Ida Lawrence Membaca Desa

Ida Lawrence Membaca Desa

Ruang pamer Tembi memang terletak di desa. Nama Tembi sendiri menunjuk nama dusun, di mana Tembi Rumah budaya, sebagai satu lembaga kebudayaan berada. Ida Lawrence, seorang artis residen dari Tembi Rumah budaya, mencoba ‘membaca’ desa, namun bukan desa Tembi, melainkan desa di mana orang tuanya berasal. Ayahnya berasal dari desa Kliwonan di Sragen, dan ibunya dari Barmedman, sebut saja satu desa di Australia. Keduanya memiliki kultur yang berbeda, dan oleh Ida Lawrence, melalui karya seni keduanya hendak ‘dipertemukan’.

Rasanya, dua kultur desa yang berbeda, memiliki tradisi yang berlainan. Rasannya pula, Ida Lawrence memahami akan hal itu. Tetapi imajinasinya, melalui karya seni yang dihasilkan perbedaan itu seperti bisa bertemu. Entah bertemu sesungguhnya, atau bertemu dalam ruang imaninasi Ida Lawrence.

Seperti kebanyakan orang memahami, Ida pun juga begitu” Bahwa desa dan kota adalah dua entitas yang berbeda. Seolah desa merupakan potret keterbelakangan satu masyarakat. Namun, kita bisa melihat, secara geografis, desa dan kota bisa berlainan, tetapi dari segi fasilitas, apa yang ada di desa bisa ditemukan di kota. Bahkan, ada sejumlah hal yang bisa ditemukan di desa, tetapi tidak ditemukan di (tengah) kota.

Kita bisa menemukan ruang makan, atau lokasi santai ada di desa, yang sangat mungkin tidak ditemukan di (tengah) kota. Lokasi ekostis dibangun di desa, untuk mendatangkan (orang) kota. Perspektif dikotomik sering membedakan antara desa dan kota, dan celakanya kota dianggapnya lebih baik dari desa.

Ida Lawrence Membaca Desa

Karya-karya Ida, atau setidaknya imajinasi Ida, membandingkan dua kawasan yang berbeda, lebih mengagunmkan lagi, kawasan yang satunya berada di negeri lain. Dari desa, yang, disadari atau tidak, oleh Ida dianggapnya eksotis, atau malah mungkin terbelakang, dibandingkan dengan desa di satu negara yang jauh lebih maju dari negera yang memiliki desa masih terbelakang dan eksotis.

Karya Ida yang berjudul ‘Good times’, yang menyandingkan dua kultur berbeda, memberikan imajinasi pada modernitas. Pada karya yang satu memvisulkan jam dinding, yang angkanya diganti huruf Jawa. Bingkai jam dinding warna biru. Latar jam warna putih dan huruf Jawa (hanacaraka) berwarna merah. Jarum tebal panjang dan pendek berwarna hitam, dan jarum penunjuk detik berwarna merah. Warna dalam jam ini, yang semuanya warna menyala, adalah khas warna desa, disandingkan dengan desa di Australia, yang dalam visualnya ada mobil warna kuning dan putih serta ada 4 orang berdiri: seorang lelaki mengenakan jas 3 lainnya mengenakan pakaian desa. Dari karya ‘Good times’ ini, kita bisa tahu, desa Kliwonan berbeda dengan desa Barmedman.

Perihal bloody woop woop, yang dipakai sebagai tajuk pameran. Kata itu untuk melengkapi kata (n)desa. Jadi, tajuk pemarannya terbaca (n)desa/bloody woop woop. Kata bloody woop woop sendiri, dalam ungkapan di Australia memiliki arti tempat yang jauh. Maka, kita bisa tahu, bahwa desa merupakan wilayah yang jauh (dari kota).

Beberapa post card yang (di) hadir (kan) dalam pameran Ida, agaknya menunjukkan bagaimana dia membaca desa. Foto dengan visual yang tidak sama disandingkan untuk menunjukkan perbedaan dari kedua wilayah, yang memang dari kulturnya sudah tidak sama. Karya Ida Lawrence, misalnya yang berjudul ‘Wish you were here’ seperti ‘memberi bacaan’ pada publik, bahwa dua desa yang berbeda dari negera yang berlainan.

Ida Lawrence Membaca Desa

Melihat karya-karya Ida Lawrence yang dipamerkan di Tembi Rumah Budaya dari 12-22 April kita seperti ‘diajak’ berkunjung di dua desa, yang barangkali kita belum mengenalnya.

Dan oleh Ida Lawrence kita diperkenakan suatu ‘tempat yang jauh’ dan eksotis.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta