Tembi

Berita-budaya»TAK SEKADAR MARKISA

13 Apr 2011 03:39:00

TAK SEKADAR MARKISAPugo memandang dengan ekspresi bijak dan anggun. Meski telah tiada, anjing jenis pug ini tetap hidup dalam memori Wahyu Wiedyardini yang divisualkan melalui karya-karya seninya. Kenangan Adin, panggilan akrab perupa kelahiran 1984 ini, atas Pugo mendominasi karya-karyanya dalam pameran kelompok smallS’MALL di ViaVia Cafe yang berlangsung pada 28 Maret-18 April ini.

Dalam lukisan-lukisan minyaknya, Pugo tampil dalam berbagai ekspresi wajah dan warna, masing-masing biru, coklat dan merah. Pandangan sayu Pugo, seperti laiknya anjing, mengentalkan kesenduan (mellow)TAK SEKADAR MARKISAkenangan terhadap man’s best friend ini. Pugo juga tampil sebagai karya patung aluminium berukuran kecil, yang memancarkan keanggunannya.

Kepada Tembi, Adin mengaku menyukai anjing. Ia memelihara beberapa ekor anjing di rumahnya. Anjing, baginya, sahabat yang tulus dan tidak tergantung gejolak rasa. Kedekatan emosionalnya dengan binatang peliharaannya ini membuatnya lebih fokus untuk mengeksplor anjing.

Peserta program pasca sarjana ISI Yogyakarta Hendra Himawan, dalam pengantarnya, menilai lukisan-lukisan anjing Adin seakan meluruh denganTAK SEKADAR MARKISAekspresinya. Pergulatan hati dengan anjing-anjing kesayangannya tampak terasa dalam guratan kanvas yang kental dengan brushstroke dan nuansa basah.

Selain Adin, tampil dalam pameran bersama senirupa Passion Fruit ini Rennie Agustine (Emonk), Andita Purnamasari, dan Trien Afriza (Iin). Ini merupakan pameran pertama sekaligus launching kelompok smallS’MALL.

Karya-karya Rennie juga mengangkat binatang, yakni kucing, namun dTAK SEKADAR MARKISAengan gagasan dan hasil yang berbeda dengan Adin. Persamaannya adalah kecintaan mereka masing-masing pada binatang peliharaan yang menjadi obyek karyanya, serta beranjak dari hal sehari-hari dan sederhana yang personal dengan tampilan manis. Bedanya, jika Adin menempatkan Pugo sebagai otonom yang berjarak, Rennie merelatifkan hubungannya dengan kucing, bahkan meluruhkannya.

Dalam Catwoman, karya tiga dimensinya yang kartunal, Rennie dan kuciTAK SEKADAR MARKISAng seperti mentransformasi diri menjadi satu. Dalam balutan yang hangat dan tertutup, anggota tubuh yang terlihat hanya wajah perempuan bermata belok. Balutan berwarna pink itu mencuatkan telinga kucing. Kepada Tembi, Rennie menjelaskan bahwa karya itu merupakan representasi dirinya. Dalam kesehariannya bergaul dengan kucing-kucingnya, ia melihat ada karakter kucing yang mirip dengan dirinya.

Karya tTAK SEKADAR MARKISAiga dimensinya yang lain, masih kartunal, mendampingkan sosok kucing yang terkesan ”sok”, dan seorang gadis, yang masih merepresentasikan Rennie. Menurut perupa asal Bandung ini, karyanya ingin berbicara tentang relatifnya hirarki hubungannya dengan kucing peliharaannya. Sebetulnya siapa yang menjadi majikan, siapa yang menjadi pelayan? Di satu sisi Rennie menjadi majikan dan pemilik kucing, tapi di sisi lain ia menjadi pelayan yang harus melayani kebutuhan kucingnya.

Menurut Hendra, Rennie banyak bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan tTAK SEKADAR MARKISAentang eksistensi diri dan realitas akan konsep pertemanan. Bagaimana ia mencoba untuk memaknai hal-hal kecil yang ada di sekitarnya, pertemanannya dengan sahabat dan karibnya, tentang kucing peliharaannya, maupun ’pertemanannya’ dengan dirinya sendiri.

Karya-karya Dita tampil rada sangar meski juga berukuran kecil. Karya tiga dimensinya yang terbuat dari bahan aluminium bergurat-gurat dalam posisi vertikal yang kokoh. Perupa yang kerap mengangkat isu lingkungan hidup ini menampilkan telapak tangan yang menyangga, yang tumbuh kokoh dengan akar yang kuat, dalam karya The Winner Takes It All. Karya lainnya yang juga terkesan maskulin, Man on the Silver Mountain, menampilkan pohon yang berbentuk tangan yang kekar, dan seorang lelaki duduk di sisinya.

TAK SEKADAR MARKISABerbeda dengan Dita, karya-karya tiga dimensi Iin tampil dengan jenaka. Berbahan keramik, Iin membuat lima toilet beroda yang dipoles coretan cat akrilik bergaya komikal. Dalam Sweet Life, berbahan keramik, kawat dan glazur, ia menampilkan buah apel yang diribeti kabel-kabel berseliweran.

Pameran ini memang menampilkan karya-karya berukuran kecil. Karya tiga dimensinya rata-rata berukuran 20-30an cm, sedangkan karya dua dimensinya maksimal berukuran 50 cm. Setidaknya ini sejalan dengan nama kelompok smallS’MALL. Tapi menurut Rennie dan Adin, karya ukuran kecil bukanlah karakteristik pameran mereka. Logo kelompok ini berupa tulisan small yang membesar menjadi S’MALL. Arti S’MALL, kata Rennie dan Adin, diambil dari bahasa tuturan yakni ”sak mall” (sebesar mall), jadi maknanya justru besar.

Harapan mereka tentu agar kelompok ini dari kecil semakin besar. Ini sangatlah mungkin. Kelompok ini diawali dengan pertemanan lama mereka, baik secara personal maupun keterlibatan dalam proyek manajemen seni. Selain itu, sesuai judul pameran perdana ini, Passion Fruit, mereka memiliki greget berkarya yang didorong kecintaan atas dunianya sehingga menghasilkan buah-buah kecintaan. Passion fruit keempat perupa perempuan ini adalah buah-buah kegairahan dalam berkesenian, bukan sekadar markisa.

barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta