Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Lurik. Garis garis Bertuah. The Magic Stripes

09 Dec 2009 01:51:00

Perpustakaan

Judul : Lurik. Garis-garis Bertuah. The Magic Stripes
Penulis : Nian S. Djoemena
Penerbit : Djambatan, 2000, Jakarta
Bahasa : Indonesia dan Inggris
Jumlah halaman : vi + 158
Ringkasan isi :

Pertenunan sudah lama dikenal dan dikerjakan di hampir seluruh kepulauan Indonesia, serta merupakan salah satu budayayang patut dibanggakan. Pekerjaan menenun pada mulanya dilakukan oleh wanita, dan kaum laki-laki tabu melakukannya. Alat tenun tradisional yang dipergunakan pada umumnya adalah alat tenun gendong, yang kemudian berkembang dengan ATBM (alat tenun bukan mesin), yang diperkenalkan pada permulaan abad ke-XX. Di pulau Jawakerajinan tradisional tenun gendong terdapat di beberapa daerah tersebar di seluruh pulau Jawa, tetapi akhir-akhir ini dapat dikatakan kerajinan tersebut hanya dikerjakan di beberapa desa khususnya Solo, Yogyakartadan Tuban.

Alat tenun adalah alat untuk menganyam benang-benang yang letaknya membujur (benang lungsi) dan benang yang pada alat ini letaknya melintang (benang pakan). Hasil dari alat ini adalah anyaman yang disebut kain. Corak garis-garis searah panjang sehelai kain disebut lajuran, dan yang searah lebar kain disebut dengan istilah pakan malang, sedang yang bercorak kotak-kotak kecil disebut cacahan. Kain yang pembuatannya paling sederhana disebut anyaman datar/polos, bahasa Jawanya anyaman wareg. Di daerah Solo dan Yogyakartakain lurik kebanyakan ditenun dengan cara anyaman datar. Dilihat dari sudut teknik, menenun pengerjaannya sangat sederhana, namun kejelian dalam permainan atau variasi perpaduan warna serta tata susunan antara garis-garis, kotak-kotak yang serasi dan seimbang akan menghasilkan corak-corak yang mempesona.

Tekstur sehelai kain tenun termasuk lurik antara lain ditentukan oleh jenis bahan yang digunakan (serat kapas, serat kayu, sutera alam, serat sintetis atau yang lain), jenis benang (benang pintal tangan atau pintal mesin), kehalusan benang yang digunakan dan jenis alat tenun yang digunakan (tenun gendong, ATBM, ATM). Kain lurik tradisional di daerah Solo dan Yogyakartaantara lain berbentuk jarit atau kain panjang, kain sarung, kain ciut (selendang dan kemben), stagen, bahan baju (kebaya, baju peranakan, surjan).

Corak tradisional lurik ditenun menurut aturan tertentu, baik dalam hal warna atau perpaduan warna, maupun tata susunan suatu satuan kelompok benang lungsi atau benang pakan, dan corak cacahan, satuan benang lungsi beserta benang pakannya. Suatu corak diberi nama yang erat kaitannya dengan daur, falsafah/pandangan kehidupan dan kepercayaan si pemakai.

Pada dasarnya corak lurik secara garis besar besar dapat dibagi dalam 3 corak dasar yaitu corak lajuran (lajur/garis-garisnya membujur searah benang lungsi), corak pakan malang (lajur/garis-garisnya melintang serah benang pakan) dan corak cacahan / kotak-kotak (terjadi dari persilangan antara corak lajuran dan pakan malang). Corak dasar tersebut dapat bervariasi dalam ukuran lebar lajur dan ukuran besar cacahan. Sementara berbagai lajur atau pakan malang tersebut dapat membentuk satuan kelompok dengan berbagai variasi. Tenunan lurik ada yang menggunakan benang plintir/pilin, yaitu 2 helai benang (ada kalanya 3) berbeda warna yang dipilin menjadi satu. Jika digunakan sebagai benang pakan atau lungsi akan memberi kesan tekstur yang khas pada kain lurik dan menjadikannya kuat. Sedangkan pemberian nama corak biasanya diambil dari nama tumbuhan seperti mlathi seconthong, kedelen, kembang gedhang, kembang mindi; nama binatang seperti jaran dawuk, yuyu sekandhang, konang sekebon; makna simbolis seperti kluwung; benda bertuah seperti tuluh watu.

Pemakaian kain lurik berdasarkan coraknya ada kaitannya dengan sifat upacara, kedudukan sosial serta keadaan seseorang, apakah ia wanita atau pria. Ada beberapa corak sarat dengan perlambang dan mengandung sekumpulan harapan dan makna, ada yang merupakan sarana mengungkapkan isi hati dan niat dalam berbagai tahapan kehidupan manusia, yang dimulai dari kelahiran, jodoh dan diakhiri dengan kematian. Corak yang amat sakral dan dianggap mempunyai tuah serta sangat memegang peranan penting dalam berbagai upacara antara lain kluwung, tuluh watu, lompong keli, tumbar pecah, liwatan/lompatan.

Di daerah Solo dan Yogyakarta dapat dikatakan bahwa orang membuat lurik dengan alat tenun gendong apalagi dengan benang pintal tangan hampir tidak ada, namun lurik yang dibuat dengan ATBM dengan benang pintal mesin masih terdapat di beberapa tempat. Untuk menerobos pasaran mereka membuat corak baru misal corak dakochan, serta dibuat untuk keperluan rumah tangga dan cindera mata misal tas, topi, blazer, alas piring dan lain-lain.

Bila di daerah Solo dan Yogyakarta lurik pakan tambahan bisa dikatakan tidak lazim, di daerah Tuban justru sebaliknya. Di daerah Tuban lurik dengan pakan tambahan ini disebut dengan istilah lurik kembangan pakan. Bila di daerah Solo dan Yogyakartauntuk memperkuat pinggiran kain dipakai benang plintir, di daerah Tuban pemakaian benang plintir disisipkan di antara benang pakan dan dibuat dengan efek yang menarik.

Di luar Jawaterdapat pula kain tenun yang mirip lurik. Pada umumnya kain tenun tersebut dipadu dengan teknik pakan tambahan benang katun, sutera, benang emas atau perak. Pakan tambahan benang emas atau perak lebih dikenal dengan sebutan tenun songket. Di Minangkabau disebut dengan istilah selendang gobah/selendang tarum. Di daerah Batak dikenal dengan sebutan ulos, jenisnya antara lain ulos si bolang, ulos suri-suri. Dalam bahasa Bali kain disebut dengan nama kamen. Kain bercorak kotak kecil dengan berbagai paduan warna dengan warna merah atau kuning menonjol disebut kamen keling. Di Pulau Buton Sulawesi Tenggara terdapat kain tenun corak garis/lajur yang disebut dengan istilah kampuah. Di daerah Lombok kain serupa selendang bercorak garis-garis diberi nama umbak kombong.

Di negara Jepang pun ternyata ada beberapa kain tenun tradisional shima (garis-garis) dan koshi (kotak-kotak) yang terlihat ada kemiripan dan persamaan dengan kain lurik Solo atau Yogyakarta.

Buku ini dilengkapi dengan gambar-gambar yang menarik berupa alat tenun tradisional beserta penjelasannya, warna-warni corak / jenis-jenis kain lurik Keterangan tentang bahan pewarna dan cara penggunaannya, serta pembuatan benang pintal.

Teks : Kusalamani



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta