Menjelang 100 Tahun Ismail Marzuki, Gelar
karya Monumental Sang Komponis
Sebanyak kurang lebih 250 karya lagu telah ia ciptakan. Menyimak syair ciptaannya tercermin ia adalah seorang nasionalis yang setia pada cita-cita perjuangan kemerdekaan, kehidupan rakyat, dan Ibu Pertiwi.
Jakarta Philharmonic Orchestra bersama Didiet solist biola
Ismail Marzuki adakah tokoh seniman nasional, seorang komponis dan pemimpin orkes. Sebagian besar hidupnya dicurahkan untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, tentu saja melalui musik dan senisuara.
Sebanyak kurang lebih 250 karya lagu telah ia ciptakan. Menyimak syair ciptaannya tercermin ia adalah seorang nasionalis yang setia pada cita-cita perjuangan kemerdekaan, kehidupan rakyat, dan Ibu Pertiwi.
Dengan tema ‘Menjelang 100 Tahun Ismail Marzuki’ pada Kamis, 28 November 2013, Jakarta Philharmonic Orchestra mempersembahkan karya-karya Ismail Marzuki dalam kemasan orkestra. Malam itu, di Teater Tanah Air, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, bersama Yudianto Hinupurwadi sebagai konduktor, konser dibuka dengan medley ‘Selamat Datang Pahlawan Muda’, Djuwita Malam, Oh Angin Sampaikan Salamku, Sabda Alam, Jauh Dimata Dekat Di Hati, Wanita, Payung Fantasi.
Lagu berjudul ‘Sepasang Mata Bola’ dan ‘O Sarina’ kemudian dilantunkan bersama Lunars Paduan Suara, kelompok paduan suara yang didirikan oleh Sukanty Sidharta dengan alumni paduan suara mahasiswa Universitas Indonesia-Paragita.
Jose Rizal Manua muncul sebagai narator menceritakan kisah dan perjalanan hidup Ismail Marzuki di masa itu. Ia bercerita mengenai sejarah lagu yang dibuat Ismail sambil menyambungkan kisah tersebut ke lagu yang akan dibawakan berikutnya.
Jakarta Philharmonic Orchestra versama Mariam Tamari Sopranos
Repertoar selanjutnya, ‘Kopral Jono’ dan ‘Payung Phantasie’ dibawakan bersama solist biola ‘Didiet’ Ardityo Kurniawan, salah satu pemain biola terbaik di Indonesia. Ia juga kerap disebut ‘little boy wonder on violin’. Dua lagu gubahan Ismail Marzuki ini cukup populer, para penonton pun terlihat sesekali menyanyikan bait-bait lagu tersebut.
Pada repertoar ‘Candra Buana’, ‘wanita’, dan ‘Yii’ kemunculan Mariam Tamari, sang soprano berkebangsaan Jepang yang menetap di Perancis memberikan warna tersendiri. Selain suara soprannya yang merdu, gaun rancangan Didiet Maulana dari Ikat Indonesia tampak anggun dikenakan Mariam. Sayang artikulasi bahasa dan penjiawaan lagu Mariam menjadi kekurangan performanya malam itu.
Setelah karya ‘Bunga Anggrek’, ‘Rangkaian Melati’, dan ‘Djuwita Malam’ dibawakan dengan gaya keroncongan. Semua pengisi acara pada konser itu muncul membawakan lagu ‘Indonesia Pusaka’, ‘Rayuan Pulau Kelapa’ dan ‘Halo-Halo Bandung’. Terakhir potongan lagu ‘Jali-Jali’ dibawakan sebagai penanda Ismail Marzuki adalah seniman besar asli Betawi di eranya.
Naskah & foto:Natalia S.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Perpisahan Itu(02/12)
- Psychodiva Tari Tradisi ala Aming(02/12)
- Festival Ketoprak DIY 2013 Menyasar Kaum Muda(30/11)
- Tim Penilai Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bantul Terbentuk(29/11)
- Pentas Wayang 60 Tahun Gembira Loka Zoo, Selamat dari Kobaran Api(28/11)
- Merintis Layanan Perpustakaan Canggih dengan Basis Budaya Lokal(28/11)
- Menapaki Sejarah, Membaca Seni Rupa(27/11)
- Seniman Muda Jakarta Gelar Pelicin(26/11)
- Lomba Macapat Ultah Desa Trirenggo, Bagaikan Mantra Doa yang Indah(25/11)
- Reporter Cilik Berlatih Meliput Kegiatan di Tembi(25/11)