DOLANAN JIRAK ULA-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-65)

DOLANAN JIRAK ULA-1Satu lagi permainan anak tradisional masyarakat Jawa yang menggunakan nama jirak, yakni Jirak Ula. Seperti telah diuraikan sebelumnya, jirak adalah nama pohon sekaligus buahnya. Sementara ula berarti ular. Mungkin terinspirasi dengan bentuk ular panjang yang berlenggak-lenggok, akhirnya anak-anak menamakan permainan itu dengan nama Jirak Ula. Dolanan ini juga sangat dikenal di sekitar daerah Surakarta, Jawa Tengah. Bisa juga daerah lain mengenal permainan ini, dengan nama yang sama atau berbeda.

Sebenarnya dolanan Jirak Ula merupakan bagian dari dolanan gundhu, neker, atau dalam bahasa Indonesia kelereng. Pada tahun 1980-an, neker banyak dijual di toko-toko mainan. Bisa jadi, sebelum tahun itu juga sudah dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai salah satu alat bermain. Bahkan hingga sekarang, neker masih mudah ditemui di toko-toko mainan anak. Walaupun pada awalnya, ada sebuah dolanan yang bernama jirak, bisa menggunakan buah jirak, kecik, atau sejenisnya. Kemudian dengan munculnya neker sebagai alat permainan, terkenallah sebuah permainan yang disebut Jirak Ula.

Dolanan ini termasuk dolanan yang membutuhkan biaya. Artinya anak harus membeli alat tersebut di toko sebelum memainkannya. Dalam permainannya, ada 2 macam, boleh taruhan atau hanya berbentuk permainan saja, artinya “udhu”, nanti dikembalikan kepada pemiliknya. Semua itu tergantung kesepakatan awal.

Dolanan ini sering dimainkan oleh anak laki-laki jika dibandingkan dengan anak perempuan. Mereka yang bermain dolanan ini, biasanya berumur 8—12 tahun. Tetapi kadang-kadang anak di usia di atasnya ikut nimbrung bermain. Prioritas dolanan ini adalah keberanian dan kelihaian bermain. Apalagi kalau sudah model taruhan, anak yang penting harus berani bermain. Jika anak pandai bermain, tentu akan membawa pulang banyak neker. Tetapi jika tidak pandai dan kalah, ya semua nekernya bisa ludes. Memang saat ini sudah sangat jarang anak yang bermain Jirak Ula. Mungkin dianggap permainan judi, walaupun wujudnya bukan uang. Kalau sebatas permainan mungkin bisa berjalan terus.

Lokasi yang bagus dipakai bermain adalah lokasi yang masih bertanah. Kadang dimainkan di tempat yang sudah bersemen, tetapi karena terlalu keras sehingga neker-neker yang dipasang mudah bergerak. Sehingga anak-anak menghindari tempat yang keras. Sebaiknya lokasi bermain teduh dan nyaman. Setiap anak bebas membawa kelereng yang dimiliki, bisa 20, 30 atau 40 buah. Kelereng biasa dibeli d toko-toko mainan dengan harga terjangkau. Zaman dulu dengan uang Rp 100 sudah membawa pulang 10 hingga 20 buah. Sekarang setiap 50 buah harganya sekitar Rp 7.500.

Dolanan ini minimal dimainkan oleh 2 anak. Alangkah baiknya jika dimainkan sekitar 5—7 anak. Bisa pula lebih dari 7 anak. Namun lama-kelamaan, nanti pemain akan menyusut, apabila ada anak yang nekernya mulai habis. Tetapi jika hanya berbentuk permainan, maka jumlah pemain akan tetap terus.

Misalkan ada 6 anak hendak bermain Jirak Ula, yakni pemain A,B,C,D,E, dan F. Maka setiap pemain sudah membawa neker dari rumah masing-masing. Jumlah neker yang dibawa bebas, tidak ada keharusan dan paksaan. Setelah semua pemain siap di tempat bermain, maka salah satu anak membuat gambar ular berlenggak-lenggok di atas tanah. Di bagian kepada bisa berujud supit urang, sementara bagian belakang yang berjarak 2 meter dari kepala dibentuk lingkaran.

bersambung

Suwandi

Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV., dan pengalaman pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta