Tembi

Berita-budaya»KUOTA KUOTA KUOTA, YANG GIGANTIK DAN YANG MINI

14 May 2011 09:47:00

KUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIDi Galeri Langgeng, Titarubi menampikan karya patungnya yang pernah dipamerkan di National Museum of Singapore pada tahun 2008. Karya berjudul ’Surrounding David’ ini semacam replika dari patung David karya Michelangelo. Tinggi David yang aslinya 5,17 meter dalam garapan Tita menjulang tinggi menjadi 8,65 meter. Di Langgeng, tubuh David dipajang hanya sebatas pinggang ke atas.

Jika di tangan Michelangelo patung telanjang David dianggap sebagai representasi anatomi pria yang sempurna, di tangan Tita David mendapat sentuhan feminin. Tita membungkus seluruh tubuh David dari kaki hingga kepala dengan kain brokat berwarna merah. Kain yang biasa dipakai sebagai kebaya ini bermotifkan bunga dan dedaunan yang makin mencitrakan feminitas David. Cahaya lampu LED di dalam patung kian mencorongkan keanggunan brokat yang akhirnya menguatkan feminitas itu. Tokoh yang berhasil mengalahkan raksasa Goliath ini seakan diluruhkan imaji maskulinitasnya.

Pada tayangan video dokumentasinya, Tita menuturkan bahwa ia memang ingin memfemininkan David, setelah menimbang-nimbang apakah karya yang akan dipilihnya David atau The Thinker karya Rodin. KeinginaKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINInnya ini berangkat dari pemahaman strukturalnya tentang tubuh dan tentang sistem patriarkal yang berlaku, pemahaman yang juga muncul pada karya-karya Tita sebelumnya.

Tita menjelaskan panjang lebar bahwa patung David menjadi kompleks karena ketelanjangan tubuhnya. Dalam wacana masyarakat tubuh berbahaya bagi keselamatan moral, hal ini juga mengancam bagian tubuh itu sendiri. Brokat bersifat licin sehingga membayangkan ketelanjangan. Tubuh David telanjang dan terperangkap dalam brokat. Cahaya lampu dari dalam menonjolkan brokatnya, tubuh David lenyap dan kemudian brokat pun membentuk tubuh David.

Pada praktiknya, Tita dan timnya berhasil menyelubungi tubuh David dengan brokat sekaligus mencerminkan lekukan anatomis David yang merupakan karya masterpiece pada masa renaisans (1501-1504). Karya Michelangelo yang aslinya telanjang ini dianggap karya abadi yang memadukan kesan kekuatan dan keindahKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIan.

Agak senada dengan Tita, S. Teddy Darmawan menciptakan tank yang feminin. Karyanya, ‘Love Tank’, adalah tiga buah tank yang ditumpuk. Aslinya, saat dipamerkan di di National Museum of Singapore tumpukannya terdiri dari tujuh buah tank. Ukuran tank yang semakin ke atas semakin kecil bukan sekadar persoalan keseimbangan geometris tapi mencitrakan bentukan candi. Karenanya karya ini juga disebut sebagai ‘Temple’. Citraan candi ini di satu sisi bisa berantagonis dengan citraan kekerasan dan pembunuhan tank yang selama ini dikenal, tapi di sisi lain bisa sejalan sebagai sikap pemujaan. Tapi saat Teddy mewarnai tanknya dengan pink plus motif bunga-bunga dan membentuk hati pada ujung larasnya, tak lain dan tak bukan, kekerasan tank pun diKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIlembutkan, maskulinitasnya difemininkan, yang selaras dengan judulnya.

Ukuran karya-karya ini jadi kontras dibandingkan dengan karya Faisal Habibi ‘Untitled’ dan Kanwa Adikusumah ‘Lost Soul’ yang berukuran supermini. Faisal membuat replika alat-alat pertukangan yakni gergaji, palu, gunting, sedangkan Kanwa membuat kumpulan banyak orang yang lekukannya sedikit mengingatkan pada patung-patung totem. Meski amat kecil karya Faisal masih bisa dinikmati dengan mata telanjang. Namun tiga kelompok karya Kanwa ini membutuhkan kaca pembesar untuk menikmatinya. Dengan begitu terlihatlah orang-orang dalam beragam gaya yang tenggelam dalam dirinya sendiri. Suasana murung dan mistis terasa di sini. Tanpa kaca pembesar karya-karya Kanwa cuma tampak seperti potongan kayu sebesar tusuk gigi yang rompal.

Karya berukuran kecil lainnya adalah karya Narpati AwKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIangga ‘Mengapa Orang Kuat?’ dan ‘Itil Payung’, yang berupa karya digital berukuran 1.8 inchi dengan 160 x 120 pixel. ‘Mengapa’ yang pernah dipamerkan dalam tajuk OK Video Comedy di Galeri Nasional ini ringan dan kocak meski cenderung jadi black comedy.

