Mencitakan Sastra Jawa Jadi Sastra Dunia

Author:editorTembi / Date:08-10-2014 / Temu Sastra Jawa Sastra Dunia ini pada akhirnya menghasilkan 18 rumusan yang diusulkan kepada Dinas Kebudayaan DIY yang diharapkan bisa diteruskan, ditindaklanjuti, dan dilaksanakan di dinas-dinas terkait baik di pusat maupun daerah.

Pentas sastra dari Sanggar Triwida Jawa Timur dalamTemu Sastra Jawa 2014, difoto: 26 September 2014, foto: a.sartono
Pentas sastra dari Sanggar Triwida Jawa Timur 
dalam Temu Sastra Jawa 2014

Kehidupan sastra Jawa untuk saat ini bisa dikatakan kurang menggembirakan. Banyak penerbit tidak lagi mau menerbitkan karya sastra Jawa. Banyak majalah berbahasa Jawa gulung tikar. Keluarga muda Jawa banyak yang tidak lagi menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan kesehariannya. Rasa pesimistis terhadap kelangsungan hidup sastra Jawa tidak urung menghinggapi banyak orang yang punya perhatian terhadap sastra Jawa.

Temu Sastra Jawa 2014 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai tanggal 25-27 September 2014 menjadi salah satu upaya untuk menjawab masalah tersebut. Temu sastra Jawa yang dihadiri sastrawan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY ini tak urung menjadi ajang untuk saling melontarkan gagasan demi keberlangsungan hidup sastra Jawa kini, kelak, dan nun jauh di masa depan. Tidak aneh juga jika tema besar yang diusung dalam Temu Sastra Jawa 2014 yang dilangsungkan di Hotel Brongto, Jl Suryodiningratan No. 26 Yogyakarta ini adalah Sastra Jawa Sastra Dunia.

Adi Setyoko (moderator) dan Titah Rahayu (narasumber) dalam dalamTemu Sastra Jawa 2014, difoto: 26 September 2014, foto: a.sartono
Adi Setyoko (moderator) dan Titah Rahayu (narasumber) 
dalam Temu Sastra Jawa 2014

Ada pun makalah yang disampaikan dalam acara tersebut di antaranya berjudul Kebijakan Pemerintah dalam Pelestarian Bahasa dan Sastra Jawaoleh GBPH Yudaningrat, Koh Hwat dengan makalah Semangat Sastra Jawa, Ajip Rosidi dengan makalah berjudul Perkembangan Sastra di DIY, Drs. Ahmad Nugroho, S.U. dengan makalah Sastra Jawa sebagai Warga Sastra Dunia, Drs. Pardi Suratno, M.Hum. dengan makalah Ngudarasa Babagan Sastra Jawa ing Jawa Tengah, Kushartati dengan makalah Basa Jawi ing Jakarta, Prof. Dr. Setyo Yuwono dengan makalah Memetri Kasusastran Jawi Pesisiran, Sunarko Sodrun Budiman dengan makalah Sanggar lan Pangrembakaning Sastra Jawa ing Jaman Global, Titah Rahayu dengan makalah Urun-Udhunipun Media Massa Tumrap Perkembangan Sastra Jawi, dan Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum. dengan makalah Rembulan Iku.

Pentas sastra pimpinan Bambang Nursinggih dari Yogyakarta dalamTemu Sastra Jawa 2014, difoto: 26 September 2014
Pentas sastra pimpinan Bambang Nursinggih dari 
Yogyakarta dalam Temu Sastra Jawa 2014

Temu Sastra Jawa Sastra Dunia ini pada akhirnya menghasilkan 18 rumusan yang diusulkan kepada Dinas Kebudayaan DIY yang diharapkan bisa diteruskan, ditindaklanjuti, dan dilaksanakan di dinas-dinas terkait baik di pusat maupun daerah. Ada pun perumus dari 18 rumusan tersebut diketuai oleh Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum., sekretaris Tatik Kalingga. Sedangkan anggotanya yaitu Drs. Sukisno, M.Hum., Dwianto Budi Utomo, S.S., Afendy Widayat, M.Phil., Drs. Christiana Dwi Wardana, M.Hum., Drs. Edi Setyanto, M.Hum., Adhi Satyoko S.S., MA., Eko Santosa, S.Pd., M. Hum., dan Suwandi, S.S.

