Tembi

Berita-budaya»KALAH RUPA MENANG DUPA

24 May 2011 06:50:00

KALAH RUPA MENANG DUPAPepatah Jawa di atas secara harfiah berarti kalah rupa (wujud) menang dupa (doa).

Perwajahan atau wujud fisik memang menjadi presentasi awal dari sebuah penampilan. Wujud fisik sering dapat diperindah dengan aneka busana dan asesori yang bermacam-macam. Penampilan demikian itu bisa semakin ”disempurnakan” dengan kepemilikan akan harta benda yang berlimpah. Mobil mewah, rumah mewah, perhiasan mewah akan dapat dengan mudah menyihir orang lain untuk hormat, takluk, dan ”menyerah” pada orang yang bersangkutan. Oleh karena itu pula ada anggapan yang berlaku umum bahwa orang yang berpresentasi sempurna (menang rupa) umumnya akan memenangkan medan kompetisi. Entah dalam urusan perjodohan, pengambilan simpati pada klien, menaklukkan hati calon mertua, dan seterusnya.

Akan tetapi seperti dalam sebuah teori, selalu saja ada kemungkinan anomali atau pengecualian. Pengecualian ini sering berada di luar nalar atau logika manusia pada umumnya. Hal demikian dapat juga terjadi dalam urusan perjodohan. Kadang-kadang orang yang merasa diri sangat tampan atau ganteng sering kelewat pede dalam menaklukkan lawan jenis. Namun dalam banyak kasus sering juga orang merasa kecele karena sering juga wanita atau gadis cantik justru berjodoh dengan laki-laki buruk rupa dan bahkan juga tidak kaya. Kadang-kadang hal demikian terjadi karena pihak laki-laki kuat dalam berdoa atau karena faktor keberuntungan lain. Hal demikian dikatakan sebagai menang dupa. Menang karena peran tangan gaib dari Sang Pencipta.

Dapat juga terjadi sebaliknya. Orang yang sangat cantik dan kaya umumnya sering merasa sangat pede dalam menaklukkan lawan jenisnya. Bisa saja ia memburu pria ganteng, terkenal, berpangkat, dan kaya raya. Namun bisa saja terjadi pria tersebut justru mencintai gadis biasa, sederhana, atau bahkan relatif buruk wujud fisiknya.

Hal-hal di atas sebenarnya ingin mengajarkan bahwa menjadi orang itu sebaiknya bisa selalu mawas diri. Tidak kelewat pede yang tipis bedanya dengan kesombongan atau kejumawaan. Intinya, pepatah Jawa ini ingin mengajarkan tentang kewajaran dalam besikap dan bertingkah laku.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta