BANYAK YANG LULUS UJIAN

Pada bulan Mei ini, para siswa SMA klas III (XII) dan sederajat menerima hasil pengumuman kelulusan, setelah di bulan April lalu melaksanakan Ujian Nasional (Unas), serentak se-Indonesia. Beda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini tidak ada ujian susulan. Jadi bagi yang tidak bisa ikut ujian terpaksa mengulangi tahun depan atau mengikuti Paket C. Tetapi, biarpun tidak menggunakan ujian susulan, di tahun ini nilai sekolah juga untuk mempertimbangkan kelulusan siswa. Bahkan prosentase antara nilai sekolah dan Ujian Nasional, dengan perbandingan 40:60. Berhubung nilai sekolah juga ikut menentukan kelulusan, maka di tahun ini, prosentase kelulusan siswa di setiap sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yang memang hanya dihitung dari nilai murni ujian nasional. Maka tidak heran, di tahun ini, banyak sekolah yang siswanya lulus 100%. Jika memang ada sekolah yang tidak bisa lulus hingga 100% berarti halangan. Bisa juga disebabkan dari siswanya yang keterlaluan, atau bisa jadi karena pekerjaan siswa yang tidak terbaca komputer.

Tentu saja banyak siswa yang senang dan mengadakan syukuran. Sebagian lagi masih merayakan kelulusan dengan mencorat-coret baju dan rambut dengan cat dan konvoi menggunakan motor. Tetapi sebagian lagi mensyukurinya dengan berbuat yang lebih bermanfaat bagi orang lain, seperti membagi-bagikan bungkusan nasi, pakaian seragam bekas baksos, dan lain-lain. Sebentar lagi, anak sekolah di tingkatan SMP (sederajat) dan siswa SD (sederajat) juga menyusul merayakan kelulusannya.

Dengan banyaknya para siswa yang lulus tentu saja membuat bahagia keluarga, sekolah dan negara. Tetapi sebenarnya dengan banyaknya lulusan siswa tadi, bisa juga membuat susah negara, sebab menambah jumlah penganggur. Memang benar sebagian dari mereka bisa meneruskan sekolah atau mendapat pekerjaan. Tetapi, sebagian besar tidak bisa meneruskan kuliah karena memang biaya sekolah sekarang mahalnya berlipat-lipat. Padahal, para siswa yang langsung bisa bekerja juga sangat terbatas. Tidak sebanding dengan jumlah lulusan. Jika setiap tahun, yang lulus lebih banyak daripada yang bekerja, berarti yang menganggur semakin bertambah banyak. Apalagi, sekarang umumnya pemerintah tidak menggiatkan program yang pro-rakyat dan banyak menyerap tenaga, bisanya hanya impor barang, semakin menambah penganggur di Indonesia. Berarti penganggur semakin banyak, kecuali jika mau menjadi TKI yang sering disiksa.

Teks oleh : Suwandi
Ilustrasi oleh : Sartono





Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta