Nini Thowong-3
(Permainan Anak Tradisional-88)
Memang pada awalnya, dolanan ini pemainnya lebih didominasi oleh anak perempuan. Bahkan ada anggapan jika ada anak laki-laki yang ikut nimbrung dalam dolanan ini membuat dolanan tidak bisa “ndadi”. Demikian pula untuk pawang atau dukunnya juga harus perempuan. Namun dalam perjalanan waktu atau mungkin di daerah yang penulis ketahui, bahwa yang bertindak sebagai dukun adalah pria yang sudah berumur tua. Hanya saja, menurut kepercayaan setempat pawang atau dukun Nini Thowong ini bisa ditularkan atau diwariskan ke keturunannya.
Sementara jumlah pemain dalam dolanan Nini Thowong tidak terbatas orangnya. Artinya, semakin banyak semakin meriah, apalagi yang bertindak sebagai panembang atau pelantun lagu. Beberapa orang, setidaknya empat orang memegang kaki Nini Thowong. Empat orang atau lebih kadang ikut memegang selendang yang diikatkan pada pinggang si Nini Thowong. Tujuh orang atau lebih bertindak sebagai penabuh gamelan. Empat orang pelantun tembang-tembang Jawa. Bisa juga pelantun tembang lebih dari 4 orang. Seorang sebagai pawang atau dukun yang dibantu oleh asistennya. Yang lain bisa bertindak sebagai penonton atau penggembira.
Selain siwur yang dipakai untuk kepala Nini Thowong, dibutuhkan alat lain, seperti Icir, Gandhik, dan Sesaji. Siwur dirias dengan digambari wanita beserta diberi rambut di bagian yang berlubang dengan daun pisang, dedaunan lain dan bunga. Rias wajah, zaman dulu menggunakan kapur putih dan jelaga. Sementara Icir berfungsi untuk digunakan sebagai tubuh Nini Thowong. Icir adalah alat menangkap ikan terbuat dari bambu. Icir juga disebut wuwu atau bubu. Lalu Gandhik berfungsi pura-pura sebagai anak Nini Thowong. Gandhik terbuat dari batu berbentuk silinder yang berfungsi sebagai alat pelumat jamu tradisional. Gandhik ini dihias pula seperti seorang bayi.
Seperti sudah diuraikan di atas, sarana lain yang tidak boleh ketinggalan adalah sesaji, terutama bunga dan kemenyan. Karena dua sarana ini berhubungan dengan mendatangkan roh halus.
Setelah Nini Thowong dan ubarampe lainnya telah siap, maka permainan Nini Thowong bisa segera dimulai. Hari yang diambil biasanya hari keramat menurut tradisi setempat, misalkan malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon. Para pendukung permainan ini dan tentu pawangnya segera berkumpul di halaman rumah yang lapang sekalian membawa Nini Thowong dan ubarampenya. Diharapkan semua pendukung dolanan ini harus nyawiji tekad agar permainan bisa lancar. Sebab jika tidak nyawiji tekad, kadang-kadang dolanan ini bisa gagal.
bersambung
Suwandi
Foto: Sartono
Sumber: Sukirman Dharmamulya (2004), Permainan Tradisional Jawa, Yogyakarta: Kepel Press, Pengamatan serta Pengalaman Pribadi.
Artikel Lainnya :
- Sate Klatak Pak Bari(19/12)
- EMBEK-EMBEKAN (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-39)(27/07)
- KAMIJORO, PAJANGAN, BANTUL, SALAH SATU SENTRA PENGHASIL EMPING MELINJO(01/01)
- Candy Satrio, Dari Laga ke Laga(27/08)
- ORANG MISKIN TERLANTAR DI RUMAH SAKIT(16/06)
- Suwe Kaya Banyu Sinaring(05/02)
- 10 Mei 2010, Klangenan - ADA APA DENGAN PENDIDIKAN KITA(10/05)
- Brongkos Banyak di Pulosegaran Tembi(11/06)
- Asu Gedhe Menang Kerahe(25/02)
- 16 Agustus 2010, Kabar Anyar - ATRAKASI DARI BINATANG(15/08)