Judul : Tripama. Wedjangane Kandjeng Gusti Pangeran Adipati Arja Mangku Nagoro IV marang para pradjurit
Penulis : Imam Supardi
Penerbit : Panjebar Semangat, 1961, Surabaja
Bahasa : Jawa, huruf Latin ejaan Suwandi
Jumlah halaman : 30
Ringkasan isi :

Tripama. Wedjangane Kandjeng Gusti Pangeran Adipati Arja Mangku Nagoro IV marang para pradjurit

Mangku Nagoro IV adalah penguasa praja Mangkunegaraan yang sangat suka menulis serat. Setiap serat yang ditulis pasti berisi ajaran/wejangan/piwulang, salah satunya Serat Tripama, berisi ajaran kepada para prajurit. Serat Tripama ini sangat tipis hanya terdiri 7 pupuh dhandhanggula.

Mangku Nagoro IV melalui serat Tripama menganjurkan agar para prajurit bisa meniru Patih Suwanda, Kumbakarna dan Adipati Karna. Patih Suwanda mempunyi sifat: guna, yaitu sanggup menyelesaikan semua pekerjaan dan banyak akal, kaya/sugih yaitu kaya tetapi kekayaannya tidak dimiliki sendiri tetapi diberikan kepada rajanya, dan purun yaitu pemberani, tanggung jawabnya besar bahkan rela memberikan nyawanya. Bila dijabarkan berarti keahlian/kepintaran yang dimiliki tidak hanya disimpan tetapi diamalkan supaya ada gunanya. Kekayaan yang dimiliki tidak hanya berupa harta benda tetapi juga kaya dalam amalan/bersifat sosial, dalam arti Patih Suwanda tidak bersifat materialistik. Keberanian yang dimiliki dipakai untuk menghadapi mara bahaya/menepati kewajiban, bukan untuk bersifat sewenang-wenang.

Kumbakarna walaupun berwujud raksasa tetapi bersifat mulia, mempunyai tujuan yang utama. Yaitu tidak bosan-bosannya mengingatkan kakaknya , Rahwana, agar tidak bermusuhan dengan Rama walau pun tidak diperhatikan sedikitpun.. Ketika senapati Alengka habis, Kumbakarna tidak membantah sedikit pun ketika ditunjuk menjadi senapati untuk menghadapi Rama. Dalam hal ini Kumbakarna mempunyai prinsip tidak akan membela kakaknya yang angkara murka, tetapi membela negaranya. Masalah beda pendapat bisa dimusyawarahkan nanti, tetapi negara dalam bahaya harus dilindungi. “Right or wrong my country. Benar salah Alengka adalah negaraku, tempat lahirku, di mana aku hidup mulia., maka wajib dibela”.

Adipati Karna, penguasa Awangga masih saudara dengan Pandawa, tetapi ketika terjadi perang Barata justru berhadap-hadapan. Hal ini dilakukan untuk membalas budi Raja Duryudana (musuh Pandawa) yang telah memberi kemuliaan hidup dan mengangkat harga dirinya

Mangku Nagoro IV sendiri sewaktu masih muda, dengan nama R.M.H. Gondokusumo memasuki kadet infantri Legiun Mangkunegaran dan memiliki karier yang cemerlang. Tidak mengherankan apabila dalam menulis Serat Tripama ini Mangku Nagoro IV hanya menggambarkan sikap dan sifat Patih Suwanda, Kumbakarna dan Adipati Karna yang pantas untuk diteladani. Tidak ada gambaran mengenai kekurangan watak mereka, karena sebagai prajurit mereka memang berwatak ksatria dan hampir tanpa cela. Dan memang tujuan utama Serat Tripama ini ditulis adalah untuk piwulang bagi parjurit.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta