BULAN RUWAH
Bulan Ruwah termasuk salah satu nama bulan Jawa. Jika dalam bulan Arab disebut bulan Syakban. Dinamakan bulan Ruwah, karena di bulan ini, mayoritas masyarakat Jawa melakukan tradisi tabur bunga kepada arwah para leluhur di makam untuk mengirim doa. Tradisi tabur bunga kepada para leluhur itu juga sering disebut nyadran. Maka tidak aneh, harga bunga dan perlengkapannya untuk tabur bunga di bulan Ruwah lebih mahal jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Tidak hanya itu, harga-harga lainnya juga ikut naik, karena banyak orang membutuhkan untuk persiapan tradisi nyadran. Yang jelas kebutuhan sehari-hari seperti beras, gula, minyak goreng, dan lainnya kemudian merangkak naik harganya. Pada tradisi nyadran, masih banyak warga masyarakat yang membuat ketan, kolak, dan apem sebagai sarana untuk nyadran.
Bulan Ruwah juga berarti sudah mendekati bulan Puasa atau istilah Arabnya bulan Ramadhan. Sudah menjadi kebiasaan pula, untuk masyarakat Jawa dan juga masyarakat lainnya di nusantara ini yang menyambut bulan Puasa, membuat harga-harga barang ikut naik tajam. Itu sudah biasa dan terjadi menjelang bulan Puasa, tentu harga barang naik. Sepertinya para pedagang sudah hafal, cara menaikkan harga barang yang tepat jika ada peristiwa penting, seperti menjelang bulan Puasa. Biasanya di bulan Puasa seperti ini, banyak warga yang membutuhkan barang yang tadinya tidak begitu mendesak, seperti gula, telur, terigu, daging, dan sebagainya. Tetapi, biasanya para pedagang sudah menyamaratakan, seluruh barang dinaikkan harganya ketika menghadapi bulan Puasa, ya tepatnya di bulan Ruwah seperti sekarang ini, termasuk harga bumbu dan sayuran.
Setiap barang sudah naik, tentu membuat bingung masyarakat. Banyak warga yang kesulitan mencukupi kebutuhannya dengan kenaikan harga barang-barang tersebut, sebab bagi rakyat kecil biasanya penghasilannya tidak naik. Maka dengan kenaikan harga barang sedikit saja bagi mereka sudah terasa sangat berat. Padahal kenaikan harga barang itu biasanya hingga bulan Sawal, atau selepas Lebaran. Pada bulan Sawal nanti, umumnya harga barang masih tinggi sebab masih banyak warga masyarakat yang punya hajat resepsi. Dan tentu juga masih ajeg, ketika barang-barang sudah naik, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, tidak bisa mengendalikan harga, dan tidak bisa membela rakyat kecil. Ternyata pemerintah kalah pandai dengan para pedagang. Apa mungkin?
Teks oleh : Suwandi
Ilustrasi oleh : Sartono
Artikel Lainnya :
- Patok atau Tugu Penunjuk Arah di Jogja(08/02)
- Batik Bantul(19/10)
- Ajaran-ajaran dalam Naskah Stri Sasana dan Putra Sasana Marti(07/04)
- Menjaga Warisan Budaya Bangsa(25/01)
- 15 September 2010, Kabar Anyar - MADE, SEKAR, MILA DARI TDC(15/09)
- DUA DALANG CILIK MEWAKILI DIY MAJU KE FESTIVAL DALANG ANAK DI JAKARTA JULI 2011(01/06)
- 15 Juni 2010, Bothekan - ORA WUWUR ORA SEMBUR(15/06)
Ketika Aktor Berpuisi Saat Bulan Purnama(07/08) - PENYAKIT CACINGAN DI JOGJA TAHUN 1900-AN(23/11)
- SASI RUWAH(22/07)