Tembi

Berita-budaya»YOGYA (DI )PENUH( I) SAMPAH VISUAL

26 Sep 2011 07:26:00

YOGYA (DI-)PENUH(-I) SAMPAH VISUALSlogan kota Yogya, jika dibaca memberikan imajinasi menyenangkan dan menentramkan: ‘Yogya Berhati Nyaman’ begitulah bunyi slogan. Imajinasi mengenai kenyaman dibangun (bangunkan) agar orang percaya bahwa Yogya memang sungguh nyaman. Meski pengertian dan ukuran nyaman setiap orang bisa berbeda. Artinya, ada orang yang bisa merasa nyaman tinggal di Yogya, tapi ada juga orang yang tidak (lagi) merasakan kenyaman tinggal di Yogya, setidaknya seperti pernah dirasakannya. Bagi orang yang hanya ‘sejenak’ tinggal di Yogya untuk liburan barangkali akan menemukan kenyaman berada di Yogya. Dalam konteks ini, Yogya dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia memang masih (terasa) nyaman.

Orang Yogya tahu, bahwa Yogya sekarang sudah mengalami perubahan, dan hal ini tidak bisa dihindari. Suasana Yogya sekarang sudah berbeda dibandingkan 10 atau 20 tahun yang lalu, apalagi 30 tahun yang lalu. Dari segi lalu lintas Yogya sudah mulai padat dan beberapa ruas jalan sudah mulai macet. Meski kemacetan di Yogya tidak seperti kemacetan di Jakarta misalnya, atau di Surabaya. Untuk orang Jakarta, Yogyakarta tidak mengalami kemacetan, karena orang Jakarta dalam keseharian sudah terbiasa dengan kemacetan. Melihat kepadatan lalu lintas di Yogya dianggapnya kecil dan dan hal yang wajar untuk kota kecil.

Hal yang mungkin terasa tidak nyaman, apabila diletakan pada konteks estetika ruang publik, di Yogya banyak sekali visual ruang yang memenuhi ruang-ruang terbuka sehingga membuat ruang-ruang itu kotor. Sebut saja, sebagai sampah visual. Ruang-ruang di Yogya, sampai fasilitas yang bentuknya kecil, tiang listrik misalnya, tidak lepas dari tempelan visual. Tampaknya, kebersihan fasilitas luar ruang tidak dianggapnya penting. LebiYOGYA (DI-)PENUH(-I) SAMPAH VISUALh parah lagi, tembok-tembok pribadi tidak luput dari kreasi visual yang dari segi artistik rendah dan hanya sekedar untuk menunjukan identitas kelompoknya, atau bahkan hanya sekedar coretan yang tidak memiliki arti. Pastilah, yang memiliki pagar tembok merasa kecewa atas tindakan orang yang tidak dikenal dan mengotori temboknya.

Sampah visual di Yogya kembali mudah ditemukan ketika Pilkada Yogya sudah mulai kampanye. Bermacam poster dari masing-masing calon menempel di ruang-ruang, di pagar seng, di gapura kampung, di tiang listrik. Pendeknya, banyak tempat ditempeli poster-poster Pilkada. Bahkan poster Pilkada atau wajah-wajah calon Walikota berdampingan dengan poster iklan misalnya ‘sedot wc’. Poster-poster iklan ‘ditumpangi’ poster-poster dari masing-masing gambar calon Walikota.

Yogya sebenarnya tidak bersih dari visual. Dibanyak tempat strategis sampai di kampung-kampung, beragam visual bisa ditemukan. Yogya sepertinya sudah (di-)penuh(-i) visual. Dari iklan produk sampai janji kampanye mewarnai ruang-ruang di Yogya. Dari visual berupa baliho sampai sekedar selebaran kertas bertebaran di kota Yogya.

Bukan berarti iklan visual tidak boleh dihadirkan di Yogya. Tentu saja boleh. Hanya saja, lokasi yang dipakai untuk menempel atau memajang visual tidak sembarang tempat, atau tidak setiap ruang kosong boleh untuk ditempeli visual. Penataan pemasangan iklan visual perlu untuk dilakukan agar Yogya tidak (di-)penuh(-i) iklan visual. Misalnya, yang dianggap paling strategis biasanya adalah tempat-tempat pemberhentikan seperti lampuYOGYA (DI-)PENUH(-I) SAMPAH VISUALmerah, lalu disekitarnya ada iklan luar ruang, yang visualnya mengalihkan pengguna jalan untuk melihat iklan visual. Jalur lintas masuk malioboro dari arah timur, pada lampu merah area sebelah selatan di kawasan kali Code penuh dengan visual iklan dalam ukuran besar, sehingga pengedara yang lewat dari empat penjuru dengan memutari ‘tugu listrik abubakar ali’ pasti melihat visual iklan dalam rupa-rupa produk.

Pada awal tahun 1980-an, spanduk mudah sekali ditemukan melintang di tengah jalan, misalnya di jalan P. Senapati, jalan Gondomanan dsb. Tetapi sekarang lokasi-lokasi tengah kota tidak boleh dipakai untuk memajang spanduk secara melintang. Namun bukan berarti sepi dari visual iklan. Dipojok sebelah selatan perempatan kantor pos atau titik nol kilometer visual iklan berupa baliho bisa dilihat dengan jelas.

Estetika kota Yogya yang coba dirangkai melalui hiasan lampu-lampu ukir dan hiasan lain, seperti dibiarkan berbenturan dengan visual iklan. Selain lampu ukir dari beton, hiasan lampu kota, pergola-pergola yang ada ditrotoar di luar trotoar pertokoan, ‘bertemu’ dengan visual iklan dalam beragam bentuk.

Warga Yogya, dimanapun melangkah akan menemukan visual iklan, kecil ataupun besar. Menempel di dinding maupun di tiang listrik.

Yang menambah kotor dan kumuhnya ruang-ruang Yogya adalah visual poster Pilkada yang memenuhi Yogya. Jadi, Pilkada yang baru dilakukan sehari lewat, tepatnya 25 September 2011, meninggalkan sobekan-sobekan visual poster dibanyak tempat. Inilah Yogya Berhati Nyaman, yang (di-)penuh(-i) sobekan visual poster.

Ons Untoro

Foto-foto diambil dari facebook




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta