DOLANAN LUMPAT TALI-2
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-71)
Permainan dimulai dari ketinggian siti (artinya tanah). Kedua pemain dadi meletakkan tali karet di atas tanah. Kemudian, satu persatu pemain mentas melompat dari satu sisi, misalkan sisi kanan ke sisi kiri lalu kembali ke asalnya (sisi kanan). Pada tahap awal ini, biasanya pemain mentas dengan mudah bisa melompat tanpa hambatan. Kemudian, setelah semua lolos, dilanjutkan pada posisi ketinggian di atasnya, yaitu polok (mata kaki) kedua pemain dadi. Untuk pemain dadi, pada saat dadi, biasanya tidak boleh duduk, apalagi kalau ketinggian sudah selutut atau lebih.
Pada ketinggian ini, biasanya anak-anak yang mentas juga masih mudah melompat tanpa rintangan. Anak-anak yang bermain lumpat tali ini didominasi oleh anak-anak perempuan usia SD, antara umur 8—12 tahun. Biasanya dalam permainan ini, umurnya sebaya, kecuali anak di bawah usia tetapi sudah berani bermain dan tahu konsekuensi dihukum, misalkan berumur 7 atau 8 tahun, ikut bermain pada usia sebaya 12 tahun. Umur sebaya dengan tujuan agar permainan imbang.
Pada tahap selanjutnya, ketinggian tali karet dinaikkan menjadi setinggi dhengkul (lutut kaki). Pada ketinggian ini, anak-anak yang mentas juga belum boleh menyentuh tali karet. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan, lompatan setinggi ini hanya boleh melompat satu kali. Maka apabila ada anak saat melompat menyentuh, misalkan pemain C, maka pemain tersebut dianggap mati dan menggantikan pemain B, yang menang sut dengan pemain A. Pemain B sekarang ikut bergabung. Ia langsung melompat pada ketinggian selutut ini. Ia bisa melompat pada kesempatan terakhir atau di saat pemain lain belum berkehendak melompat. Setiap langkah (ketinggian berganti), maka setiap pemain harus melompat dua kali, yakni ke sisi kiri dan kembali ke sisi kanan.
Jika semua bisa lolos dan tidak menyentuh tali, maka ketinggian tali karet dinaikkan lagi menjadi setinggi bangkekan (pinggang). Tali yang diletakkan ke masing-masing pinggang harus kencang. Artinya jangan sampai kendor di tengah. Sebab, jika kendor di tengah, sangat menguntungkan pemain mentas. Maka jika tali kendor, kedua pemain dadi bisa menariknya hingga kencang. Namun jangan sampai terlalu kencang, sebab tali karet bisa mudah putus. Pada ketinggian seperti ini, jika ada kesepakatan pemain mentas boleh menyentuh tali, maka pemain mentas bisa melakukan lompatan, tetapi dengan catatan pula, hanya boleh sekali melompat. Sementara yang berkeinginan tidak menyentuh, biasanya ada kesepakatan, mencoba sampai tiga kali. Semua harus ada perjanjian terlebih dahulu dan harus jujur. Jika memang dari awal, ingin tidak menyentuh, maka harus dilakukan dengan tidak menyentuh. Demikian sebaliknya.
Pada ketinggian seperti ini, biasanya anak-anak saat hendak melompat, mencari start lebih jauh, agar lompatannya berhasil. Jika pada lompatan ini semua berhasil melompat, maka dilanjutkan ke ketinggian tahap selanjutnya, misalkan setinggi wudel (pusar). Demikian seterusnya sampai setinggi ujung tangan yang diacungkan ke atas. Biasanya pada ketinggian ini, atau mungkin ketinggian sebelumnya, yakni setinggi kepala, anak-anak yang mentas diperbolehkan memegang tali sambil melompati talinya. Kesempatan melompat tiga kali. Setiap anak yang mentas juga harus melakukan lompatan dua kali ke sisi kiri dan kanan serta harus berhasil. Apabila anak tidak berhasil, maka harus menggantikan pemain dadi.
Apabila anak-anak yang mentas sukses melompat sampai ketinggian teratas, maka mereka mendapat sawah satu. Jika anak-anak telah mendapat sawah satu, maka ketinggian untuk tidak menyentuh tali biasanya juga ditambah agak lebih tinggi lagi. Jadi, apabila sebelumnya tidak boleh menyentuh pada ketinggian selutut, maka dinaikkan menjadi sepinggang. Anak-anak yang sudah mendapat sawah satu, maka ia tidak boleh menyentuh pada ketinggian sepinggang. Demikian seterusnya. Permainan bisa diawali dari langkah pertama lagi, yakni dari setinggi tanah.
Anak-anak yang tinggi, pandai, dan cekatan biasanya banyak mendapat sawah. Dialah pemenang permainan lumpat tali ini. Sementara yang mudah menyerah, biasanya sering menjadi pemain dadi. Jadi, dalam dolanan ini, pemain yang tidak mudah patah semangat dan mempunyai keuletan akan menjadi pemenangnya. Sementara yang kalah memang tidak dihukum, tetapi harus berlama-lama menjadi pemain dadi, dengan konsekuensi tetap memegang tali karet. Dolanan akan bubar, jika semuanya telah menghendakinya. Dolanan ini mengandung unsur kebersamaan, ketekunan, dan keuletan.
Suwandi
Sumber: 33 Permainan Tradisional yang Mendidik, Dani Wardani, 2010, Yogyakarta: Cakrawala; Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV dan Pengalaman Pribadi
Artikel Lainnya :
- Kisah Bisma dalam Lakon Dharma Gangga Datta(05/10)
- Mengenalkan Batik Di Taman(07/03)
- PENAWARAN SPACE IKLAN YANG UNIK DI JOGJA(21/12)
- 11 Maret 2010, Primbon - Selamatan Kandungan(11/03)
- Sempulur (07/12)
- Masjid Quwwatul Islam, Dulu Bernama Surau Kalimantani(07/02)
- Dolanan Wilwa(28/02)
- 4 Nopember 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(04/11)
- 12 Maret 2011, Kabar Anyar - SENI LUKIS UNTUK REKONSILIASI(12/03)
- Slamet Rahardjo Menyuguhkan Balak Kosong alias Balaksong(14/12)