Karya Narpati lainnya adalah komik digital dalam boks neon berjudul ‘Samsudin’. Panel berjumlah 44 buah berukuran 8 x 6,5 cm ini berupa gambar bercorak pixel yang sebagiannya repetitif dan monoton. Dinamika dibangun oleh teks narasi di sisi gambar yang nakal, jahil dan kreatif. Mungkin teksnya bisa digolongkan sebagai seni tersendiri yang lebih klop sebagai seni menulis ketimbang seni visual. Lompatan-lompatan diksi yang bertumpu pada kemiripan bunyi atau elemen lainnya menghasilkan narasi yang nyeleneh, seenaknya, tidak nyambung secara semantik tapi bisa diterka benang merahnya.

Misalnya, naraKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIsi seperti ini: “ketika TVRI programa 2 masih berjaya, samsudin tidak ada di rumah. begitu menyesalnya samsudin sehingga ayah bertanya ibu menjawab.”, ”walaupun demikian, samsudin tetap setia kepada pacarnya. sayangnya samsudin belum punya pacar. akhirnya samsudin ikut kursus. tetapi kursus berbeda dengan kurus. sehingga kucing kursus mandi di papan samsudin tidak jadi kursus.”, ”banyak yang menanyakan kabar samsudin di supermarket terdekat di kota anda, tetapi samsudin lantas menanyakan apa kabar sayangku kabar baik.”, ”yang mengetahui itu adalah profesor umar tetangga siapa dan jika anda ingin guru ke rumah 8294238, tidak boleh begitu ya.”

Karya-karya Narpati menjadi satu-satunya yang ”ringan” dibanding karya-karya lainnya. Karya Wiyoga Muhardanto ‘A Space Formerly Known as a Graveyard’ meski simpel tapi mencekam. Karya berukuran 100 x 151 x 60 cm ini berupa nisan yang diposisikan terbalik dan dilekatkan di langit-langit, menjelma jadi neon sign yang memendarkan cahaya putih dari dalamnya. Masuk ke dalam ruangan sempit yang serba hitam, karya alumni jurusan patung ITB ini seperti menyeruak dKUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINIari bentuk simpelnya, berangkat dari imaji magis nisan, mengembangkan persuasi suasana yang, terus terang, memerindingkan saya.

Dua karya Baihaqi Hasan masing-masing berupa serigala buas yang siap menyerang, lengkap dengan rahang menganga dan taring yang tajam. Yang menarik melalui teknis sederhana, pada kedua mata serigala masing-masing dipancang lampu neon yang dilekatkan di cermin di hadapannya sehingga tercipta efek optikal seakan mata serigala memancarkan dua leret sinar putih. Bisa dikatakan, realisme dibentuk oleh imitasi bentuk dan ukuran karya 310 x 110 x 160 cm dan 280 x 190 x 120 cm. Sedangkan kefiksiannya yang mengundang imaji superioritas dibentuk oleh batang lampu neon dan cermin tadi.

Perupa Eddi Prabandono juga ikut berpartisipasi. Karya Eddi ’Luz #3: Membangun Etos’ pernah dipamerkan di SigiArts Jakarta dengan ukuran raksasa 400 x 400 x 300 cm. Sedangkan di Langgeng, karyanya lebih merupakan puing-puing yang dilengkapi video proses penciptaan karya ini.KUOTA! KUOTA! KUOTA! , YANG GIGANTIK DAN YANG MINI Kalau boleh diberi makna, yang tertinggal adalah ketidakabadian.

Menurut kurator Hendro Wiyanto, representasi karya-karya raksasa dan mini dalam pameran ini merupakan pemicu bagi kesadaran persepsi kita untuk merespon budaya visual kontemporer.

Pameran berjudul ‘Kuota! Kuota! Kuota!’ yang berakhir pada 7 Mei ini menampilkan karya-karya yang pernah dipamerkan sebelumnya. Pengantar pameran menjelaskan, sebagai sebuah proyek, Langgeng Art Foundation (LAF) mempertimbangkan “pameran dari pameran”, dan membuat presentasi dan praktik wacana yang berbeda dengan pameran aslinya.

Pameran ini merupakan bagian dari serial pameran Kuota! yang diselenggarakan oleh LAF dan selalu dikuratori Hendro Wiyanto, salah satu dewan pembina LAF. Serial pameran ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005, lantas diadakan pada tahun 2007, dan yang ketiga kalinya pada tahun ini.

Pengantar pameran menjelaskan bahwa Kuota! mengambil pendekatan ‘flashback’ pada aktivitas seni rupa di Indonesia baik pameran maupun proses berkarya perupanya. Tidak semata mengenang atau mengingat masa lalu, Kuota! juga memiliki gagasan untuk memilih dan mengepankan karya seni tertentu.

barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta