Tembi

Berita-budaya»PUISI DUA PENYAIR PEREMPUAN

04 Jun 2011 01:11:00

PUISI DUA PENYAIR PEREMPUANKetika lembar sastra koran harian di Yogya menyediakan rubrik sastra dan atau budaya, atau juga rubrik ‘Remaja’ untuk memuat karya-karya sastra, ada sejumlah penyair perempuan yang pada tahun 1980-an, cukup aktif. Dorothea Rosa Herliani adalah salah satunya, yang sampai sekarang masih terus menulis puisi, dan namanya mengisi jagat penyair perempuan nasional.

Dua diantaranya yang lain, dan lama tidak ‘kelihatan’ dipanggung sastra seperti halnya Dorothea, ialah Nana Ernawati dan Dhenok Kristianti. Keduanya seperti ‘tenggelam’ dalam rutinitas keseharian sebagai ibu rumah tangga, atau sebagai perempuan yang sudah menikah, dan aktivitasPUISI DUA PENYAIR PEREMPUANsastranya seperti ‘dipinggirkan’

“Saya masih terus menulis puisi, tetapi tidak dipublikasikan. Puisi saya biasanya untuk murid-murid saya’ kata Dhenok Kristianti.

Dua penyair perempuan ini baru saja menghasilkan antologi puisi karya berdua dan diberi judul ‘2 di Batas Cakrawala. Antologi puisi ini, Jum’at (27/5) lalu, di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta, dibacakan oleh penyairnya sendiri dan juga dibacakan oleh aktor Sri Harjanto Sahid. Selain itu ada diskusi membahas puisi karya Dhenok dan Nana Ernawati oleh Prof. Dr. Suminto Ahmad Sayuti.

Harjanto Sahid, sebagai aktor yang cukup dikenal di Yogyakarta, lama tidak tampil dipanggung. Penampilan Harjanto dalam membacakan puisi-puisi karya Dhenok dan Nana cukup bagus. Bahkan, dari enam puisi yang dibacakan Harjanto, semuanya tanpa membawa teksnya. Harjanto hafal diluar kepala puisi-puisi yang dimuat dalam buku ‘2 di Batas Cakrawala’. Barangkali karena sebagai aktor Harjanto terbiasa menghafal nasakah yang panjang. Hanya untuk menghafal beberapa butir puisi pendek-pendek, bagiPUISI DUA PENYAIR PEREMPUANHarjanto, kiranya sagatlah mudah.

Pembacaan puisi oleh Harjanto, mengawali diskusi yang, tidak membutuhkan waktu lama. Bahkan, malah lebih panjang waktunya dari pembacaan puisi Harjanto, yang penuh penghayatan.

Bagi Suminto Ahmad Sayuti, judul antologi puisi ‘2 di Batas Cakrawala’ karya Dhenok dan Nana mengalami kontras. Karena cakrawala tidak memiliki batas, dan kapan kita mendekati cakrawali ia malah akan menjauh. Kata batas yang membuat kalimat itu menjadi kontras. Namun karena ada kata ‘di’ sebelum kata batas, ini menunjukkan bahwa keduanya ada disana.

Angka 2 pada judul, demikian Suminto, menandai dua penyair yang disatukan dalam antologi. Sadar atau tidak, ini menjadi penegas kontras yang dibangun antara definitif dan indeninitif.

“Batas dan tanpa batas, keduanya berada di suatu tempat ‘antara’ yang kemudian terdeskripsikan pada puisi-puisi yang dimuat dalam antologi karya keduanya’ kata Suminto Ahmad Sayuti.

Bagi Nana dan Dhenok, kehadiran antologi ini sekaligus menunjukkan keduanya ‘pulang’, setidaknya pulang (lagi) ke Yogya dan kembali memasuki ‘rumah sastra’. Pada yang disebut terakhir ini, mudah2an keduanya akan terus ‘tinggal’ bukan sekedar singgah untuk mengisi waktu senggang.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta