Wayang Klitik yang Nyaris Musnah

15 Dec 2015

Apa yang disajikan dalam foto ini setidaknya bisa “bercerita” tentang salah satu seni pertunjukan tradisional Jawa. Bagaimanapun apa yang dilakukan fotografer ini memberikan andil bagi rekam jejak kesenian tersebut.

Berikut ini adalah foto tentang wayang klitik, yaitu wayang yang dibuat dari bahan kayu yang berbentuk pipih seperti wayang kulit. Tampaknya foto merupakan perekaman atas sebuah seni pertunjukan wayang; yang sayangnya oleh si pembuat foto tidak diberi caption atau keterangan. Padahal jelas yang ditangkapbekukan oleh lensa kamera adalah wayang klitik.

Jika pun tangkapan kamera foto atas gambar ini dimaksudkan sebagai sebuah gambaran tentang seni pertunjukan live, maka apa yang dimaksudkan oleh fotografer menunjukkan kejanggalan. Pasalnya pertunjukan seni wayang klitik ini memerlukan gedebog (batang pohon pisang) sebagai media untk membentangkan layar (kelir) dan media menancapkan gapit (tangkai) wayang sekaligus media untuk menyimping (menata susun wayang di sisi kanan dan kiri kelir).

Tampak dalam foto media gedebog itu tidak ada. Sebagai ganti gedebog adalah kayu yang dilubangi. Kayu memang dapat digunakan untuk menata wayang seperti gedebog. Akan tetapi elastisitas, kelunakan, dan kedinamisan gedebog tidak tergantikan oleh kayu yang bersifat statis dan keras. Selain kejanggalan itu, kejanggalan lain yang dapat dijumpai dalam foto tersebut adalah tidak adanya kotak wayang dan eblek (tempat menyusun/meletakkan wayang berupa anyaman bambu dilapis kain) yang digunakan setelah/sebelum wayang dimainkan di depan kelir.

Kejanggalan lain adalah tata susun pengrawit yang sangat dekat dengan dalangnya. Sementara dalam pertunjukan wayang yang sesungguhnya susunan pengrawit umumnya berjarak dengan sang dalang. Jarak ata ruang yang ada di antara mereka umumnya digunakan untuk meletakkan kotak wayang dan eblek.

Hal kurang lazim lainnya adalah tidak ada lampu blencong yang biasanya ditempatkan di bagian belakang atas dari tubuh dalang. Blencong selalu dihadirkan dalam pertunjukan wayang kulit, klitik, maupun beber. Fungsi lampu blencong bukan semata-mata untuk menerangi suasana, namun juga sebagai simbol kehidupan, hal yang menerangi jagat raya. Jika blencong dimatikan (mati) maka pertunjukan wayang umumnya telah dinyatakan selesai. Blencong yang telah dimatikan nyalanya juga sebagai simbol bahwa kehidupan tengah berhenti (istirahat) atau bahkan usai.

Lepas dari segala hal yang janggal itu, apa yang dilakukan fotografer KT. Satake, dalam buku Camera Beelden van Sumatra, Java, & Bali, terbitan Middlesbrough: Hood & Co. Ltd, tahun 1930, menunjukkan komitmennya yang kuat untuk merekam jejak seni pertunjukan tradisional di Jawa. Barangkali pada tahun-tahun 1930-an memang masih ada pertunjukan wayang klitik (yang barangkali juga mulai langka) sehingga keberadaannya perlu didokumentasikan sebelum telanjur musnah. Apa yang disajikan dalam foto ini setidaknya bisa “bercerita” tentang salah satu seni pertunjukan tradisional Jawa. Bagaimanapun apa yang dilakukan fotografer ini memberikan andil bagi rekam jejak kesenian tersebut, terlepas dari segala urusan artistik fotografi dengan segala macam rekayasanya.

asartono

EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-12-15

    Gelaran Pasar Keronc

    Acara ini istimewa, karena dapat menghadirkan suasana baru dalam keroncong, dari keroncong asli hingga kreasi. Diharapkan acara ini digelar rutin... more »
  • 16-12-15

    Mengenalkan Ular Lew

    Sioux adalah organisasi nirlaba yang bergerak dalam konservasi dan studi tentang ular. Mereka berusaha mengubah persepsi negatif masyarakat tentang... more »
  • 16-12-15

    ‘Wajah Perempuan’ Di

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-51 akan diselenggarakan pada Rabu, 23 Desember 2015 pukul 19.30. Satu antologi puisi berjudul “Wajah Perempuan” karya... more »
  • 15-12-15

    Kamus “Baoesastra Dj

    Pembuatan aplikasi bahasa Jawa tersebut dimaksudkan untuk menyasar kaum muda supaya lebih mudah belajar bahasa Jawa. Maklum, kebanyakan anak muda... more »
  • 15-12-15

    Wayang Klitik yang N

    Apa yang disajikan dalam foto ini setidaknya bisa “bercerita” tentang salah satu seni pertunjukan tradisional Jawa. Bagaimanapun apa yang dilakukan... more »
  • 14-12-15

    Malam ini Pembukaan

    Jupri, seorang pelukis dari Pasuruan, Jawa Timur, yang memiliki pengalaman menjadi wartawan media harian, mencoba mengangkat persoalan sosial TKI ke... more »
  • 14-12-15

    Babad Pati, Sejarah

    Babad Pati aslinya ditulis oleh KM Sosrosumarto dan S Dibyosudiro pada tanggal 1 Januari 1925 di daerah Gemolong, Sragen dan Pati, Semarang, Jawa... more »
  • 12-12-15

    Pasar Keroncong Kota

    “Pasar Keroncong Kota Gede” diselenggarakan Sabtu ini, 12 Desember 2015, pukul 16.00-24.00 WIB. Sesuai dengan nama acara, pertunjukan ini akan... more »
  • 12-12-15

    Sanggar Kummis Terba

    Festival Teater Jakarta 2015 sudah berakhir, Sanggar Kummis dari STIE Ahmad Dahlan, Jakarta berhasil menyabet juara pertama kelompok teater terbaik... more »
  • 12-12-15

    Rombongan ACICIS Ant

    Keberhasilan mereka dalam menawar ternyata membawa kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Sekalipun selisih yang didapatkan dari tawar-menawar itu hanya... more »