Beberapa tokoh sastrawan Jawa berfoto bersama dalamTemu Sastra Jawa 2014, difoto: 26 September 2014
Beberapa tokoh sastrawan Jawa berfoto bersama 
dalam Temu Sastra Jawa 2014

Delapan belas rumusan atau keputusan itu di antaranya sebagai berikut.

  1. Membuat karya sastra militan, beda, aneh, dekonstruktif, “merusak”, jungkir balik, tidak sembarangan. Karya sastra Jawa yang pilih tanding atau sastra AJI (anteb/berat, jero/dalam, isi/berbobot) yang kualitasnya terpercaya.

  2. Membuat karya berkaliber dunia, yang dapat menjadi penuntun/petunjuk kepada kemanusiaan, sastra agung, masterpiece, sastra Jawa kelas kakap bukan kelas teri, sastra Jawa kelas kelapa bukan kelas bawang.

  3. Disarankan untuk sastra pedalangan yang terdapat di dalam benteng (kraton) dikembalikan kepada pakemnya atau berpedoman pada apa yang disebut pakem, sementara yang berada di luar benteng perlu membuat carangan-carangan (pembaruan), cengkok atau gaya pedalangan yang menjual, dan kalau bisa dibuat pedalangan yang aneh-aneh.

Naskah dan foto: ASartono

Berita budaya

Latest News

  • 09-10-14

    Wayang Jurnalis, Luc

    Wayang Jurnalis berhasil membuat riuh dan tak henti membuat penonton tertawa. Ini kali pertama jurnalis berperan sebagai wayang orang, dan dinyatakan... more »
  • 09-10-14

    Prof Dr Suratman Wor

    Acara Musda Barahmus digelar setiap 4 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus Barahmus kepada museum-museum di DIY yang menjadi... more »
  • 08-10-14

    Pembuatan Keris

    Di dalam buku ini secara singkat dipaparkan nama-nama bagian keris (ricikan), peralatan yang dipakai, bahan-bahan yang digunakan dan cara-cara... more »
  • 08-10-14

    Mencitakan Sastra Ja

    Temu Sastra Jawa Sastra Dunia ini pada akhirnya menghasilkan 18 rumusan yang diusulkan kepada Dinas Kebudayaan DIY yang diharapkan bisa diteruskan,... more »
  • 07-10-14

    Pameran Wacinwa di J

    Teknis pertunjukan wayang kulit Cina-Jawa sama dengan pergelaram wayang kulit purwa. Hanya saja, busana dalang dan para pengrawitnya menggunakan... more »
  • 07-10-14

    Genthong, Tempat Air

    Salah satu alat dapur tradisional pada masyarakat Jawa yang saat ini sudah termasuk langka adalah genthong, terutama yang terbuat dari tanah liat.... more »
  • 07-10-14

    Kompleks Makam Raja

    Kompleks makam raja, Masjid Gede Kotagede, Sendang Saliran, dan lain-lain ini mencakup lahan seluas sekitar 5,5 hektar. Masjid Gede Kotagede yang... more »
  • 06-10-14

    Gedenkschrift

    Buku ini berisi tentang Keberadaan atau kegiatan Departemen Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan selama 25 tahun (1905 – 1930), di zaman... more »
  • 06-10-14

    Mobil Mainan Kesukaa

    Kini mobil-mobilan milik Sultan Hamengku Buwana IX kecil itu disimpan di dalam Museum Sultan Hamengku Buwana IX di dalam kompleks Keraton Kasultanan... more »
  • 06-10-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Tembung ngadeg dipun ginakaken kangge basa ngoko. Semanten ugi kangge mbasakaken dhiri pribadi ugi ngangge ngadeg, boten kepareng ngangge... more »