Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Gusti Ora Sare. 65 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa

18 Dec 2006 08:59:00

Perpustakaan

Judul : Gusti Ora Sare. 65 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa
Penulis : Pardi Suratno, Henniy Astiyanto
Penerbit : Adiwacana, 2005, Yogyakarta
Halaman : XXXI + 264
Ringkasan Isi :

Dalam masyarakat Jawa terdapat banyak ungkapan-ungkapan yang merupakan nilai-nilai kearifan serta menjadi tolok ukur dalam berpikir, berbicara dan bertindak bagi masyarakat Jawa. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung makna sangat luas yang menjadi acuan atau pedoman agar manusia dapat menjaga diri, menjaga keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan sesama manusia, alam sekitar dan dengan yang Maha Kuasa. Masyarakat Jawa mempunyai kepercayaan bahwa seseorang akan menuai atau memperoleh akibat dari apa yang telah diperbuatnya atau ngundhuh wohing pakarti. Bahkan mereka percaya akibat tersebut tidak hanya yang bersangkutan yang akan menerima tetapi bisa anak atau cucunya (keturunannya). Oleh karena itu sangat dianjurkan agar seseorang selalu berbuat baik agar memperoleh akibat yang baik pula. Bila bukan dia yang memperoleh “imbalannya” mungkin anak atau cucunya kelak yang akan menerima.

Ungkapan-ungkapan tersebut sering digunakan sebagai alat pendididikan atau mendidik (terutama budi pekerti) dari generasi yang lebih tua kepada generasi di bawahnya misal orang tua kepada anaknya. Karena ungkapan itu hanya singkat padahal bila dijabarkan bisa sangat luas mau tidak mau seseorang harus berpikir untuk mengerti makna ungkapan tersebut. Jadi bisa mendidik seseorang untuk selalu belajar dan berpikir.

Sayangnya dari masa ke masa hal tersebut makin “dilupakan” karena dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu penulisan ungkapan yang merupakan nilai kearifan budaya Jawa dalam bentuk buku ini sangat tepat. Pertama untuk pelestarian ungkapan itu sendiri dan untuk mengenalkan pada generasi yang akan datang. Kedua dalam bentuk buku tentunya lebih mudah dipelajari sehingga dapat membantu “menciptakan” moral yang lebih baik. Penjabaran artinya tentu saja dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan sesuai jaman.

Contohnya jujur bakal mujur (jujur akan bahagia). Bahagia bagi masyarakat Jawa tidak hanya dalam arti fisik/materi, tetapi bisa pula batin atau religius. Memang dalam kenyataan ada orang yang jujur tetapi justru ajur (hancur), sedang yang tidak jujur mendapat untung misal koruptor yang dibebaskan sebagai kambing hitam ia menuduh orang lain. Tetapi keuntungan ini hanya bersifat materi / duniawi hatinya pasti tidak tenang. Bagaimanapun juga kejujuran akan mendatangkan ketenangan batin dan tidak merasa bersalah.

Kegedhen empyak kurang cagak (terlalu besar/berat atap daripada tiang). Rumah dengan atap yang besar/berat padahal tiang penyangganya tidak sesuai tentu saja dapat roboh. Ungkapan ini mengandung makna agar seseorang memiliki rencana dan keinginan sesuai dengan kemampuan. Kemampuan itu dapat berupa keuangan, pikiran atau pun semangat. Tetapi bukan berarti hal ini memperlemah keinginan seseorang. Orang Jawa mengatakan urip samadya (hidup sesuai kemampuan) tanpa menghilangkan semangat untuk maju. Yang penting realitas.

Ungkapan-ungkapan yang lain misalnya anak polah bapa kepradhah (segala hal mengenai anak adalah tanggung jawab orangtua), eling sangkan paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup sebagai manusia), emban cindhe emban siladan (mengendong dengan kain mengendong dengan sisa rautan bambu = orang yang pilih kasih dalam memperlakukan orang lain), wani ngalah luhur wekasane (berani mengalah akhirnya mendapat keluhuran). Dan masih banyak lagi yang ditulis dan dijabarkan dengan bahasa yang sederhana, ringkas dan mudah dipelajari dalam buku ini.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta