Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Jejak Pangan. Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan

09 Sep 2009 12:58:00

Perpustakaan

Judul : Jejak Pangan. Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan
Penulis : Andreas Maryoto
Penerbit : Kompas, 2009, Jakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xiv + 249
Ringkasan isi :

Buku ini merupakan tulisan Andreas Maryoto yang pernah dimuat di surat kabar harian Kompas, tentang makanan dengan segala seluk beluknya. Makanan bisa menjadi peunjuk tentang kehadiran umat manusia dengan kebudayaannya. Perjalanan panjang umat manusia bisa ditelusuri melalui kehadiran berbagai jenis makanan. Hal ini terjadi juga di wilayah Nusantara. Berbagai peradaban yang masuk dipastikan membawa berbagai jenis makanan. Misalnya penduduk India yang bermigrasi ke Nusantara memperkenalkan sistem padi sawah dengan ciri penggunaan irigasi yang lebih maju dan penggunaan bajak sawah. Pengaruh kebudayaan Cina terlihat seperti jenis mi, ca atau makanan berkuah. Bangsa Barat membawa komoditas seperti kentang, kol dan wortel. Keberadaan mereka juga membawa pengaruh pada cara pemasakan yang masih bisa dikenal sampai saat ini. Hal ini membuktikan pertemuan peradaban kuliner terjadi secara mulus. Setelah bangsa Barat mengenal rempah-rempah dari daerah Nusantara, tidak mustahil pula apabila di sana muncul berbagai jenis makanan baru yang sebelumnya tidak dikenal.

Meja makan di Jawa adalah saksi persilangan budaya. Makanan yang ada di meja merupakan hasil persilangan budaya yang berlangsung mulus. Ratusan tahun persinggungan berbagai budaya dunia telah menghasilkan makanan-makanan khas di pulau Jawa yang tanpa disadari telah menjadi simbol kerukunan dalam kemajemukan. Di masyarakat Jawa ada istiah “USDEK”, yaitu urutan perjamuan berupa unjukan (minuman), snack (makanan ringan), dhahar (makanan pokok), es krim (penutup), kondur (pulang). Urutan-urutan tersebut adalah pengaruh dari Eropa yang dikenal dengan nama table manner. Orang Jawa tidak memiliki tradisi makan dengan urutan-urutan tertentu. Es krim dan makanan ringan pun termasuk pengaruh Barat.

Masalah kuliner telah disebut pada masa lampau. Serat Centhini adalah kitab yang disusun untuk menghimpun pengetahuan Jawa, di antaranya masalah kuliner. Sejumlah makanan yang masih dikenal hingga saat ini misal tumpeng, sayur bening, rujak dan lain-lain. Makanan yang kurang dikenal tetapi masih ada yang mengenal misal magana, gandhos, bongko, dll. Tata urutan hidangan tidak ada yang baku. Jenis padi yang ditanam yang sekarang masih dikenal seperti menthikwangi, yang tidak dikenal lagi tambakmenur, jakabonglot, randhamenter. Padi ditanam dengan sistem padi gaga. Selain padi ada pula jenis tanaman lain seperti buah-buahan, umbi-umbian, biji-bijan, sayuran, daging dan ikan. Masing-masing jenisnya sangat banyak. Dalam serat ini disebut pula cara memasak dan alat masaknya. Ada beberapa makanan yang kemungkinan mendapat pengaruh asing seperti bakmi ayam, soto, wedang ronde dan wedang serbat, carabikang, mendut dan lain-lain.

Sudah sejak lama beras (pangan) digunakan sebagai komuditas politik. Para penguasa menyadari beras (pangan) merupakan simbol stabilitas ekonomi dan politik. Jika terjadi masalah dengan produksi beras, pasti ada masalah pula dengan kekuasaan. Kerajaan Mataram dapat mencapai kejayaan karena beras sebagai makanan pokok tersedia melimpah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Dalam konteks ini, hanya penguasa yang secara disiplin bisa menjamin beras dan menjaga stabilitas harga yang bisa aman berkuasa. Bisa dikatakan pemerintahan yang kuat terlihat dari kedisiplinannya dalam mengelola komuditas pangan.

Ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol dan Laksamana Cheng Ho dari China mempunyai cerita yang berbeda, diantaranya karena masalah pangan. Ekspedisi Cheng Ho lebih “berhasil” karena mempunyai persediaan pangan yang lebih memadai, lebih bervariasi, dan memenuhi kebutuhan awak kapal. Mereka sudah mempunyai teknologi yang bagus untuk pengawetan makanan. Portugis sebagai bangsa Eropa yang pertama kali menemukan daerah (kepulauan) rempah-rempah mempunyai strategi tersendiri. Karena belum mendapat cara untuk mengawetkan makanan, mereka membuat strategi pasokan pangan agar bisa bertahan hidup di berbagai tempat. Mereka membuat komunitas pemukiman Portugis di berbagai tempat yang strategis, agar kapal yang singgah bisa mendapatkan pasokan pangan. Cara ini meninggalkan jejak pangan yaitu bangsa Portugis yang terpengaruh lokal, atau sebaliknya masyarakat lokal mendapt pengaruh dari Portugis.

Disadari maupun tidak disadari ternyata lahan untuk pangan (sawah, ladang, pekarangan) makin menyempit karena untuk pembangunan rumah tinggal atau gedung perkantoran. Gambaran pekarangan saat ini lebih sederhana dibandingkan masa lalu, yang penuh dengan tanaman seperti obat-obatan (apotik hidup), tanaman keras, tanaman penghasil pangan mau pun hewan ternak. Pekarangan pada masa lalu bisa diandalkan untuk ketahanan pangan.

Pertanian adalah tumpuan masa depan. Tetapi saat ini produksi padi dibayang-bayangi berbagai masalah, seperti lahan yang semakin menyempit, pasokan air yang minim, tenaga kerja yang semakin berkurang dan tuntunan penurunan penggunaan bahan-bahan kimia demi kesehatan. Revolusi Hijau Kedua (istilah jika disepakati) harus mampu memecahkan berbagai masalah yang ada, bukan hanya masalah kalangan peneliti benih, tetapi juga peneliti masalah sosial ekonomi, irigasi dan peneliti masalah lain yang terkait. Revolusi Hijau Kedua harus mampu belajar dari Revolusi Hijau Pertama yang banyak meninggalkan hal-hal yang positif mau pun negatif.

Di tengah ancaman krisis pangan, sumber pangan alternatif harus dicari. Selain beras, karbohidrat dapat ditemukan dalam umbi-umbian, sumber protein dapat dicari pada serangga yang selama ini hampir dilupakan atau tidak dilirik karena dianggap makanan primitif dan identik dengan kemiskinan. Penggunaan sumber pangan lokal pun sebenarnya sangat bermanfaat karena bisa menghemat pemborosan energi.

Buku ini juga mengulas beberapa kuliner khas misal bika ambon, pecel, tradisi makan sirih; makanan yang tepat dan efisien menurut kondisi yang sedang terjadi (bencana, perang,olah raga).

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta