- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»KOBATE, CERMIN KREATIVITAS ANAK ANAK DARI DESA
27 May 2011 07:31:00Kadang-kadang munculnya sesuatu bisa berangkat dari sebuah permainan atau perbuatan main-main. Artinya, tidak dimulai dengan sebuah niat, rencana, atau ritual yang sangat khusus dan terarah. Letupan gagasan memang bisa datang atau muncul di otak kapan saja. Tidak ada sesuatu pun yang bisa memenjarakan pikiran. Demikian pula halnya dengan kemunculan aktivitas bermusik di dalam paguyuban anak-anak Dusun Tembi yang dinamakan Kobate (Komunitas belajar dan bermain anak-anak Tembi) dengan alamat Dusun Tembi, Kalurahan Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY. Komunitas Kobate itu sendiri diresmikan pendiriannya pada tahun 1998.
Semula Kobate lebih fokus diri pada kegiatan belajar mengaji. Akan tetapi seiring perjalanan waktu kegiatan ini dimekarkan. Agar lebih variatif dan dinamis. Selain itu, Kobate tidak terkesan eksklusif sebab orang yang tidak belajar mengaji pun akhirnya bisa masuk dan ikut berkegiatan di sana. Anak-anak yang memiliki bakat dan keterampilan lain selain mengaji pun dapat dikembangkan dan diarahkan untuk terus mekar.
Akhirnya terbentuklah semacam kegiatan lain selain kegiatan pokoknya dalam mengaji (kecuali anak-anak yang memamg tidak mengaji). Salah satu kegiatan lain itu adalah aktivitas dalam mempelajari dan membuat boneka wayang. Berawal dari sini lahirlah Wayang Gaul. Anak-anak yang tergabung di sini dilatih untuk memahami dunia wayang. Dengan imajinasi mereka sendiri wayang dibuat. Demikian pula ceritanya juga berkisar antara kehidupan mereka sendiri. Wayang Gaul akhirnya diterima di berbagai tempat dan sempat dipentaskan pula di berbagai tempat. Hanya saja anak-anak yang tergabung dalam Wayang Gaul akhirnya banyak yang mengundurkan diri karena mereka kini sudah beranjak dewasa. Rata-rata sudah duduk di bangku SMA dan perguruan tinggi. Jadi, mereka sudah malu untuk bermain seperti anak-anak lagi.
Pasca Wayang Gaul, Kobate memunculkan kegiatan lain yakni Musik Thek-thek. Alat musik yang digunakan oleh kelompok ini sangat sederhana namun mampu menghasilkan bunyi musik yang merdu dan dinamis. Saron dibuat dari potongan tong dengan alas (rancakan) yang terbuat dari kayu sengon tanpa dihaluskan (diserut). Selain itu ada pula pelencung dan tong-tonmg srek yang dibuat dari potongan bambu. Ada pula cymbal yang terbuat dari potongan seng bekas. Demikian juga drum yang dibuat dari ban dalam mobil serta tong plastik serta potongan pralon bekas. Pada intinnya anak-anak diajak dan diajari untuk memanfaatkan barang-barang bekas sekaligus belajar mendaur ulang. Aspek menjaga lingkungan menjadi salah satu titik perhatian dari kelompok ini.
Lagu-lagu yang dimainkan oleh anak-anak dari kelompok Musik Thek-thek ini umumnya juga lagu dolanan. Di antaranya adalah Menthok-menthok, Jaranan, Cublak Suweng, Padhang Bulan, Ulang Taun, Happy Birthday, dan lain-lain. Menurut Humam Rochmadi selaku pembimbing komunitas Kobate, musik thek-thek sebenarnya cukup luwes untuk mengiringi aneka macam lagu.
Busana atau kostum yang dikenakan untuk berpentas Komunitas Musik Thek-Thek pun sangat bersahaja. Tidak ada target. Topi dan selempang yang terbuat dari anyaman daun nangka pun menjadi pilihan. Kreativitas merangkai barang bekas (sampah) pun menjadi faktor penentu bagi terwujudnya pakaian dari daun nangka ini. Hasilnya justru terlihat alamiah, kreatif. Bersahaja namun cerdas. Hal yang demikian ini ternyata juga menarik perhatian banyak pihak. Tidak urung sebuah stasisun televisi swasta pun pernah tertarik untuk menyiarkannya. Demikian pula beberapa kelompok/lembaga pun pernah meminta Komunitas Musik Thek-Thek dari Kobate ini untuk berpentas entah untuk memeriahkan sebuah festival, perhelatan biasa, atau pembukaan-pembukaan pameran. Baru-baru ini (19/5) pementasan mereka di Pendapa Tembi rumah Budaya menjadi pembuka bagi berlangsungnya Festival Musik Tembi yang diselenggarakan oleh Fombi (Forum Musik Tembi).
Komunitas ini sesungguhnya juga bukan merupakan sebuah komunitas dengan ikatan tertentu yang ketat. Semuanya bersifat cair dan demokratis. Siapa pun boleh masuk dan ikut terlibat di dalamnya. Tidak ada ikatan yang ketat. Tidak ada target yang ketat. Bermain bersama. Belajar bersama. Berproses bersama, saling mengisi-menopang-dan memberi.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Wisanggeni(03/02)
- MAKAM PAHLAWAN DI LUAR TAMAN MAKAM PAHLAWAN(28/07)
- KREASI DI JOGJA TAK ADA MATINYA(22/02)
- ANCAMAN DAN BERKAH DARI BANJIR LAHAR DINGIN DI JOGJA(24/11)
- Denmas Bekel(20/10)
- Komunikasi dan Kaderisasi dalam Pembangunan Pedesaan(22/06)
- SITUS GRAJEGAN, SEYEGAN, SLEMAN(05/01)
- PUISI DUA PENYAIR PEREMPUAN(04/06)
- 25 Nopember 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(25/11)
- Denmas Bekel(31/03)