Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Pangeran Diponegoro, salah satu pangeran dari Jawa yang ikut mengobarkan perang melawan penjajah Belanda di masa kolonialisme. Ia mengangkat senjata melawan penjajah di tahun 1825—1830 yang terkenal dengan Perang Jawa atau Java Oorlog. Sekarang ia telah menjadi salah satu pahlawan nasional yang namanya tetap dikenang oleh seluruh bangsa Indonesia. Di masa perjuangannya, Pangeran Diponegoro terkena tipu saat melakukan perundingan. Akhirnya ia ditangkap dan diasingkan di Manado dan Makassar. Hingga wafat dan dimakamkan di daerah Makasar, Sulawesi Selatan.

Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Perang Jawa merupakan tonggak perubahan penting dalam sejarah Jawa dan seluruh Nusantara. Untuk pertama kali, suatu pemerintahan kolonial Eropa berhadapan dengan pemberontakan masyarakat yang meliputi sebagian besar wilayah pulau itu. Sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta banyak daerah Pesisir (pantai utara) terlibat. Dua juta orang Jawa –sepertiga dari jumlah seluruh penduduknya—menderita akibat perang, seperempat luas seluruh daerah pertanian Jawa rusak, dan sekitar 200.000 orang Jawa menjadi korban. Untuk mencapai kemenangan pahit atas Jawa, Belanda pun menderita: sebanyak 7.000 orang Indonesia yang merupakan serdadu pembantu tewas, demikian juga dengan 8.000 serdadu Belanda sendiri, dan perang tersebut menguras kas mereka sebanyak 20 juta gulden. Perang berakhir dengan Belanda sebagai penguasa tunggal atas pulau Jawa dan suatu tahap baru kekuasaan kolonial pun mulai sudah dengan diterapkannya “tanam paksa’ oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (1830—1870).

Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Itulah sekelumit pengantar buku “Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785—1855” karya Peter Carey. Buku tersebut terdiri dari 3 jilid yang diterbitkan oleh Kelompok Penerbit Gramedia (KPG) bekerjasama dengan KITLV Jakarta pada Februari 2012 dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan dilakukan oleh Parakitri T. Simbolon. Judul asli “The Power of Prophecy. Prince Diponegara and the end of old order in Java, 1785—1855”, terbitan KITLV (2007). Launching dan diskusi buku tersebut digelar di Museum Monumen Sasana Wiratama Pangeran Diponegoro Tegalrejo Yogyakarta pada Kamis (8/3) lalu. Selain itu rencananya kegiatan sama juga akan digelar di berbagai tempat, seperti di UGM, Undip, Jakarta, Manado, Makasar, dan Ambon.

Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Acara tersebut didukung penuh oleh Yayasan Arsari Djojohadikusumo yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Pendukung lain adalah KPG, KITLV Jakarta, ASEASUK, Fadli Zon Library, dan Gramedia Printing Group. Hadir juga pada acara tersebut ketua Yayasan Arsari, Hashim S. Djojohadikusumo. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa Yayasan Arsari perlu menyebarluaskan buku yang berketebalan lebih dari 1.000 halaman karya Peter Carey ini agar lebih banyak masyarakat yang tahu tentang Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro dari kacamata penulis orang asing. Buku tersebut disusun selama 40 tahun. Selain itu, Hashim juga mengatakan bahwa kegiatan ini sekaligus ajang untuk mempertemukan keturunan Pangeran Diponegoro yang berasal dari Manado, Ambon, Makasar, dan Jawa. Sekaligus agar bisa kembali menjadi bagian dari keluarga besar Kraton Kasultanan Yogyakarta. Sebab, bagaimana pun juga, Pangeran Diponegoro masih mempunyai silsilah dengan Kasultanan Yogyakarta.

Launching dan Diskusi Buku Kuasa Ramalan "Diponegoro"

Pada acara diskusi buku tersebut, menghadirkan pembicara Dr. Peter Carey, serta beberapa pembahas dan penanggap, seperti Romo G. Budi Subanar SJ, Wardiman Djojonegoro (Pemerhati Sejarah Indonesia), dan Ki Roni Sodewo. Sementara keynote speaker disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X yang diwakili oleh GBPH Joyokusumo. Hadir pula GBPH Prabukusumo, Ibu Edi Sedyawati, Prof. Dr. Djoko Suryo, keluarga besar keturunan Pangeran Diponegoro, sejarawan, budayawan, dan tamu undangan lainnya yang lebih dari 200 peserta, termasuk para wartawan.

Suwandi
Foto : Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta