Tembi

Yogyakarta-yogyamu»RUMAH DOME, HUNIAN BARU YANG MENJADI OBJEK WISATA BARU DI PRAMBANAN, SLEMAN

01 Jan 2008 06:59:00

Yogyamu

RUMAH DOME: HUNIAN BARU YANG MENJADI OBJEK WISATA BARU DI PRAMBANAN, SLEMAN

Gempa yang menghancurkan Bantul, sebagian Sleman, Yogya, Klaten, dan Kulon Progo pada 27 Mei 2006 telah meninggalkan luka batin dan fisik yang traumatik. Salah satu wilayah yang dinyatakan tidak lagi layak dan aman untuk dihuni adalah Dusun Nglepen, Sumberharjo, Prambanan, Sleman. Dusun ini berada di lereng sebuah bukit (hingga puncak). Bukit tersebut merupakan rangkaian dari Perbukitan Seribu yang menyambung hingga Gunung Kidul-Klaten-Wonogiri. Jika dilihat pada keletakannya, Perbukitan Nglepen ini sangat dekat dengan batas wilayah Kabupaten Bantul di bagian timur-utara (Piyungan). Lokasi ini merupakan lokasi yang dilalui sesar Opak-Oya.

Oleh karena keletakan Dusun Nglepen yang demikian itu, maka posisinya menjadi demikian rawan oleh guncangan gempa. Tidak mengherankan ketika terjadi gempa, Nglepen bisa dikatakan hancur lebur. Bahkan ada sebagian tanahnya yang amblas sedalam 10 meter dengan rekahan selebar 12 meter. Selain itu ada juga rumah yang bergeser keletakannya hingga sejauh 30-an meter dari tempatnya semula. Bayangkan sendiri bagaimana tingkat kengerian yang terjadi sewaktu gempa itu terjadi.

Menurut penelitian, lapisan tanah di Nglepen hanya memiliki ketebalan rata-rata 2,5 meter saja. Sementara lapisan di bawahnya berupa batuan keras. Jadi, lapisan tanah setebal itu tidak akan mungkin mampu meredam hentakan gempa dan ancaman bahaya longsor. Berdasarkan hal itu, maka kemudian diputuskan untuk relokasi bagi warga Nglepen. Pilihan pun dijatuhkan pada sebidang tanah kas milik desa/kelurahan Sumberharjo. Tanah ini berada di bagian bawah (lembah) Dusun Nglepen yang semula disewakan untuk lahan tanaman tebu seluas 2,5 hektar dengan luas tanah rata-rata per unit rumah sekitar 40-an meter persegi.

Bekas lahan tebu itu kemudian disulap menjadi area pemukiman dengan unit-unit rumah yang dibangun seperti kubah. Unit-unit rumah dengan bentuk seperti kubah ini kemudian dikenal sebagai Rumah Dome, namun masyarakat setempat sering menamakannya Rumah Teletubbies, atau Rumah Eskimo (Iglo). Bangunan rumah-rumah sebanyak 80 unit ini demikian kelihatan mencolok jika dibandingkan dengan rumah-rumah di sekitarnya karena bentuknya yang cukup aneh atau asing bagi masyarakat setempat.

Delapan puluh unit bangunan itu terdiri atas 71 unit bangunan rumah hunian untuk 71 KK, 6 unit bangunan untuk MCK komunal, 1 unit bangunan masjid, 1 unit bangunan TK, dan 1 unit bangunan untuk Polindes. Unit-unit rumah ini dibangun atas bantuan dari DFTW (Domes for The World), Texas, Amerika Serikat yang bekerjasama dengan WANGO (World Association of The Non-Government Organization).

Menurut Darmorejo (60), salah satu penghuni Rumah Dome di Blok E No. 1, Rumah Dome pada mulanya memang dirasakannya sebagai asing. Maklum bangunan semacam itu memang tidak lazim di Indonesia. Akan tetapi setelah beberapa lama ia dan keluarga menghuni rumah ini ia merasa mulai bisa berdaptasi. Rasanya tidak berbeda jauh dengan rumah biasa. Dulu, jika hujan Rumah Dome mudah terkena tampias air karena ventilasi dan pintunya yang tanpa emper (pelindung air) di bagian atasnya. Namun dengan berbagai perbaikan hal itu tidak lagi terjadi.

Tembi yang menyempatkan diri untuk masuk, melihat-lihat, dan memotret ruang dalam Rumah Dome ini merasakan bahwa sistem rumah bundar seperti kubah ini terasa mengaburkan orientasi kita terhadap arah mata angin. Maklum rumah berbentuk kubah ini memang tidak menekankan orientasi arah hadap dan pembagian ruangnya pada konsepsi arah mata angin. Rumah dua lantai yang pembangunannya dikonstruksi untuk tahan gempa ini memiliki dua lantai. Dua kamar tidur, 1 kamar tamu merangkap kamar keluarga, dan 1 ruang dapur ditempatkan di lantai pertama. Sedangkan lantai kedua (atas) merupakan ruang yang difungsikan untuk multi guna (tanpa sekat). Ruang di lantai dua ini bisa difungsikan untuk gudang, ruang santai, ruang baca, dan lain-lain. Tinggi rumah ini tiga meter dengan diameter sepanjang tujuh meter.

Satu hal yang mungkin agak menyulitkan warga yang tinggal di Rumah Dome adalah karena mereka tidak bisa lagi dekat ternaknya. Tidak bisa lagi dekat dengan kebun dan halamannya yang luas karena semua sudah dikapling dengan ukuran tertentu (sempit), demi pembagian ruang serta lahan yang adil. Akibatnya, banyak juga warga yang masih sering bolak-balik dari Kompleks Rumah Dome (New Nglepen) ke rumah/pekarangan lamanya (Nglepen Lama) untuk mengurus ternak atau tanamannya.

Kini kompleks Rumah Dome ini menjadi salah satu objek wisata yang cukup menarik karena bentuknya yang unik. Kehadirannya mungkin menjadi semacam kelengkapan atau variasi objek wisata di kawasan Prambanan yang terkenal karena kekayaan kandungan BCB-nya.

Rumah Dome bagaimanapun juga telah sangat membantu kehidupan warga Nglepen yang di kala gempa sudah kehabisan harapan hidup. Kehadiran Rumah Dome mampu membangun harapan-harapan hidup warga Nglepen sehingga mereka mampu bertahan menjalani rentang kehidupan yang masih panjang.

a sartono dan a barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta