Modernisme Ala Rosit Mulyadi

Modernisme Ala Rosit Mulyadi

Persepsi dan tangkapan setiap orang tentang konsep modernisme tidak ada yang sama persis. Begitu pula dengan perupa muda Rosit Mulyadi mempersepsikan konsep modernisme yang dituangkan dalam karya-karya lukisannya di kanvas. Ia menangkap pesan bahwa modernisme adalah potret dunia yang memuja peradaban tinggi, ilmu pengetahuan dan rasionalisme akal budi. Sebuah dunia yang memuja materialisme, yang menarik semua hubungan, kepentingan, dan orientasinya kepada materi dan gerak benda. Dunia mekanis yang kental dengan aroma mesin dan industrialisasi.

Sebelas karya yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan di era modernisasi, ia pamerkan baru-baru ini di Ministry of Coffee Jl. Prawirotaman I/15a Yogyakarta. Pembukaan pameran berlangsung pada Rabu malam (2/5) lalu jam 19.00, dan pameran berlangsung hingga 2 Juni mendatang. Sambutan pembukaan disampaikan oleh Hendra Himawan sekaligus sebagai kurator, dan disaksikan oleh para tamu undangan, yang sebagian besar relasi perupanya sendiri dari komunitas ISI Yogyakarta.

Modernisme Ala Rosit Mulyadi

Hendra, dalam sambutannya di katalog mengatakan bahwa melalui kanvas, Rosit mengisahkan bagaimana kemajuan peradaban telah berdampak buruk bagi manusia dan lingkungannya. Manusia dianggapnya telah menjadi alat mekanis, sementara alamnya terus tergerus habis. Tubuh-tubuh kaku, gerak mesin dan simbol-simbol industrial yang riuh mengisi bidang gambar, seolah panggung drama yang mengisi adegan kolosal. Boneka kayu (semacam Pinokio dalam karangan Carlo Collodi) yang dihadirkan secara dominan dalam sebagian karyanya, dimaksudkan sebagai satu simbol reproduksi mekanis, berikut alienasi yang terjadi pada manusia, di samping gambar kepulan-kepulan asap yang nampak keras. Ia hadirkan kisah itu dalam simbol dan imajinasi, warna dan goresan yang kuat berikut teknik yang prima.

Dari karya-karyanya, kita menemukan satu rangkaian cerita tentang realita modernitas. Ia mengawalinya dari tingkah laku manusia yang mulai rakus dan serakah. Materialisme, hedonis, dan memuja rasionalitas-individu sebagai sebagai sumber khas kebenaran, telah membuat manusia menjadi haus kuasa, dan berani merampas hak sesamanya. Secara lugas, Rosit mengungkapkannya dalam karyanya Free and Rational Being (2011). Dan bahkan kebebasan dan kemerdekaan mereka pun terjerat, semua digambarkannya dalam karya Menyerah (2011) dan The Sick Boy (2011). Begitu juga dengan karya-karya lainnya.

Modernisme Ala Rosit Mulyadi

Segenap kisah yang disuarakan Rosit bukanlah sekedar potret akan keluh kesah akan chaosnya, kacaubalaunya dunia, tetapi justru sebaliknya. Melalui karya-karyanya, ia ingin menyematkan keyakinan dan spirit positif bahwa tidak ada kata terlambat untuk mulai melakukan perubahan. Menghargai lingkungan, menghargai pemikiran, dan pengetahuan sejatinya mempunyai tujuan mulia, bagaimana manusia menghargai eksistensi dirinya.

Sementara itu Rosit Mulyadi, sang perupa yang pernah mengikuti program Artis Residensi di Tembi Rumah Budaya tahun lalu, dalam sambutan singkatnya mengatakan bahwa ia masih harus banyak belajar, ingin terus berkarya, dan memperbaiki karyanya. Karya-karyanya yang dipamerkan di Kafe Ministry lantai bawah dan atas ini merupakan pameran tunggal yang ke-4 dan diberi tema “{K}NOW: As I know, as you know, of what is happening, now”. Rosit Mulyadi, masuk ke ISI Yogyakarta tahun 2007 dan lulus Maret 2012 tahun ini. Berbagai lomba telah dimenangi, antara lain: Design Poster Anti Napza, Seni Lukis, dan, PEKSIMINAS. Sementara karya-karya pameran juga pernah dipamerkan di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta dan Jakarta, Museum Neka Bali, dan Jogja Galeri. Dalam pembukaan pameran tunggal Rosit Mulyadi tersebut juga dimeriahkan dengan musik grup REMS, yang terdiri dari para mahasiswa ISI jurusan Seni Rupa dan Seni Musik.

Modernisme Ala Rosit Mulyadi

Suwandi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta