Tembi

Berita-budaya»9 TAHUN GALANG UNTUK KEISTIMEWAAN

12 May 2011 07:01:00

9 TAHUN GALANG UNTUK KEISTIMEWAANMungkin karena merasa tumbuh di Yogyakarta, oleh sebab itu merasa perlu merespon persoalan Yogyakarta yang belum tuntas, apalagi masalah politik yang menggerayangi ‘tubuh’ Yogyakarta, dirasa ‘mengancam eksistensi’ Yogyakarta, ialah menyangkut RUUK yang akan menghilangkan status Keistimewaan Yogyakarta. Maka, pada ulang tahun ke 9 Galangpress , yang dilaksanakan Kamis malam (5/5) lalu di Baciro diisi dengan pidato politik oleh GBPH Prabukusma, kerabatan Kraton Yogyakarta dan Tyasno Sudarto, seorang jendral purnawirawan Keduanya mendukung Keistimewaan Yogyakarta, bahkan keduanya meminta pemerintah pusat mendengarkan suara masyarakat Yogya yang meminta Keistimewaan yang didalamnya telah melekat Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX sebagai gubernur, bukan dengan cara dipilih, melainkan ditetapkan.

Selain pidato politik, Sawung Jabo, seorang musisi, ikut mengisi acara menyanyikan dua lagu dengan diringi gitar. Jadi, Jabo berdendang sambil bergitar, dan hadirin9 TAHUN GALANG UNTUK KEISTIMEWAANmemberikan respon dengan tepuk tangan. Penampilan Jabo setelah pidato politik dari dua tokoh disebut dimuka.

“Karena kedua tokoh telah menyampaikan pidato politik, lagu saya juga tidak jauh dari politik. Oleh sebab itu saya akan menyanyikan lagu yang berjudul ‘dongeng politik” kata Sawung Jabo mengawali satu lagunya.

Selain Jabo dan pidato politik, ulang tahun Galangpress juga diisi lagu koor dari anak-anak Timor Laste, wayang Repulik dari Ki Catur ‘Benyek’ dan tidak ketinggalan, ada electone dari Hadi Soesanto dengan menampilkan penyanyi dang dut yang genit-genit. Jadi, ulang tahun Galangpress sungguh-sungguh ‘istimewa’.

Tampaknya, pada ulang tahunnya yang ke 9, Galangpress mencoba memberi makna lain, buka9 TAHUN GALANG UNTUK KEISTIMEWAANn hanya sekedar peristiwa budaya, melainkan telah dikaitkan dengan persoalan politik lokal. Dan pidato politik yang disampaikan GBPH Prabukusuma dan Letjen (purn) Tyasno Sudarto mengenai Keistiemewaan Yogyakarta adalah bentuk dari respon politik itu.

Sebagai penerbit, rupanya Galangpress ikut memperhatikan persoalan politik lokal, sehingga aktivitas penerbitannya ‘berdekatan’ dengan politik lokal, selain menerbitkan buku yang berkaitan dengan politik lokal misalnya, Julius Felicianus sebagai direktur Galangpress sering kelihatan aktif diantara komunitas yang mendukung Keistimewaan Yogyakarta.9 TAHUN GALANG UNTUK KEISTIMEWAAN

Dalam kata lain, meski perhatian utamanya pada penerbitan, untuk memberikan sumbangan kultural pada masyarakat, seperti slogan Galangpress ‘karena buku adalah gizi, maka kami peduli’ dan karena kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari persoalan politik, maka pada politik lokal di Yogya, Galangpress ikut ‘peduli’. Paling tidak pada acara ke 9 ulang tahun Galangpres rasa ‘peduli’ itu telah diwujudkan.

Di Yogyakarta memang ada sejumlah penerbit buku, Galangpress hanyalah salah satu dari sejumlah penerbit itu, dan pada 5 Mei lalu memasuki usia ke 9. Dari sejumlah buku yang diterbitkan, ada buku yang sempat menjadi kontroversial bahkann menjadi polemik. Buku itu karya Geroge Junus Aditjondro yang berjudul ‘Gurita Cikeas’. Cukup banyak orang yang mencari buku itu, dan beredar pula, katanya, buku bajakannnya, karena mencari yang ‘asli’ terasa kesulitan. Namun, buku ‘kontroversial’ itu sekarang tidak lagi dicari (-cari)’

Buku (yang berkualitas) memang akan terus dicari. Karena Galangpress ‘peduli’ pada usianya yang ke 9 tahun ini, pastilah (tetap) peduli pada buku-buku berkualitas untuk diterbitkan.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta