Sa'unine String Orchestra
Menu Spesial Bulan ini
Waktu menunjukkan jam 12.40 siang, saatnya pulang sekolah, dan juga saatnya makan siang. Di kantin sekolah SMA Kolese De Britto, siang itu Senin 6 Pebruari 2012, telah siap dihidangkan menu khusus, istimewa dan spesial bagi para siswa, guru dan karyawan SMA Kolese De Britto. Menu yang dimaksud bukanlah satapan jasmani seperti biasanya, tetapi berupa santapan rohani, yaitu pergelaran orkes gesek Sa’Unine, persembahan dari Tembi Rumah Budaya.
‘Orkes Geseknya Indonesia’ demikian tulisan di kaus yang dipakai seragam ke 42 pemusik kelompok Sa’unine String Orchestra, pimpinan Oni Krisnerwinto dan sekaligus konduktor dari kelompok musik tersebut. Dengan pernyataan diri sebagai Orkes Geseknya Indonesia, kelompok Sa‘Unine mencoba merajut lagu-lagu daerah serta lagu-lagu keroncong yang bersifat kedaerahan di seluruh Nusantara, untuk diolah dan diaransemen ulang serta dikemas kedalam harmonisasi orkes gesek.
Tentu saja ada beberapa lagu yang kemudian menjadi berbeda karakter suaranya, karena peralihan dari karaktersuara musik daerah seperti misalnya suara gamelan tradisional yang bernada pentatonis ke dalam karakter suara biola, viola, cello dan bass yang bernada diatonis. Selain karakter suara, karakter masyarakat pendukung musik daerah dan musik keroncong pun berbeda dengan karakter masyarakt pendukung String Orchestra yang populer di Eropa sejak abad 17.
Namun perbedaan yang ada dapat harmonisasikan dalam aransemen ulang, sehingga tidak mengurangi kemanisan dari lagu-lagu daerah aslinya. Justru dengan aransemen baru yang digarap oleh beberapa anak muda berbakat dan didukung oleh sebagian besar pemusik muda profesional, menjadikan musik daerah tersebut tidak lagi bersuara di dalam kotak kadaerahannya masing masing, tetapi sudah menyuarakan tentang Indonesia yang beragam, manis dan harmonis.
Beberapa repertoar yang dibawakan antara lain adalah; Paris Berantai dari Kalimantan, Owa-Owa dari Sulawesi, Timang-timang dari Sumatra Timur, Tak Lelo-lelo Ledhung dari Jawa Tengah, dan lagu keroncong Tidurlah Intandan Sapulidi.
Di dalam penjajiannya, yang disaksikan oleh siswa, guru dan karyawan, Oni Krisnerwinto sebagai tulang punggung kelompok Sa’Unine mampu mengemas dua perbedaan yang mendasar, antara yang kedaerahan dengan yang kebarat-baratan, antara yang sederhana, seadanya, akrab penuh gurau dengan yang ‘mewah’ serius dan profesional.
Serius dan guyonan, sederhana dan mewah, seadanya dan profesional melebur menjadi satu kemasan pertunjukkan konser yang memikat, dengan tujuan menghibur dan sekaligus memberi pencerahan kepada para penikmat.
Misalnya dalam repertoar Tidurlah Intan, diakhir lagu yang semakin lirih pemusik seolah tidur terbuai oleh irama lagu, sehingga terpaksa sang koduktor membangunkannya agar siap mebawakan repertoar selanjutnya.
Di sela-sela repertoar yang satu ke repertoar selanjutnya, dengan sapaan yang akrab dan komunikatif Oni Krisnerwinto menjelaskan dan sekaligus memberi contoh bahwasanya musik klasik yang terdiri dari instrumen biola, viola, cello dan bass seperti yang dibawakan Sa’Unine kali ini, dapat dipakai untuk membawakan beberapa aliran musik yang ada, misalnya Hip Hop, keroncong Jazz dan sebagainya.
Menanggapi respon para siswa yang terheran-heran kagum atas konser Sa’Unine di kantin siang itu, Pak Kris, salah satu guru SMA Kolese De Britto mengatakan bahwa ini merupakan ‘hal baru,’ sebuah peristiwa penjungkirbalikan konsep yang ada selama ini, bahwa pegelaran musik klasik Eropa, yang selama ini menjadi tontonan eksklusif yang di digelar di tempat-tempat khusus dan tertutup, ditonton oleh orang-orang tertentu dengan aturan-aturan tertentu, ternyata dapat dikemas seperti ini. Sederhana, dapat main di tempat yang seadanya, akrab, komunikatif dan lucu.
Sssst ini lagu keramat, jika ada yang celelekan bisa kangslupan lho, seperti ini, sampai sekarang belum keluar,kata Oni sambil menunjuk temannya yang berlagak seperti orang kesurupan. Maka semua penikmat pun diam. Mereka dengan serius ingin menghormati sejauh mana kekeramatan lagu tersebut. Namun setelah lagu dibawakan, satu persatu para penikmat mulai cekikiknya. Pasalnya lagu yang dibawakan merupakan medley dari lagu-lagu Jawa tengah yaitu; Gundul-gundul Pacul, Jaranan, Cublak-cublak Suweng dan dibawakan dengan sangat jenaka.
Repertoar terakhir ini dibawakan dengan pizzicato, yaitu senar instrumen yang ada tidak digesek tetapi dipetik, sungguh memukau, sehingga para penikmat enggan untuk meninggalkan tempat konser.
Tidak seperti siang ini, kantin SMA De Britto telah menyediakan santapan yang lain dari biasanya. Mereka yang telah menyantap hidangan yang selama ini belum pernah didapatkan dapat melupakan rasa lapar dan rasa penat. Bahkan mereka mendapatkan pencerahan, yaitu sebuah pemahaman baru, bahwa dengan instrumen musik gesek klasik yang populer di Eropa, tidak seharusnya diperlakukan seperti orang melakukan di Eropa, tetapi dapat di bumikan di bumi Indonesia, di bumi Jawa, bumi tempat lahir Sa’Unine 20 tahun silam, dengan konsep ‘Guyon Parikena.’
Bersama Tembi Rumah Budaya, sebagai sponsor tunggal, Sa’unine String Orchestra juga mengadakan pentas yang sama di SMA Setlla Duce I Kota Baru pada 7 Pebruari 2012 dan di Taman Budaya Jogyakarta pada 9 Pebruari 2012
foto dan tulisan: herjaka HS
Artikel Lainnya :
- ANEKA MACAM MODEL GAPURA DI YOGYAKARTA(01/01)
- 26 April 2010, Kabar Anyar - WARNING FOR ART(27/04)
- 18 Februari 2010, Situs - JEMBATAN DUWET: BCB DI ATAS SUNGAI PROGO(18/02)
- Innerlight, DJ Papan Atas Asal Sleman(15/10)
- 18 Januari 2011, Kabar Anyar - PLESETAN VISUAL AGUS SETIAWAN(18/01)
- 8 Juli 2010, Primbon - Nyapih(08/07)
- Nini Thowong(25/09)
- Mengenalkan Batik Di Taman(07/03)
- Gema Perjuangan dalam Pameran Museum(08/12)
- RUMAH MAKAN SEPOER, MENCIPTAKAN SUASANA MAKAN SEPERTI DI STASIUN ATAU DALAM GERBONG KERETA API(25/08)