Judul : Werdining Tatacara sarta Ubarampe Penganten Adat Jawi
Penulis : KP. Suwardjoko Proboadinegoro Warpani
Penerbit : Kepel Press, 2011, Yogyakarta
Bahasa : Jawahalus / Jawakrama inggi
Jumlah halaman : xix + 209

Werdining Tatacara sarta Ubarampe Penganten Adat Jawi

Dalam kebudayaan Jawaada kepercayaan bahwa hidup manusia itu melewati tiga tahapan yaitu metu (lahir), manten (menjadi pengantin atau menikah), mati (meninggal dunia). Kelahiran dan kematian adalah rahasia dan kuasa Tuhan, manusia sekadar menjalani. Sedangkan pernikahan (mangun bebrayan palakrami) lahir dari keinginan manusia, dengan harapan apa yang dilakukan manusia selaras dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu jalannya perjodohan kemudian ditata dengan teliti agar kelihatan agung dan indah.

Jalannya upacara serta ubarampe (alat dan barang-barang) yang berhubungan dengan upacara pengantin Jawa, semuanya merupakan perlambang yang tersembunyi dan mempunyai makna sangat tinggi. Misalnya tumbuhan yang hidup subur (beringin, kluwih) bisa dibaca agar bisa menjadi pelindung /pengayom, tebu dibaca anteping kalbu atau keinginan yang sudah mantap. Tumbuhan juga dapat menjadi perlambang permohonan kepada Tuhan agar sang pengantin mendapat keturunan yang baik dan berguna.

Di dalam buku ini penulis, menuliskan jalannya upacara perkawinan sejak awal, lengkap dengan tatacara jalannya upacara, ubarampe yang digunakan, tembang/lagu yang menyertai beserta maknanya. Semuanya diterangkan dengan urut dan jelas satu persatu. Yaitu:

  1. Wilujengan (permohonan kepada Tuhan agar semua berjalan lancar dan selamat).
  2. Pemasangan tarub (tarub=tempat untuk menerima tamu) dan tuwuhan (tumbuh-tumbuhan untuk hiasan di depan pintu).
  3. Cethik geni adang sepisanan (membuat api menanak beras yang pertama kali).
  4. Langkahan (dari kata langkah, nglangkahi=melewati, apabila ada kakak yang belum menikah).
  5. Siraman (tatacara “mandi”yang dilakukan kedua calon pengantin)
  6. Midadareni (malam sebelum paginya dilaksanakan pernikahan)
  7. Tumuruning Kembarmayang (kembarmayang=rangkaian bunga dan daun/ tumbuh-tumbuhan tertentu misal janur= daun kelapa muda, bunga pinang)
  8. Catur Wedha (Catur Weda ini karangan Paku Buwono IV, yang intinya seseorang yang sudah menikah harus sadar kedudukannya sebagai suami atau istri, berbakti kepada orang tua sama dengan kepada mertua, berbakti kepada negara dan berbakti kepada Tuhan)
  9. Bubak Kawah (tatacara apabila baru menikahkan anak untuk pertama kali)
  10. Panggih (dilaksanakan setelah akad nikah)
  11. Tumplak Punjen (tatacara apabila menikahkan anak perempuan yang terakhir kali)
  12. Kirab Penganten

Selain tatacara pengantin, buku ini juga dilengkapi dengan tatacara tradisi lain. Pertama, tingkepan/mitoni (mitoni dari kata pitu=tujuh), yaitu tatacara ketika usia kandungan anak yang pertama kali berusia 7 bulan). Tedhak siten ( tedhak=turun, siten dari siti=tanah, jadi sama dengan turun tanah)yaitu tatacara ketika bayi berusia 7 lapan (7x35 hari) saat pertama kali bayi diajari untuk belajar. Berbagai tatacara tersebut pada dasarnya mempunyai satu tujuan yaitu permohonan kepada Tuhan agar semuanya berjalan lancar dan selamat.

Yang lebih menarik salah satu peralatan yang digunakan yaitu kain batik (sinjang batik) mendapat perhatian khusus. Masyarakat Jawamemang tidak dapat “dipisahkan” dengan batik sejak lahir (bahkan dalam kandungan) sampai meninggal dunia.

Baca yuk ..!

Kusalamani



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta