Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Seni Lukis Batik Indonesia. Batik Klasik sampai Kontemporer

21 Jan 2009 11:58:00

Perpustakaan

Judul : Seni Lukis Batik Indonesia. Batik Klasik sampai Kontemporer
Penulis : Prof. Soedarso Sp., MA
Penerbit : Taman Budaya Yogyakarta + IKIP Yogyakarta, 1998, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : iii + 134
Ringkasan isi :

Batik adalah warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sangat bernilai dan terkenal. Batik warisan nenek moyang ini merupakan salah satu tanda jati diri bangsa Indonesia karena memiliki ciri khas yang berbeda dengan batik-batik lain yang pernah ada. Batik selalu menempuh perjalanan kebudayaan untuk masa kini dan masa depan bangsa Indonesia. Buku yang mengulas batik ini diterbitkan bersamaan dengan Pameran Canting Emas IV yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta bekerja sama dengan IKIP Yogyakarta, berisi tulisan beberapa orang.

Prof. Soedarso Sp., MA., mengatakan bahwa seni lukis batik berawal dari seni batik yang sudah amat tua usianya. Tidak ada seorangpun yang tahu pasti kapan dan di mana orang mulai menggunakan malam atau paraffin atau bahkan lumpur untuk menutup pori-pori kain yang menjadikannya tidak terkena warna pada waktu kain dicelupkan ke dalamnya. Walaupun asal dan riwayatnya kurang jelas, tetapi jelas bahwa sudah sejak lama seni batik sangat erat hubungannya dengan masyarakat Indonesia. Agama Buda, Hindu dan Islam berpengaruh banyak pada perkembangan seni batik khususnya dalam hal perkembangan motif. Misal motif bunga dan daun teratai adalah pengaruh Buda dan Hindu, sedang motif-motif geometris, tumbuhan adalah pengaruh Islam.

Pada pertengahan abad XIX ada penemuan baru yang membawa perubahan besar dalam dunia batik yaitu diketemukannya “cap” untuk mempercepat pembuatan batik. Adanya batik cap ini menimbulkan terdapatnya dua jenis batik yang dapat dikatakan menjadi batik seni dan disain batik. Ada batik tulis yang sepenuhnya dibuat tangan manusia mengejar keindahan dan kehalusan sehingga menuntut untuk disebut seni dan ada batik cap yang berkiblat pada kecepatan produksi sehingga banyak pekerjaan produksi yang diserahkan kepada mesin. Dalam perkembangannya batik tidak hanya untuk berkain tetapi juga untuk kemeja, rok bahkan alas meja, bungkus album dan lain-lain. Perubahan fungsi ini membuat batik makin berkibar bahkan sampai luar negeri.

Kelahiran seni lukis batik sendiri yaitu penggunaan teknik batik untuk medium ekspresi mengalami jatuh bangun. Ada yang mengatakan bahwa seni lukis batik adalah seni lukis yang menggunakan teknik batik, yaitu teknik dua dimensional yang dalam mendapatkan bentuk atau warna dilakukan dengan jalan menutup dengan lilin bagian-bagian yang tidak dikehendaki terkena warna dan kemudian mencelupkan ke dalam warna yang dikehendaki atau dapat disingkat dengan seni lukis dengan teknik tutup-celup. Ada juga yang mengartikan seni lukis batik adalah seni lukis yang menggunakan motif-motif batik sebagai unsur-unsur bentuknya atau dengan kata lain seni lukis batik adalah komposisi baru dari motif-motif batik seperti lar, parang, jlamprang dan lain-lain.

Suwarno Wisetrotomo meengatakan, ketika seni batik memasuki ruang “estetika baru” yang disebut seni lukis batik seolah ia lepas dari penjara. Seni lukis batik sebagai hasil pencarian “estetika baru” dari seni batik, memberikan ruang makna dan tafsir yang lebih luas bahkan multi makna dan multi tafsir. Sebagai karya seni yang terbebas dari “fungsi semata-mata”, mengarah sebagai bahasa ekspresi, sebagai representasi dari obyek-obyek maupun abstraksi atas obyek-obyek dan kesemuanya mengisyaratkan suatu eksplorasi estetik.

Tahun 1970-an adalah titik kulminasi lahirnya karya-karya seni lukis batik dari beberapa pelukis dengan berbagai corak. Secara garis besar terdapat tiga kecenderungan motif (yang dapat pula dilihat sebagi tema). Pertama motif/tema wayang dan model primitif misal karya Bagong Kussudiardjo, Widayat. Kedua motif/tema manusia dan kehidupan sehari-hari misal karya Abas Alibasyah dan Mahyar. Ketiga karya-karya yang bertema abstraksi, citra yang dominan adalah spirit pelukis untuk berekspresi secara total misal karya Mustika. Seni lukis batik yang terus bergerak dalam eskperimentasi dan eksplorasi menghadirkan apa yang disebut seni batik kontemporer, tetap dengan spirit petualangan kreatif.

