Psycoetnic, Penggila Musik Tradisi

Psycoetnic, Penggila Musik Tradisi

Ketika ABG mulai berpikir pencarian jati diri, banyak diantaranya ikut arus modernisasi, tenggelam dalam budaya Barat, ikut-ikutan tanpa mengerti arah dan tujuan tanpa mau mendalami kebudayaan asli daerahnya sendiri. Mereka memang tidak bisa disalahkan jika sistem pendidikan dan lingkungannya tidak menyediakan fasilitas yang membuat mereka mengenal akan budayanya sendiri. Maka beruntunglah siswa SMP negeri IV Malang, Jawa Timur yang mendapat program pengajaran gamelan dari Pemerintah kotanya beberapa tahun lalu. Tahun 2004 ketika para ABG lagi seneng-senengnya budaya pop, empat ABG siswa SMP Negeri IV Malang, Noerman, Bambang, Bramantyo dan Satria justru mulai kecanduan main gamelan sejak kelas 1 SMP.

Kecanduan mereka bahkan bisa mengusik perasaan mereka ketika melihat teman-teman sebaya mereka memukul gamelan tidak cara yang semestinya.

Selesai masa SMP tahun 2007 Noerman mulai mengenal musik-musik kontemporer ketika melihat Kua Etnika dan Karimata. Setahun kemudian Noerman diajak untuk tampil di Pagelaran Pesona Budaya Jawa Timur di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta oleh Arif Iskandar, gurunya bermusik. Sejak mengenal dia Noerman mengaku makin keracunan musik kontemporer. Di SMA, Noerman bersama rekan-rekannya yang dulu sama-sama belajar gamelan terus belajar gamelan dan alat musik band untuk mengisi pertunjukkan teater dan tari. Latihan-latihan musik yang sering mereka lakukan akhirnya memunculkan niat untuk memadukan musik tradisional dengan musik barat. Tahun 2010 tepatnya tanggal 4 Juni mereka resmi menggunakan Psycoetnic sebagai nama grup mereka.

Psycoetnic, Penggila Musik Tradisi

Nama Psycoetnyc diambil dari kata Psychology dan Ethnic. Kebetulan Noerman kuliah di jurusan Phsikologi Universitas Brawijaya. Menurutnya, Psikologi adalah ilmu yang belajar tentang jiwa. Jadi, Psycoetnyc adalah orang-orang psyco (suka banget) dengan hal-hal yang bernuansa ethnic tradisional.

Sejak awal mereka memang sadar bahwa musik mereka belum jadi musik yang biasa terdengar. Jangankan didengar melihat ada saron saja mereka sudah ditertawakan disangka mau wayangan.

Psycoetnyc mengusung musik kontemporer. Musik yang bagi mereka sangat mengasyikan karena memungkinkan pemusiknya melakukan eksplorasi yang luas dan bebas dalam membuat komposisi musik. Seperti yang terlihat dalam salah satu karya mereka yang bertajuk “ Morning in Malang”. Sebuah lagu yang meperlihatkan kegelisahan anak muda akan hilangnya kesejukkan kota Malang akibat pembangunan Mal dan mondar-mandir truk yang membuat udara kota Malang kotor.

Mereka memang “gila” akan musik kontemporer, bagi mereka musik kontemporer membuat mereka terdorong untuk belajar instrument musik tradisi lainnya. Tanpa sadar, apa yang dilakukan oleh musisi kontemporer sebenarnya adalah menghidupkan kembali musik tradisional dan mengolahnya bersama musik modern untuk menjadi musik tradisi baru yang akan menjauhkan musik tradisional dari musem. Keyakinan mereka akan musik tradisi yang sebetulnya bisa diolah menjadi musik kekinian yang bisa dinikmati telinga umum tidak asal bunyi. Psycoetnic pernah menang dalam sebuah festival band di Malang. Dan virus kontemporer yang mereka tularkan ternyata terbukti membuat orang yang tadinya melecehkan alat musik tradisional menjadi ketagihan ketiga mencoba memainkan gamelan.

Psycoetnic, Penggila Musik Tradisi

Jadi, siapa bilang musik tradisi itu kuno, coba dulu dengarkan karya mereka! Di Festival Musik Tembi 2012 yang diadakan oleh Tembi Rumah Budaya akhir Mei lalu, mereka bisa jadi favorit loh!!

Temen nan yuk ..!

ypkris

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta