Judul : Ketika Rakyat Bantul Membela Republik.
Dari Beberapa Sumber dan Pelaku Sejarah
Penyunting : H. Untung Rahardjo, SPd
Penerbit : Yayasan Projotamansari, 2008, Bantul
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xx + 150
Ringkasan isi :

Ketika Rakyat Bantul Membela Republik.

Masa perang kemerdekaan 1945 – 1950 atau Masa Revolusi adalah merupakan salah satu episode penting dalam sejarah Indonesia dan merupakan masa yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan ingatan kolektif masyarakat bangsa Indonesia. 19 Desember 1948, Belanda melakukan agresi militer II yang mereka sebut Aksi Polisionil ke Ibukota RI Yogyakarta. Tujuannya adalah untuk menghancurkan negara RI dan menghapuskan TNI. Menghadapi hal ini pemerintah memutuskan agar seluruh kekuatan TNI yang masih ada di Yogyakarta dipindahkan ke luar kota untuk bergerilya, dipimpin langsung Panglima Besar Jendral Soedirman. Mulai tanggal 19 Desember 1948 itulah dilaksanakan perang gerilya secara total yang dikenal dengan “Doktrin Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta” atau “Perang Rakyat Total”. Seluruh kekuatan perjuangan disebar dan dibagi ke wilayah-wilayah atau yang lebih dikenal dengan nama Wehrkreise untuk memudahkan koordinasi dan perjuangan. Sambil mundur, TNI melakukan gerilya, membumihanguskan dan menghancurkan segala sesuatu yang dapat dipergunakan oleh Belanda terutama obyek penting seperti jembatan. Oleh karena itu ketika Belanda menduduki Yogyakarta selama kurang lebih tiga bulan tidak pernah merasa aman.

Daerah Yogyakarta merupakan wilayah Wehrkreise III, dengan pimpinan Letkol Soeharto. Markasnya ada di dusun Bibis, Bangunharjo, Kasihan Bantul dan dipergunakan sampai 8 April 1949. Untuk memudahkan konsolidasi dibagi menjadi beberapa Sub Wehrkreise (SWK). Daerah Bantul merupakan SWK 102 yang bermarkas di Pandak dengan komandan Mayor Sardjono, merangkap Komandan Batalyon yang membawahi:

  1. Kompi 1, pimpinan Kapten Widodo berada di Krapyak, Dongkelan
  2. Kompi 2, pimpinan Kapten Soedarmo berada di Bakulan
  3. Kompi 3, pimpinan Kapten Ali Affandi berada di Kotagede
  4. Kompi 4, pimpinan Kapten Soemarno semula di Tamanan, kemudian pindah ke Mail, kemudian pindah lagi ke Bibis Bangunjiwo
  5. Kompi Senjata Bantuan pimpinan Kapten Oesodo.

Pada waktu Serangan Oemoem, 1 Maret 1949 SWK 102 bergerak dari masing-masing pangkalannya ke utara bagian selatan. Dari pinggir kota pasukan bergerak melalui terowongan saluran air untuk memasuki kompleks kraton melalui Gading-Alun-alun Selatan-SD Keputran-Pagelaran-Keben. Dari tempat ini komandan SWK 102 mengendalikan dan memimpin serangan.

Besarnya perjuangan dan pengorbanan rakyat Bantul (baik nyawa maupun harta benda), dapat diketahui antara lain dari adanya medan pertempuran di wilayah Bantul. Titik pertempuran tersebut antara lain Jembatan Bantar, Padokan/Madukismo, Mrisi (Ringin Putih Kasongan), Nyangkringan, Pasar Niten, Krantil, Pelemsewu, Sompok, Kali Putih/Winongo, Niten, Trirengo, Sangkal, Tarudan, Pacar/Sorogenen, Ngoto, Kanggotan, Brajan, Gandok, Jejeran, Pandes/Pleret, Tangsi Bantul (sekarang Polres), Pasar Bantul, Bantulkrajan, Jebugan, Palbapang, Guyengan/Ngepreh, Karangsemut, Barongan, Kweden,Ganjuran, Gesikan, Gunung Sepikul dan Piyungan. Beberapa narasumber menceritakan antara lain peristiwa di:

  1. Mrisi/Tirtonirmolo
    Karena jembatan Winongo dibumihanguskan, maka lalu lintas Belanda dari kota ke Bantul dan sebaliknya dialihkan melalui Mrisi. Di daerah inilah sering terjadi kontak senjata. Beberapa kendaraan Belanda terkena ranjau antara Madukismo hingga pertigaan Ringin Kasongan.
  2. Wonokromo
    Pasukan Belanda yang bermaksud menggrebeg pertahanan TNI mendapat perlawanan keras sehingga dari pihak Belanda banyak jatuh korban. Belanda mundur sambil menembaki orang di jalan untuk melampiaskan kekecewaannya.
  3. Tangsi Polisi Bantul
    Adalah pos pasukan Belanda di Bantul. Gerilyawan RI sering memancing serangan mendadak dan setelah memperoleh senjata lari bersembunyi. Banyak senjata rampasan berhasil dibawa ke luar kota, biasanya melalui bawah tebing sungai Winongo Kecil, hingga berhenti di persawahan (sekarang Lapangan Dwiwindu)
  4. Karangsemut
    Seorang perwira TNI gugur dalam penghadangan konvoi Belanda.
  5. Gesikan
    Belanda berusaha merebut pabrik gula Gesikan tetapi gagal akibat perlawanan yang gigih. Korban seorang prajurit RI gugur.
  6. Niten (Trirenggo)
    Iringan pasukan Belanda terkena ranjau. Sore harinya Belanda mengadakan pembersihan, beberapa laki-laki rakyat biasa ditembak dan seorang gerilyawan tertembak di dekat lubang persembunyian.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta