- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
»Sagio, Membuat Wayang Karena Cinta
22 Nov 2011 11:17:00Sosok seniman wayang kulit gaya Yogyakarta yang cukup handa salah satunya adalah Sagio. Tak banyak pengrajin wayang kulit gaya Yogyakarta yang saat ini masih produktif berkarya. Membuat wayang bukan untuk berbisnis semata, melainkan karena kecintaannya kepada seni wayang khususnya wayang kulit. Ada yang lebih menarik lagi, hingga usianya yang sudah menginjak 60 tahun, lelaki ini masih aktif berkarya. Di Rempat bernama Griya Ukir Wayang Sagio, master Wayang ini berkarya dan menjual masterpiece buatannya itu.
Sagio dikenal seniman pembuat wayang kulit gaya Yogyakarta. Seniman yang mampu membuat wayang kulit dari mulai menggambar, mengukir dan mewarnai wayang kulit. Tak hanya itu, dia juga hafal tentang semua detail cerita wayang baik dari penokohan dan filosofinya.
Secara fisik wayang gaya Yogyakarta terlihat lebih dinamis, agak terlihat gemuk, cenderung lebih menonjolkan warna emas. Jika dibandingkan dengan wayang gaya Surakarta yang banyak dengan permainan warna, wayang Yogyakarta lebih mempunyai banyak ornamen ukir.
Pada tahun 1974, Sagio memulai usaha membuat wayang di Dusun Gendeng, Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta yang hingga kini di tempat itu masih aktif berproduksi. Karya-karyanya pernah dinikmati oleh beberapa Presiden Indonesia, “Mulai dari Presiden Suharto, Gusdur, dan Megawati itu semua konsumen saya, yang tidak membeli hanya Presiden Habibi dan SBY, ya kan tidak semua orang seneng wayang to. Dulu saya sering mengirim wayang ke Istana, tapi kalau pas sedang ada pameran di Jakarta ya saya yang mampir” katanya sambil tertawa. “
Tim dari Saya ngobrol santai di rumahnya yang sejuk dan terasa bersahabat. Siang itu ada beberapa pengunjung local yang datang dan dengan ramah Sagio menjelaskan mengenai wayang. Sesaat kemudian juga datang beberapa wisatawan asing dari Jepang dan Eropa. Dengan kemampuan bahasa Inggrisnya yang cukup memadahi, Sagio menjelaskan kepada mereka secara runtut mengenai wayang kulit buatannya itu. “Speechless, it’s amazing!” itu kata yang terucap dari turis asal Jepang saat melihat wayang buatan Sagio.
Sang seniman itu tampak sangat segar dan bersemangat dalam menjelaskan karya-karyanya tersebut. Patut disyukuri, tak banyak seniman yang diberi anugrah untuk tetap bisa berkarya di usia tuanya.
Belajar
Membuat wayang dipelajarinya sejak tahun 1963 dari beberapa guru. “Saya belajar dari ayah saya namanya Djaya Perwita kemudian dengan Pak Pujo, dan dengan Pak Bundhu. Nah Pak Bundhu itu adalah seorang ahli ukir wayang Kraton Yogyakarta jaman Sultan HB IX” katanya sambil mengenang.
Semua gurunya itu sudah meninggal dunia. “Saya sempat sangat terpukul pada saat pak Bundhu meninggal karena saya belum merasa tuntas mempelajari wayang tapi kok dia sudah meninggal. Lalu dengan siapa lagi saya harus belajar wayang”. Setelah itu sagio mulai berpikir bagaimana dia bisa mempelajari wayang. Akhirnya masuklah dia ke Kraton menjadi seorangAbdi Dalem. Di sana dia bertanggung jawab untuk wayang kerajaan. Di sana sagio bebas melihat dan mempelajari segala hal tentang wayang, khususnya gaya Kraton Yogyakarta.
Belajar membuat wayang tak dilakoninya kerena semata-mata untuk berbisnis. Sejak awal dia sangat tertarik dan akhirnya menyukainya. “Sampai sekarang saya hobi, kalau suruh menggambar wayang, seharian pun saya betah”.
Sang maestro pernah punya banyak karyawan. Semua karyawan ia ajari mengenai detail pembuatan wayang. Itu berarti secara tak langsung ia mempunyai murid dalam pembuatan wayang. Kini banyak karyawannya yang keluar dan membuat sendiri usaha pembuatan wayang. Sayangnya, anak-anak dari sang seniman ini tak ada yang menyukai dan mewarisi kemampuannya dalam membuat wayang.
Workshop
Bagi siapa saja yang ingin belajar mengenai pembuatan wayang, bisa datang ke griya ukir wayang milik Sagio. Di sana kita akan diajari cara pembuatan wayang kulit maupun kerajinan ukir dari kulit lainnya. Dengan biaya seratus ribu rupiah per hari untuk dewasa dan lima puluh ribu per hari untuk anak-anak, kita akan mendapatkan bahan baku, diajarkan cara pembuatan dan bisa membawa pulang hasil karya kita.
Sagio cukup terbuka dan akan sangat senang jika ada orang yang mau untuk belajar pembuatan wayang kulit. “Jangan sampai anak-anak muda kita tidak mengenal seni budaya kita”. Sampai saat ini banyak anak-anak sekolah hingga wisatawan asing belajar padanya.
Kecintaan terhadap wayang
Berikut ini sepenggal wawancara saya kepada Sagio
Saya : “Mengapa anda masih tetap bisa bertahan berkarya dalam bidang wayang, padahal banyak yang sudah tidak menyukai wayang?”
Sagio : “Membuat wayang tidak sekedar bisnis kok, saya itu sangat suka sama wayang. Saya sudah janji dengan diri sendiri akan suka sama wayang khususnya gaya Yogyakarta. Entah laku atau tidak pokoknya selama saya masih hidup ya saya akan berkarya dan akan tetap mempertahankan wayang Gaya Yogyakarta.”
Saya : “Apa yang menjadi kekuatan griya ukir wayang Sagio?”
Sagio : “ “Saya membuat wayang selalu mengikuti aturan atau sesuaipakem. Dan tidak banyak seniman pengrajin wayang yang menguasaipakemitu, ya itulah kekuatan saya”.
Baginya, uang tidaklah penting. Selama ia sudah bisa makan dan membiayai kebutuhan hidup sehari hari sudah cukup. Ia tak mengejar kekayaan dari membuat wayang.
Kerena ilmunya yang tinggi dalam pembuatan wayang gaya Yogyakarta, ia telah membuat dua buku. Pertama ia membuat buku tentang teknik pembuatan wayang dan buku yang kedua adalah mengenai cerita wayang dan penokohannya. Sebelumnya belum pernah ada yang menulis buku tentang wayang, khususnya gaya Yogyakarta. “Kalau buku tentang wayang gaya Surakarta sudah banyak, kalau buku tentang wayang Gaya Yogyakarta ya baru saya” ujar lelaki yang suka dengan tokoh Hanoman ini.
Keinginannya sangat kuat untuk membagikan ilmunya tentang wayang. “Kalau ada yang membiayai, saya akan membuat buku tentang wayang dengan sangat lengkap kok mas, sayangnya sampai sekarang belum ada yang mau membiayai”, tutur seniman yang pernah menerima penghargaan Upakarti pada tahun 1990 ini.Inunk Nastiti
Penulis Artikel :inunk nastiti
Pekerjaan :Editor
Email :[email protected]
Artikel Lainnya :
- Pangeran Prangwedono, Kolonel Kepala Legiun Mangkunegaran(21/11)
- Priadi, Kembali Ke Jalan Hidup(16/10)
- RAMUAN JAMU CEKOK KULON KERKOP YOGYAKARTA, SUDAH EKSIS SEJAK 1875(01/01)
- Eksotika Omah Kampung(12/07)
SENI SONO 1915 DAN SENI SONO 2002(17/10) - 27 Januari 2011, Kabar Anyar - SAWAH TUMBUH RUMAH (27/01)
- 22 Februari 2010, Klangenan - TUGU JOGJA(22/02)
- AYAM PANGGANG 3 BERKU(23/08)
- DUSUN TANJUNG, SLEMAN: SENTRA TEKLEK JOGJA(03/02)
- Jalan Menuju Tuhan(29/03)