'SILENT CONVERSATION' DARI SURAJIYA
Ini memang (hanya) pameran skets karya Surajiya. Tajuk pamerannya ‘Silent Conversation’. Sejumlah karya skets dihadirkan dalam ukuran kecil atau sedang. Ada skets hitam putih, ada yang penuh warna. Visualnya simpel. Tidak rumit, dan diberi tajuk yang terasa gagah. Jadi, visual simpel dipadukan tajuk yang gagah. Maka, yang terjadi seperti ada konsleting.
Bagi Surajiya, ‘silent conversation’ meruapakan dua kutup yang tidak terpisahkan. Keduanya saling memberi makna. Salah satu dilepas, masing-masing tidak memiliki makna. Keduanya saling terkait, dan masing-masing saling tergantung, karena itu tak ada ‘kemandirian’ dari keduanya.
“Silent Conversation’ adalah dua bagian yang tidak bisa dipisahkan, saling mengisi agar menjadi utuh, seperti dua sisimata uang. Hidup dan mati, suami istri, dan lain sebagainya. Kata Silent tidak akan menemui maknanya jika tidak ada conversation, begitupun sebaliknya conversation tanpa silent, sulit untuk dipahami, menemukan irama, bentuk hingga secara visual dapat hadir dan begitu dekat dalam benak kita” kata Surajiya.
Pembukaan pameran dilakukan Selasa (11/10) di Karta Pustaka, jalan Bintaran Tengah 16, Yogyakarta. Pameran dibuka oleh Samuel Indratma, perupa. Bagi Samuel, Surajiya adalah seniman yang unik sekaligus aneh. Justru karena hal seperti itulah, demikan Samuel, Surajiya malah banyak berkarya, termasuk menulis puisi.
Dalam pameran ini, selain menghadirkan karya-karya sketsa, Surajiya juga ‘memamerkan’ buku puisianya. Cover dari buki itu berupa skets2 karyanya. Jadi, dua karya seni yang berlainan, dia pamerkan bersama. Antara cover dan buku, yang kedunya tidak ‘terpisahkan’, mungkin itulah bentuk dari yang dimaksud sebagai ‘Silent Conversation’. Memang simpel sekali. Persis seperti karya-karya skets dia yang simplistis.
Dalam pamerannya ini, Surajiya menampilkan komentar dari sejumlah seniman, perupa dan sastrawan, seperti misalnya, Ivan Sagita, Entang Wiharsa, Gunawan Maryanto dan lainnya. Bagi Ivan Sagita, Surajiya menekuni garis-garis yang berkecenderungan mengungkapkan dialog-dialog imajiner dengan diri sendiri atau dengan sekeliling.
“Renungan-renungan ini sering dapat jumpai dari refleksi sekitar juga, suatu tempat studio Surajiya memberi suatu kemungkinan-kemungkinan yang luas nan dalam bagi kerja keseniannya” kata Ivan Sagita.
Gunawan Maryanto, seorang penulis karya sastra, melihat dari sisi yanglain, dia lebih melihat karya puisinya, atau mungkin, karya sketsnya sekaligus dipahami sebagai puisi, begitu juga sebaliknya.
“Jarak membuat seseorang bisa melihat segalanya dengan cara yang berbeda. Mungkin di sini perjalanan (jauh-dekat) menjadi penting, karena membentangkan sebuah jarak.L. Surajiya, di kota-kota asing mencoba memahami dirinya, membaca pengalaman baru dan menghangatkan kenangan lama. Lewat puisi-puisi kecilnya, sebuah jarak itu terlihat begitu nyata” ujar Gunawan.
Sedang Entang Wiharso, seorang perupa, sketsa dan artis (perupa), sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Mirip seperti yang dimaksud Surajiya dengan tema pamerannya.
“Sketsa dan artist (perupa) sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Sketsa bisa menjelaskan secara tuntas seniman (perupanya). Karena sifat sketsa begitu intim, spontan, tidak banyak pengeditan (jujur). Karya Surajiya yang dibuat di atas nota-nota, secara konsep menarik, karena sesui penuturan Surajiya bahwa art dan money begitu integral” ujar Entang Wiharso.
Meski kelihatan simpel, tetapi karya skets Surajiya menampakkan keindahan sekaligus keunikan. Dari karyanya, termasuk sejumlah buku puisi, menunjukkan Surajiya ‘rajin’ berkarya.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- Bisma (7) Matang Dalam Usia Muda(09/02)
- Laksmana(07/10)
- Memilih Hari dan Tanggal untuk Berpergian(08/12)
- 24 Maret 2011, Primbon - Wuku Wayang (24/03)
- BUNKER TUNGGULARUM DAN OBJEK WISATA(27/04)
- SELINTAS TENTANG JURUKUNCI DI YOGYAKARTA(01/01)
- ALAT MEMBATIK: WAJAN, ANGLO, DAN TEPAS BATIK (9)(03/02)
- SUASANA JOGJA DI LUAR KOTA(14/04)
- Dolanan Layangan-4 (Permainan Anak Tradisional-78)(27/03)
- DOLANAN GOWOKAN-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-33)(25/05)