LONG-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-74)
Setiap menjelang bulan Puasa, anak-anak masyarakat Jawa menyambutnya dengan senang hati. Berarti saat untuk bermain long atau long-longan sudah tiba. Hampir merata di berbagai daerah di Jawa, anak-anak akan selalu melakukan hal yang sama menjelang datangnya bulan Puasa, yakni membuat long. Daerah lain kadang menamakannya dengan istilah lodong. Keduanya menyebut dolanan yang sama, yakni dolanan yang dibuat semacam meriam, terbuat dari bambu. Kelihatannya, munculnya dolanan ini terinspirasi oleh meriam yang dipakai Belanda saat penjajahan tempo dulu. Jenis dolanan ini ternyata juga sudah terekam di kamus Baoesastra Djawa karangan WJS. Purwadarminta (1939). Dalam kamus itu pada halaman 282 dijelaskan bahwa long berarti “mercon besar”.
Dolanan ini identik dengan dolanan anak laki-laki. Sangat jarang anak perempuan ikut bermain, karena mengandung risiko besar. Selain itu, biasanya anak perempuan dilarang oleh orang tua mereka karena dianggap tidak pantas memainkannya. Anak laki-laki yang memainkan biasa berumur antara 10—15 tahun. Mereka dianggap sudah mampu untuk membuat bahan mainan sendiri dan menjaga diri-sendiri dari risiko. Memang mainan ini lebih menekankan kreativitas anak-anak untuk menciptakan mainan dan dolanan ini hanya bersifat hiburan (kesenangan) semata, tanpa ada unsur kompetitif.
Pada awal tahun 1980-an atau bahkan tahun-tahun sebelumnya, anak-anak Jawa sering memainkan dolanan long-longan ini, baik waktu pagi, siang, atau malam hari. Umumnya, dulu menjelang Puasa, sekolah libur hampir sebulan penuh. Maka waktu longgar itu, selain sebagian dipakai oleh anak untuk ikut mengaji, sebagian anak lagi mengisinya dengan bermain long di waktu senggang. Tempat bermain biasanya di kebun jauh dari rumah. Alasannya agar suara yang ditimbulkan tidak mengganggu tetangga di kanan kiri rumah.
Bahan dolanan long berasal dari bambu yang banyak tumbuh di sekitar rumah. Biasanya bambu yang dipilih adalah bambu ori, petung, atau sejenisnya yang kulitnya lebih tebal. Sangat jarang anak-anak memilih bambu apus, karena kulitnya tipis sehingga mudah pecah. Biasanya anak-anak mencari secara berombongan antara 2 hingga 4 atau 5 orang. Bambu yang dipilih agar berkualitas bagus harus yang sudah tua dan diambil yang paling pangkal, karena mempunyai kekuatan dan ketebalan lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian ujung. Mereka bisa langsung menebangnya dari rumpun bambu kemudian dipotong lagi sepanjang sekitar 1—1,5 meter. Langkah selanjutnya dikeringkan sekitar 1 hingga 2 minggu. Maka penebangan dan pemotongan bambu biasanya dilakukan jauh-jauh hari sebelum menjelang datangnya bulan Puasa.
Langkah selanjutnya, ruas-ruas bambu dari ujung dilubangi pakai linggis, kecuali ruas paling pangkal. Sebaiknya ruas-ruas itu dilubangi agak besar, agar suara yang dihasilkan bisa besar. Langkah melubangi ini juga bisa dilakukan setelah pemotongan dan sebelum dikeringkan. Cara mencari bambu untuk long juga bisa dengan cara memanfaatkan bambu bekas dari bangunan atau pagar yang sudah tidak dipakai.
bersambung
Suwandi
Sumber: 33 Permainan Tradisional yang Mendidik, Dani Wardani, 2010, Yogyakarta: Cakrawala; Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV, Pengamatan dan Pengalaman Pribadi
Artikel Lainnya :
- Pasar Desa di Jawa Tahun 1930-an(18/12)
- Denmas Bekel(20/10)
- WISATAWAN DI KRATON YOGYA(27/06)
- 3 Juli 2010, Kabar Anyar - SISI GELAP KRISNA WIDIATHAMA(03/07)
- Wuku Watugunung(14/04)
- Busana Jawa Kuna(24/10)
- Siti karo Samet. Jilid 2(24/05)
- PESANGGRAHAN PAKU ALAMAN(09/02)
- DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(02/08)
- Gemi, Nastiti, Ngati-ati(17/04)