'SEEING JAVA': MANUSIA, GUNUNG DAN LUMPUR

'SEEING JAVA': MANUSIA, GUNUNG DAN LUMPURMenutup tahun 2011, Dadang Christanto menandai dengan memamerkankan karya rupanya, dan diberi tajuk ‘Seeing Java’. Pameran dilakukan di Sangkring Art Space dan diuka oleh Oei Hong Djien. Karya Dadang hanya satu berupa gunung, namun bangunan gunung ini dibuat dari kepala manusia yang jumlahnya, setidaknya seperti dikatakan Dadang Christanto sendiri, jumlahnya sekitar 1800 patung kepala. Pada latar belakang gunung, ada tulisan ‘Java’, yang agaknya untuk menunjukkan, bahwa bangunan gunung karya dadang (berada) di Java.

Anggap saja, Dadang sedang ‘pulang’, bukan karena secara fisik dia berada di Yogya, khususnya di Sangkring. Tetapi, dia meninggalkan kesehariannya di Brisbane, Australia, untuk ‘melihat’ rumahnya, yang dia sebut ‘Java’, atau sesungguhnya rumahnya yang dilereng Merapi. Dalam kata lain, Dadang ‘ kangen’ kembali pada kulturnya. Dadang ‘Pulang’ untuk bertemu dengan, yang dia disebut sebagai manusia, gunung dan lumpur.

Jawa, bagi Dadang, rupanya tidak bisa dilepaskan dari tiga hal yang dia sebut yakni, manusia, gunung dan lumpur. Bukan karena anak Dadang yang pertama berna'SEEING JAVA': MANUSIA, GUNUNG DAN LUMPURma Gunung, tetapi memang Dadang memaknai Jawa dalam tiga hal itu, dengan padanan kata air, dan tanah. Dalam kata lain, manusia di Jawa tidak bisa dilepaskan dari air dan tanah.Gunung memiliki keduanya. Karena itu, gunung mengeluarkan air dan tanahnya menghidupi tanaman.

Dari jarak yang jauh, Dadang Christanto melihat Jawa, yang dia tulis menjadi ‘Java’. Hamparan tanah bergelombang, yang dia sebut sebagai Jawa, tempat tinggal dan hidup manusia. Dari jarak yang jauh itu, Dadang melihat Jawa dibentuk dari gelombang tanah, atau bahkan Jawa adalah gunung itu sendiri.

Agaknya, Dadang membayangkan Jawa pada peradaban lewat, yang memang bersentuhan dengan gunung dan air, kata lain dari lumpur. Imajinasi Dadang, manusia, pada kisah hidupnya dulu, tinggal di gunung-gunung. Manusia seperti tidak (bisa) dipisahkan dari gunung dan air.

Karya rupa Dadang yang dipamerkan hanya satu, ialah berupa gunung yan'SEEING JAVA': MANUSIA, GUNUNG DAN LUMPURg dibangun dari kepala manusia. Ruang pamer Sangkring yang luas. Di lantai dua hanya terpajang satu konstruk gunung dan di tembok ada tulisan ‘Java’ yang didalamnya ada patung kepala manusia. Pada lantai satu di Sangkring, hanya saat pembukaan, sejumlah manusia, dewasar dan kanak2, laki dan perempuan, melakukan performance. Seluruh tubuhnya dipenuhi lumpur. Mereka berdiri sambil memegangi foto. Ini sungguh, secara nyata yang dia sebut sebagai manusia (dipenuhi) lumpur.

“Berapa lama membuat patung kepala itu, Dang?”

“Kira-kira 6 bulan’ kata Dadang.

Jumlah patung kepala manusia, yang dibuat menjadi gunung, kata datang sebanyak 1800 kepala patung. Angka itu, kiranya bukan sebagai angka tahun yang dibayangkan Dadang, ‘Java’ pada masa itu. Dadang tidak menjelaskan kenapa jumlahnya 1800 dan apa arti dari angka itu. Agaknya, dia berkreasi dan sampai pada satu jumlah dan dead line selesai. Maka, jumlah patung adalah karena sesuai dead line.

Patung-patung kepala manusia, sudah sering'SEEING JAVA': MANUSIA, GUNUNG DAN LUMPURkali dibuat oleh Dadang dan dalam bentuk yang berbeda, atau konstruksi yang tidak sama, pernah dia pamerkan, misalnya di Bentara Budaya Yogya, atau juga di pantai Marina Ancol. Karya patung Dadang khas, berupa kepala manusia dan terbuat dari tanah. Karena itu, Dadang melihat, manusia tidak jauh dari lumpur, atau kelak, manusia akan kembali ke tanah.

Patung kepala manusia yang dibuat gunung, bukan Dadang punya maksud, mengenang gunung Merapi meletus tahun lalu, dan menelan banyak korban. Tapi Dadang, agaknya, hidupnya tidak bisa jauh dari ‘gunung’. Tidak bisa jauh dari lumpur. Karena keduanya, adalah eksistensi Dadang Christanto.

Dan ketika dia pulang ke Yogya, meski hanya sejenak, dia kangen pada gunung dan lumpur. Maka, karyanya yang berupa gunung, dia buat dari lumpur. Dengan kata lain, sesungguhnya, Dadang sedang kangen pulang ke kampungnya. Ke kultur yang membesarkannya.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta