adalah berjualan arang dengan menggunakan sepeda bekas hasil jerih payahnya menabung.
Setelah menikah, ia bersama istrinya mulai membuka lapak kecil yang menjajakan aneka kebutuhan sehari-hari di pinggir jalan, termasuk berjualan rokok hasil pengalamannya bekerja di usaha rokok rumahan sebelumnya. Selain itu, penjualan rokok juga dilakukan berkeliling menggunakan sepeda ontel. Itu dilakukan selama bertahun-tahun. Usahanya terus mengalami kemajuan karena keuletannya berdagang. Hingga akhirnya ia dan istrinya berhasil membeli lahan seluas 1,5 hektar untuk produksi rokok kretek pada tahun 1932. Lahan yang dibeli itu, sebelumnya untuk sebuah panti asuhan yatim piatu khusus anak laki-laki yang diberi nama “Jongens-Weezen-Inrichting”. Demikian penjelasan Malinda, seorang pemandu museum setempat kepada Tembi saat berkunjung ke sana di penghujung November 2011 lalu.
Kemudian, akhirnya tempat ini sebagai produksi pertama dan utama untuk rokok-rokok Sampoerna. Sejak saat itu, tempat ini dikenal dengan nama Pabrik Taman Sampoerna. Bahkan pada tahun 1932 hingga 1961 bangunan utama di kompleks ini pernah menjadi Sampoerna Theater dan pernah digunakan oleh Presiden Soekarno untuk pidato mendukung perlawanan Indonesia terhadap penjajah. Hingga sekarang di bangunan utama ini, di bagian belakang masih menjadi tempat produksi rokok kretek Dji Sam Soe. Sementara bagian depan sebagai museum.
Itulah sepenggal kisah dari sebuah lapak kecil yang berada di Museum Sampoerna Surabaya. Setiap pengunjung tentu akan dijelaskan oleh pemandu museum mengenai sejarah koleksi lapak itu.
Sampai saat ini, gedung museum itu tampak masih megah terlihat dari luar. Begitu masuk ke ruang depan, selain bisa melihat koleksi lapak sederhana, pengunjung bisa melihat koleksi-koleksi lainnya, seperti sepeda ontel. Sepeda ini dulu biasa dipakai untuk berkeliling menjajakan rokok. Di sana juga ada berbagai jenis tembakau dari dalam dan luar negeri. Di bagian pojok, ada tiruan rumah sederhana tempat menyimpan dan mengeringkan tembakau-tembakau.
bersambung
Suwandi
Artikel Lainnya :
- Ungkapan Tradisional yang Ada Kaitannya dengan Sila-sila dalam Pancasila D.I. Yogyakarta(15/07)
- Sabar Iku Kuncining Swarga(17/07)
- BAKSO KEPALA SAPI(14/06)
- 30 April 2010, Pasinaon basa Jawa - PENGUMUMAN UNAS(30/04)
- MENIKMATI ROTI TANPA BAHAN PENGAWET DAN DIBUAT SECARA TRADISIONAL DI YOGYAKARTA(04/09)
- Membaca Puisi untuk Darmanto Yatman(24/01)
- ALAT MEMBATIK: WAJAN, ANGLO, DAN TEPAS BATIK (9)(03/02)
- Udhu-udhu Klungsu(01/05)
- 4 September 2010, Jaringan Museum - BARAHMUS DIY PRIHATIN ATAS HILANGNYA KOLEKSI EMAS MUSEUM SONOBUDOYO(04/09)
- Peperangan Kerajaan di Nusantara. Penelusuran Kepustakaan Sejarah(30/06)