Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Ratu kidul

01 Jan 2004 08:32:00

Perpustakaan

Ratu kidul

Penulis : Y. Argo Twikromo
Penerbit : Bentang Budaya, 2000, Yogyakarta
Halaman: X + 152
Isi : terdiri lima bab

Ringkasan isi:

Dalam masyarakat Jawa terdapat berbagai macam mitologi yang digunakan sebagai kerangka acuan kehidupan mereka seperti mitologi wayang, gunung, laut dan lain-lain. Masyarakat Jawa mempunyai tradisi-tradisi religius yang berkaitan dengan mite atau mitos. Masyarakat Jawa melakukan tradisi-tradisi religius yang berkaitan dengan mitos/mite salah satu tujuanya adalah untuk mencapai keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan hidup di dunia, keseimbangan antara alam kodrati dan alam adikodrati. Salah satunya adalah mitologi terhadap Kanjeng Ratu Kidul penguasa pantai selatan. Tidak hanya masyarakat pihak keraton (Yogyakarta) pun mempunyai hubungan yang erat dengan Ratu Kidul tersebut.

Orang Jawa menganggap bahwa raja adalah individu yang sangat sakti karena dipandang dapat memusatkan kekuatan-kekuatan supranatural. Pandangan masyarakat Jawa terhadap adanya kekuatan-kekuatan tersebut dipahami melalui simbol-simbol kekuasaan dan upacara-upacara yang diselenggarakan pihak keraton seperti upacara garebeg, labuhan, sesaji, tari bedaya dan lain-lain. Seorang raja dianggap sebagai wakil Yang Ilahi dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga ketentraman. Raja yang ideal adalah raja yang terus-menerus mencari tuntunan Ilahi di dalam batin melalui semedi, puasa, bertapa dan lain-lain serta dapat bersatu dengan rakyatnya atau raja yang dekat dengan rakyat.

Menurut alam pikiran orang Jawa, sultan adalah seorang yang dapat memusatkan kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini. Oleh karena itu seorang sultan dapat berkomunikasi dengan dunia adikodrati (dunia yang tidak tampak mata/dunia halus). Sultan dipandang memiliki kesanggupan untuk berhubungan langsung dengan arwah nenek moyang, penguasa laut selatan (sebelah selatan), gunung Merapi (sebelah utara), gunung Lawu (sebelah timur), kahyangan Dlepih (sebelah barat) dan makhluk halus lain. Hubungan tersebut nampak melalui upacara-upacara untuk keselamatan atau sesajian. Salah satu bentuknya adalah labuhan atau sesajian persembahan. Dengan labuhan tersebut makhluk dari alam supranatural diharapkan melindungi raja, keraton dan rakyatnya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi hubungan tersebut tersifat timbal balik.

Laut Selatan yang dikenal ganas ombaknya dianggap oleh orang Jawa sebagai laut yang mempunyai kekuatan supranatural. Laut ini dikuasai Kanjeng Ratu Kidul yang konon sangat cantik dengan rakyatnya yang kebanyakan juga berjenis kelamin perempuan. Keraton laut selatan digambarkan mirip dengan keraton yang ada di dunia nyata. Di dalam keraton tersebut terdapat istana, alun-alun, tumbuh-tumbuhan, hewan, abdi dalem dan sebagainya. Nelayan pantai selatan pada saat-saat tertentu selalu memberi sesaji kepada Ratu Kidul dan rakyatnya. Konon bila tidak ada sesaji Ratu Kidul atau pengikutnya dapat menimbulkan bencana. Kanjeng Ratu Kidul merupakan ratu makhluk halus yang dapaat memusatkan kekuatan-kekuatan sakti, sehingga keraton kidul dianggap sebagai wilayah penuh kekuatan gaib dan keramat.

Keraton Yogyakarta yang mempunyai hubungan erat dengan laut selatan dapat dilihat melalui praktek-praktek keagamaan seperti upacara labuhan, Tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang. Keraton Luat Selatan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan Keraton Merapi dan Keraton Yogyakarta. Mereka selalu mengadakan hubungan, baik hanya saling berkunjung atau saling memberi bantuan. Masyarakat Jawa mempercayai adanya lampor yaitu perjalanan makhluk halus yang saling berkunjung tersebut. Lampor ditandai dengan suara ribut gemerincing. Bila mendengar suara tersebut orang harus menghindar agar tidak terbawa.

Eksistensi Keraton Kasultanan Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari pandangan orang Jawa terhadap alam semesta. Keraton dipandang sebagai pusat dunia, baik dunia natural yaitu wilayah kerajaan yang mengelilinginya maupun dunia supranatural yaitu keempat keraton makhluk halus yang mengelilinginya (Merapi, Lawu, Dlepih dan Laut Selatan) atau makhluk halus penguasa arah mata angin. Kelima keraton tersebut membentuk tatanan alam yang rapi dan teratur. Gangguan-gangguan alam atau peristiwa-peristiwa alam yang terjadi akan selalu dihubungkan dengan kekuasaan raja, apakah raja memerintah dengan baik atau tidak. Dengan demikian mitologi tersebut dapat dipakai sebagai sarana untuk mengontrol raja.

Keraton Yogyakarta secara periodik mengadakan labuhan di empat tempat tersebut sebagai sarana untuk membina dan memperbaharui hubungan kerja sama, kerukunan serta saling membantu. Hubungan ini dilakukan untuk menjaga agar tatanan duniaa yang ada tidak terganggu.

Mitologi Kanjeng Ratu Kidul digunakan oleh penguasa Kasultanan Yogyakarta sebagai kerangka acuan dalam menjalankan pemerintahan., menjamin keselamatan dan ketenteraman rakyat., pengantara antara manusia dengan daya-daya kekuatan alam. Doa-doa yang diucapkan juru kunci saat labuhan menunjukkan bahwa tujuan upacara tersebut adalah memohon ketenteraman, keselamatan, dan kejayaan kasultanan Yogyakarta dan seluruh rakyatnya.

Dalam buku ini juga dituliskan benda-benda apa saja yang dilabuh di Parangkusuma Laut Selatan, Gunung Merapi, Gunung Lawu dan Kahyangan Dlepih.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta