Mengingat (-Ingat) Terus Yang Dilupa(kan)
Orang sudah pada tahu, ingatan kita hanya ‘sejengkal jari’. Mudah melupakan peristiwa yang membuat bangsa menderita. Tetapi kita juga tahu, bahwa masih ada sejumlah orang yang selalu mengingat (-ingatkan) peristiwa yang dilupakan itu. Hari-hari ini, terutama pada tanggal 30 September dan peristiwa ikutannya, terdengar suara lirih, seperti dari lokasi yang jauh tak dikenali tempatnya: suara lirih itu mengingatkan korban peristiwa 65, tak kunjung lepas dari derita, termasuk anggota keluarganya yang tidak tahu perisriwa 65.
Kita tahu, peristiwa 65 sudah lewat 47 tahun lalu, namun upaya untuk melupakannya terus dilakukan, sepertinya agar peristiwa itu hilang dari ingatan. Namun, para korban yang kini sudah tua, dan anak-anaknya yang juga ikut menjadi korban, merekam suara lirih yang seolah tak terdengar itu menjadi suara yang sedikit nyaring, dan orang mulai mendengar dan ikut bersuara. Karena tahu, yang dilupakan bukan hanya peristiwa 1965, tetapi juga peristiwa Semanggi, kematian Munir, kematian seorang wartawan dari Yogya yang dikenal dengan panggilan Udin. Sejumlah peristiwa itu, secara terus menerus seperti hendak dibuang dari ingatan. Namun sesungguhnya, orang tidak lupa. Orang selalu ingat. Hanya ada pihak-pihak yang berusaha untuk (terus) mengupayakan supaya peristiwa-peristiwa itu dilupakan.
Peristiwa lain, yang juga diupayakan untuk dilupakan ialah kasus Bank Century. Jaraknya masih pendek, tetapi ingatan kita seolah dibuat hanya ‘sejengkal jari’. Satu peristiwa belum selesai, (di-) muncul (-kan) peristiwa lain dan akhirnya menumpuk, peristiwa lainnya dilupakan, atau diupayakan untuk dilupakan.
Sekedar untuk contoh, di Phon Penh, kekejaman pada rezim Pol Pot, didokumentasi oleh pemerintah sesudahnya, sehingga masyarakat bisa terus ingat akan kekejaman itu. Nama-nama korban, berikut baju yang dikenakan serta kamp penyikasaan dijadikan sebagai museum. Mendokumentasi peristiwa genoside ini dengan sendirinya terus mencatatkan peristiwa itu dalam ingatan. Bukan hanya bagi bangsa dan keluarga korban, tetapi bagi publik dunia yang mengunjungi museum genoside tersebut bisa tahu peristiwa yang pernah terjadi. Bahwa ada sejarah kelam dimasa lalu dan tidak ditutupi.
Berbeda dengan negeri kita, peristiwa kekejaman, termasuk penculikan, berupaya terus dilupakan oleh masyarakatnya. Bahkan, keluarga korbanpun tidak boleh mengingat-ingatnya. Kasus penculikan yang pernah terjadi pada masa reformasi bergulir, sampai sekarang tidak tuntas. Bukan hanya masyarakat yang tidak diberi tahu, keluarga korban penculikanpun tidak diberi informasi dimana anggota keluarganya yang diculik. Kalau sudah mati dimana dikuburkan. Jadi, kekejamannya sudah bertingkat-tingkat: menculik orang, menghilangkan orang yang diculik, tidak memberitahukan keberadaan korban penculikan.
Setiap tanggal 1 Oktober, selalu ada peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini setidaknya untuk memberi tahu, bahwa Pancasila tidak berhasil dibuang oleh para pembrontak PKI. Tetapi sekaligus Pancasila yang sakti itu, tidak memberi inspirasi pada pihak-pihak yang memiliki wewenang untuk membuka informasi lanjutan dari korban 65 dan keluarga korban yang ikut menderita.
Kita tahu, sekarang sudah ada banyak buku mengenai peristiwa 65 ditulis dengan versi yang berbeda dari versi resmi. Buku-buku yang ditulis sudah mulai ‘mendengarkan suara korban’, bahkan korban 65 sendiri menulis buku mengenai kisahnya. Penulisan bermacam buku peristiwa 65 ini, setidaknya bisa dimengerti sebagai upaya untuk menolak lupa. Atau, upaya untuk terus mengingat (-ingatkan) peristiwa yang akan terus diupayakan untuk dilupakan. Dalam kata lain, masyarakat mempunyai cara lain untuk terus memproduksi ingatan, termasuk diantaranya membuat film dokumenter tetang nasib perempuan korban peristiwa 65.
Sebagai bangsa yang terdidik dan beradab, mestinya kita terus berupaya agar ingatan kita tidak pendek, atau menolak dibuat pendek. Generasi muda sekarang, yang berpikir kritis, mempunyai sejumlah kegiatan yang menolak membuang ingatan, tetapi melakukan aktivitas sebaliknya: memproduksi ingatan agar tidak mudah lupa.
Ons Untoro
Foto diambil dari google
Artikel Lainnya :
- SEGO GODOG MBAH COKRO(03/08)
- DOLANAN GULA GANTHI(26/04)
- Mecah Plastik(04/09)
- Tarik Tambang(07/02)
- 4 Februari 2011, Kabar Anyar - SEKATEN SUGUHKAN ANEKA MACAM HAL DI LUAR KEBIASAAN(04/02)
- BARANG ANTIK DI YOGYAKARTA(01/01)
- ROBOHNYA POHON BERINGIN KOTAGEDE(18/01)
- DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(04/08)
- PERANG CAT SEMPROT DI KOTA YOGYAKARTA(01/01)
- Perkampungan Cina 1910 dan Pacinan 1925(17/10)