Kunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke Tembi

Kunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke TembiTertib dan antusias. Demikian kesan terhadap siswa-siswa kelas 11 SMA Muhammadiyah I Klaten. Dalam kunjungan ke Tembi Rumah Budaya, 1/3/12, mereka rajin mencatat dan bertanya, diselingi canda dan gurauan remaja.

Ada 52 siswa dari 3 kelas yang berkunjung, didampingi tiga orang guru, yakni guru fisika pak Endar, guru teknologi informasi pak Yatno, dan guru BP pak Otong. Menurut pak Endar, jumlah siswa yang sedikit menyebabkan mereka lebih fokus dan mudah menyerap informasi. Nyatanya mereka memang tidak sekadar berfoto ria tapi menyimak dengan serius. Dibagi dalam 3 kelompok, mereka berkeliling di komplek Tembi Rumah Budaya yang luasnya sekitar 5.000 m2, dipandu empat orang karyawan Tembi.

Kunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke TembiDi galeri senirupa para siswa ini menikmati lukisan-lukisan pantai selatan karya para pelukis senior dari kelompok Wedangan. Di galeri benda kuno, mereka melihat benda-benda tahun 1930-1940an yang menarik. Ada sepeda motor merek Jawa buatan Ceko dan Zundapp buatan Jerman tahun 1940an yang masih berfungsi. Ada majalah beraksara huruf Jawa tahun 1930an. Ada iklan-iklan kuno dengan disain dan kata-kata yang khas, di antaranya berbahasa Jawa.

Di museum mereka menonton tayangan Nini Thowong melalui layar komputer yang disebut ATM. Bukan mesin uang tapi Automatic Tembi Movies yang berisi film-film dokumentasi tentang pementasan seni tradisi dan proses pembuatan kerajinan. Ketika melihat ani-ani yang digantung di dindingKunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke Tembisenthong, sebagian siswa putri sempat terpana. Mereka baru mengetahui bahwa itu adalah alat pemotong padi. Ada juga yang pernah melihat ani-ani tapi tidak tahu cara menggunakannya. Sedangkan di dekat perangkat batik, alat cetak motif batik cap cukup menarik perhatian. Demikian pula wayang golek, foto-foto sajen pasang tarub, dan manekin berbusana Jawa.

Kebetulan di depan museum ada pak Barno sedang menatah wayang kulit. Demo ini diadakan secara reguler setiap Kamis sebagai wujud museum hidup. Sambil menyaksikan pak Barno memainkan pahatnya, para siswa ini bertanya dan mencatat. Dengan telaten Pak Barno menjelaskan proses pembuatanKunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke Tembiwayang dan bahan-bahannya, baik cara menatah maupun menyunggingnya.

Fasilitas lain yang dikunjungi adalah perpustakaan, kolam renang dan rumah-rumah inap. Seperti biasa, reaksi para siswa saat melihat kolam renang adalah berteriak senang. Kolam renang yang disebut belik ini tidak begitu besar tapi asri dengan lingkungan sekelilingnya serta hamparan sawah di depannya. Mereka juga masuk ke rumah inap yang merupakan rumah limasan. Rumah-rumah ini merupakan koleksi museum yang bisa diinapi, yang dibangun pada tahun 1940-50an.

Para siswa yang berkunjung ini, menurut pak Yatno, adalah siswa kelas khusus atau kelas intensif. Kelas khusus hanyaKunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke Tembimenampung sekitar 17 siswa per kelas, berbeda dengan kelas reguler yang berisi sekitar 30 siswa. Jam belajarnya lebih panjang, dari jam 7 pagi hingga jam 4 sore.

Kunjungan belajar ini, kata pak Yatno, merupakan program reguler setiap semester. Dalam setiap kunjungan selalu ada 2 destinasi, yang masing-masing mewakili studi budaya dan studi ilmiah. Studi budaya misalnya di museum, studi ilmiah misalnya di pabrik atau penerbitan pers. Kali ini kunjungan mereka, selain ke Tembi Rumah Budaya, juga ke museum geospasial di pantai Depok untuk mempelajari fenomena alam gumuk pasir yangKunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ke Tembihanya ada di sini dan Meksiko.

Pada pukul 10.30, setelah berada di Tembi sekitar dua jam, mereka berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Belajar tentang gumuk pasir, lantas bersantai menikmati Pantai Depok.

Kunjungan SMA Muhammadiyah I Klaten ini merupakan kunjungan sekolah yang pertama pada Maret ini di Tembi Rumah Budaya. Pada bulan lalu Tembi dikunjungi antara lain oleh beberapa sekolah, antara lain Mentari School (Jakarta) dan SMP Kalam Kudus (Solo). Semoga apa yang dipelajari atau diserap di Tembi dapat bermanfaat bagi mereka. Mungkin tidak seketika, seperti disampaikan pak Endar, tapi bertahun-tahun kemudian. Yang penting, sebagai bagian dari memori lantas membentuk persepsi yang apresiatif terhadap karya cipta masa lalu, khususnya warisan tradisi para leluhur.

barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta