- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Jaringan-museum»PESANGGRAHAN PAKU ALAMAN
09 Feb 2012 07:17:00Keletakan
Salah satu Pesanggrahan Paku Alaman yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam V (1878-1890) secara administratif terletak di Dusun Glagah, Kalurahan Sidorejo, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY.
Lokasi pesanggrahan ini berada di sisi utara Jalan Daendels, tidak jauh dari kompleks wisata Pantai Glagah. Kecuali itu keletakannya juga sangat dekat dengan Sungai Serang yang berada di sisi timurnya pada jarak sekitar 100 meter.
Kondisi Fisik
Menurut jurukunci setempat yang bernamaTaruna Tanoyo (76), Pesanggrahan Paku Alaman Glagah dulu bangunannya dipenuhi dengan jendela dan pintu kaca. Pesanggrahan Paku Alaman Glagah ini terdiri atas dua kompleks. Satu di sisi utara, sementara satu kompleks yang lain berada di sisi selatan. Keduanya dipisahkan oleh pagar tembok setinggi sekitar 1,2 m.
Secara keseluruhan kompleks bangunan pesanggrahan ini dicat dengan warna putih dan untuk kusen serta daun pintunya sebagian dicat dengan warna abu-abu. Ruang-ruang yang ada di dalamnya di samping terdiri atasbeberapa kamar juga ruang tamu atau ruang keluarga, kamar mandi dan WC, dan gudang. Kini pesanggrahan ini digunakan untuk kantor dari PT JMI (Jogja Magasa Indonesia). Pesanggrahan ini memiliki arah hadap ke timur dan menghadap langsung pada jalan dan aliran Sungai Serang.
Luas keseluruhan kompleks Pesanggrahan ini sekitar 20 m x 40 m. Menurut Taruna Tanoyo pula Pesanggrahan Paku Alaman Glagah sejak Sri Paku Alam VIII selalu digunakan untuk pos dan mendoakan ubarampe bahan labuhan. Kecuali itu pesanggrahan ini juga sering digunakan untuk tirakatan.
Sumber setempat menerangkan bahwa ketika zaman perang kemerdekaan tahun 1945-1949 ada beberapa pesanggrahan yang hancur akibat dibom oleh Belanda. Sekalipun demikian, Pesanggrahan Paku Alaman di Glagah ini merupakan bangunan yang termasuk aman dari pengeboman Belanda tersebut. Di depan-kiri dari pesanggrahan ini terdapat sebuah prasasti. Hanya sayangnya prasasti tersebut sudah tidak dapat dibaca lagi karena kondisinya yang rusak.
Prasasti ini dituliskan pada sebidang tembok yang didirikan di sisi kiri depan dari kompleks pesanggrahan. Bidang tembok yang digunakan untuk menuliskan prasasti tersebut kira-kira berukuran panjang 100 Cm, lebar 25 Cm, dan tinggi 50 Cm. Melihat sisa tulisan atau huruf yang ada pada prasasti itu tampaknya prasasti dituliskan dengan huruf Jawa dan berbahasa Jawa. Sumber setempat merenangkan bahwa prasasti itu pada intinya berisi tentangperistiwa disudetnya Sungai Serang atas prakarsa Sri Paku Alam V.
Latar Belakang
Sama seperti pesanggrahan-pesanggrahan keraton lainnya, Pesanggrahan Paku Alaman pada masa juga dijadikan tempat ”mesanggrah” ’istirahat/bertempat tinggal sejenak’ bagi keluarga adipati dari Kadipaten Paku Alaman, Yogyakarta.
Pesanggrahan Paku Alaman ini merupakan salah satu bangunan yang digunakan sebagai pos untuk upacara Labuhan Pura Paku Alaman setiap tanggal 10 Sura. Di pesanggrahan inilah biasanya dilakukan upacara serah terima barang-baang yang akan dilabuh ke Pantai Glagah. Barang-barang tersebut umumnya berupa gunungan hasil bumi, pakaian bekas dari Sri Paku Alam atau keluarganya, potongan kuku, potongan rambut, gunungan padi, serta aneka macam sesaji.
Setelah upacara serah terima ubarampe barang yang akan dilabuh tersebut kemudian diarak dari pesanggrahan menuju Pantai Glagah. Jarak pesanggrahan hingga Pantai Glagah kurang lebih 2-3 kilometer. Perarakan labuhan ini biasanya akan didahului oleh barisan dari prajurit Paku Alaman yang dinamakan Prajurit Lombok Abang yang berpakaian serba merah dan bersenjatakan tombak. Setelah pasukan dari Prajurit Lombok Abang akan diikuti rombongan pembawa gunungan hasil bumi yang di antaranya terdiri dari rangkaian aneka macam buah-buahan,palawija, sayur mayur, dan sebagainya. Di belakang Gunungan Hasil Bumi disusul dengan Gunungan Pengagem yang berjalan relatif perlahan dan dikawal pasukan Prajurit Plangkir yang berpakaian serba hitam dan bersenjatakan senapan.
Ubarampe yang dikawal dari Pesanggrahan ini lalu disemayamkan di Joglo Labuhan Glagah. Di tempat ini ubarampe didoakan bersama. Usai itu barulah ubarampe ini diarak menuju laut untuk dilabuh. Setelah dilabuh di laut barulah ubarampe tersebut diperebutkan oleh pengunjung.Sebagian orang mempercayai bahwa dengan berhasil merebut barang-barang yang dilabuh mereka akan memperoleh berkah. Entah itu berkah kesembuhan, keberuntungan dalam karier, dan sebagainya.
Sementara pada sisi lain labuhan semacam itu dimaksudkan sebagai lambang atau simbol membuang sesuker, sukerta, atau lambang kekotoran jiwa manusia agar manusia kembali dapat hidup denganbersih bersih atau suci. Sesuker atau sukerta ini dilambangkan dengan potongan kuku, potongan rambut, pakaian bekas, dan lain-lain. Kecuali itu labuhan semacam itu juga dianggap merupakan simbol rasa syukur sekaligus permohonan kepada Tuhan.
Tim Tembi: A. Sartono, A. Barata, A Wang.
Artikel Lainnya :
- KALAH RUPA MENANG DUPA(24/05)
- 12 Februari 2010, Figur Wayang - Membalas Budi(12/02)
- Tepung Umbi-Umbian Hadir di Festival Pendidikan (07/07)
- KUNJUNGAN BEBERAPA MAHASISWA KEDOKTERAN ASING DI Tembi(29/07)
- 1 Juli 2010, Kabar Anyar - PASAR KANGEN, PASAR TIBAN, OSENG-OSENG BLEDEG(01/07)
- JASA PAIMAN DALAM PERSURJANAN DAN BESKAP DI JOGJA(20/10)
- Katalog Pameran (25/01)
- Pesta Emas Sastra Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta (Geguritan, Crita Cekak, Macapat, Siteran) (11/11)
- 6 Juli 2010, Ensiklopedi - KUCING-KUCINGAN(06/07)
- 31 Desember 2010, Figur Wayang - Baladewa(31/12)