DOLANAN BÉNGKAT-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-69)
Satu lagi jenis dolanan anak masyarakat Jawa yang mungkin sudah tidak banyak dikenali oleh anak-anak zaman sekarang adalah dolanan béngkat. Bahkan konon, dolanan ini sejak penjajahan Jepang, sudah sangat jarang dimainkan lagi oleh anak-anak masyarakat Jawa. Demikian menurut sebuah sumber dari Sukirman Dharmamulya (2004) dalam bukunya berjudul “Permainan Tradisional Jawa”. Masih menurut Sukirman, sebelum penjajahan Jepang, dolanan ini banyak dimainkan oleh anak-anak yang tinggal di perkotaan dan biasa dimainkan oleh anak-anak laki-laki, dan termasuk jenis dolanan kompetisi.
Namun demikian, sebenarnya dolanan ini cukup populer di kalangan anak-anak, terbukti nama dolanan ini juga terekam di kamus Boesastra Djawa karangan WJS. Poerwadarminta (1939). Di dalam kamus Jawa tersebut dijelaskan pada halaman 35 kolom 2, yang artinya kurang lebih nama dolanan anak yang menggunakan alat yakni(buah) béndha. Menurut Sukirman, buah béndha saat ini lebih banyak dijumpai di penjual jamu sebagai bahan baku jamu atau perlengkapan sesajen. Jadi, sudah tidak lagi dipakai sebagai alat untuk bermain béngkat. Permainan ini juga disebut gandhu, demikian menurut Sukirman, yang merilis istilah Gerieke Roorda dari kamus Belanda Javaansh-Nederlandsh Handwoordenboek, halaman 542.
Walaupun awal mulanya banyak dimainkan di daerah perkotaan, lama-kelamaan dolanan ini menyebar ke wilayah lain, termasuk pedesaan. Menurut sejarahnya, dolanan béngkat banyak dimainkan di halaman atau pelataran yang luas. Zaman dahulu, pelataran luas hanya ada di rumah-rumah bangsawan, priyayi, atau orang-orang kaya di kota. Ciri permainan ini adalah bersifat halus, tenang, tidak ada sorak sorai, serta memiliki banyak peraturan.
Seperti jenis dolanan lainnya, dolanan béngkat juga termasuk jenis dolanan yang bisa dimainkan secaraperorangan maupun berkelompok. Agar dapat memenangkan permainan maka diperlukan kerjasama dan kekompakan antar anggota. Alat permainan berupa buah béndha yang berbentuk bulat dan lonjong. Selain itu, tempat yang luas, cocok untuk bermain dolanan ini. Untuk menggaris tempat dolanan bisa menggunakan potongan kayu, lidi, dan sejenisnya.
Anak-anak laki-laki yang bermain dolanan ini biasanya berumur di atas 10 tahun. Di atas umur itu, biasanya anak-anak sudah mampu bermain dan mengetahui aturan bermain. Dalam permainan ini terdapat tabungan yang disebut umpak. Umpak dapat dimanfaatkan agar pemain terhindar dari kematian. Jadi selain mengajarkan kerjasama, dolanan ini juga mengajarkan sifat gemar menabung untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
bersambung
Suwandi
Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV dan Permainan Tradisional Jawa, Sukriman Dharmamulya, dkk, 2004, Yogyakarta, Kepel Press
Artikel Lainnya :
Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam(12/01) - Membaca Puisi untuk Mengenang Almarhum(14/01)
- 13 April 2010, Ensiklopedi - DOLANAN ONCIT(13/04)
- Angon Mangsa(31/10)
- KUBURAN MASSAL KORBAN GEMPA BANTUL 2006(23/06)
- Alison Victoria Thackray Bule Penggagas Edutainment(28/06)
- PAKAIAN-PAKAIAN IMPORT MEMBANJIR DI YOGYAKARTA(01/01)
- 9 Februari 2011, Kabar Anyar - AKSARA JAWA TERAKHIR DI YOGYAKARTA(09/02)
- Ikhtiar untuk Menjadikan Indonesia sebagai Rumah Dunia Kebudayaan(31/10)
- 17 September 2010, Pasinaon basa Jawa - REGEJEGAN MANEH KARO MALAYSIA(17/09)