Ardiyanto mengatakan, kain batik mempunyai tempat khusus di dunia per-fibre-an. Ardiyanto menggunakan istilah fibre sebab batik sendiri dibuat di atas katun atau silk fibre. Batik bersifat universal, merupakan seni tekstil yang fleksibel, yang sangat mudah menghantarkannya pada seni interior, fashion (pakaian) atau bagian dari seni lukis sendiri. Tentunya melalui pengalaman yang panjang. Hal yang harus dijaga agar tetap berkembang dan bernilai tinggi adalah kualitas.

Amri Yahya mengatakan, batik sebagai salah satu hasil kesenian dengan nilai-nilai khas masyarakat Indonesia membutuhkan cara penanganan tersendiri. Jangan sampai jati diri dan makna batik yang filosofis menjadi terabaikan oleh kebutuhan batik sebagai cindera mata.

Sp Gustami mengatakan, nilai keabadian merupakan hal penting dalam suatu karya seni. Suatu nilai yang layak diperjuangkan para seniman sehingga hasil karyanya mampu menerobos jaman. Seni batik tradisional sendiri mengalami pasang surut oleh perubahan jaman tetapi adalah suatu kenyataan bahwa seni batik tradisional tetap memiliki konsumen tersendiri, memiliki daerah pemasaran yang tak kunjung usai. Agar nilai keabadian seni lukis batik tetap bertahan perlu dilakukan penelitian yang mendalam menyangkut bahan dan teknis lukis batik, serta kesadaran di kalangan seniman batik ditingkatkan agar tercipta karya seni yang berkualitas dari segi fisik mau pun non fisik.

Suparman, S.Teks., mengatakan seni batik di setiap daerah mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing baik dalam ragam hias (disain) maupun tata warnanya dan dipengaruhi oleh letak geografis dan adat-istiadat setempat. Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan “resist dyes techniques” (teknik celup rintang) yang semula dikerjakan dengan cara ikat-celup motif yang sederhana, kemudian menggunakan zat perintang warna. Pada mulanya sebagai zat perintang digunakan bubur ketan, setelah itu ditemukan zat perintang dari malam (lilin) tawon (bees wax) yang makin lama susunannya makin disempurnakan. Zat warna yang digunakan pada mulanya zat warna alam yaitu ekstrak daun nila (indigo fera) kemudian ditemukan warna-warna lain seperti zat warna dari daun teh, gambir, akar mengkudu dan sebagainya. Sedangkan zat warna buatan setelah ditemukan antara lain indigosol, soga, naphtol dan lain-lain. Sebagai alat pembatikan mula-mula menggunakan bambu, kemudian ditemukan canting dan akhirnya cap dari tembaga. Dalam pembatikan akhirnya juga dikenal system melukis batik dengan kuas dan hasilnya disebut “batik gaya bebas” atau “batik lukis/ painting”.

Perawatan batik adalah upaya agar batik dapat bertahan sesuai fungsinya dalam jangka “lama”. Pencucian batik secara tradisional dapat dilaksanakan dengan merendam dalam larutan lerak. Apabila memakai sabun sebaiknya yang lunak (kadar sodium rendah), setelah itu dijemur dengan cara diangin-anginkan jangan terkena sinar matahari langsung.

Kuswadji Kawindrasusanta mengatakan, istilah batik lahir setelah ditemukan canting dan teknik lilin kira-kira setelah jaman Kartasura. Sebelum lahir canting dan teknik lilin orang belum menamakan batik tetapi motif batik sudah ada. Motif-motif ini makin disempurnakan dengan berbagai variasi setelah ditemukan canting dan lilin. Misal motif-motif batik tradisional di Yogyakarta yang sangat banyak dan masing-masing-masing mempunyai makna tersendiri. Sebagai contoh motif bango-tulak, terdiri dua warna hitam dan putih di tengahnya, mempunyai makna menyingkirkan bahaya atau penyakit agar pemakainya selamat dalam hidupnya. Motif tritik, dibuat dengan cara dijahit sesuai dengan motif yang dikehendaki baru dicelup pada warna. Setelah kering benang diambil dan terdapatlah bekas-bekas jahitan tadi yang berwarna putih. Motif tritik biasanya dipakai sebagai sesaji.

Motif batik kreasi baru adalah sebagai usaha seniman seni rupa dengan pihak-pihak yang bergerak khusus dalam perbatikan. Di sini dimungkinkan ditemukan motif-motif kreasi baru karena ditemukan alat dan bahan yang lebih baru.

Teks : Kusalamani



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta