Kompleks Makam Raja di Kotagede (1): Masjid Gede, Makam dan Sendang Seliran

Author:editorTembi / Date:07-10-2014 / Kompleks makam raja, Masjid Gede Kotagede, Sendang Saliran, dan lain-lain ini mencakup lahan seluas sekitar 5,5 hektar. Masjid Gede Kotagede yang sekarang sebenarnya merupakan bangunan yang terus berkembang, setidaknya hal itu terjadi dalam tiga tahapan utama.

Serambi Masjid Gede Kotagede, difoto: 26 Agustus 2014, foto: a.sartono
Serambi Masjid Gede Kotagede

Membicarakan peninggalan di Kotagede tentu tidak bisa meninggalkan Makam Kotagede, Masjid Gede, dan Sendang Seliran yang semuanya berada dalam satu kompleks dan merupakan satu kesatuan. Kompleks ini berada di wilayah Dusun Sayangan, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini berada di sisi selatan-barat daya Pasar Kotagede pada jarak sekitar 250 meter.

Makam pendiri awal dan leluhur Kerajaan Mataram ini dibangun pada awal abad ke-16 seiring dengan pembangunan Keraton Mataram Kotagede. Di sini dimakamkan antara lain Ki Ageng Pamanahan, Panembahan Senopati, Nyi Hageng Nis, Penembahan Jayaprana, Ki Datuk Palembang (Sultan Pajang), Ki Jurumertani, Kanjeng Sinuhun Hanyakrawati, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Tinumpuk, Kanjeng Ratu Kencana, Sultan Hamengku Buwono I dan II, KGPAA I-IV, Ki Ageng Mangir Wanabaya dan beberapa keturunan serta kerabat raja Mataram lainnya.

Ruang utama Masjid Gede Kotagede, difoto: 26 Agustus 2014, foto: a.sartono
Ruang utama Masjid Gede Kotagede

Kompleks makam raja, Masjid Gede Kotagede, Sendang Saliran, dan lain-lain ini mencakup lahan seluas sekitar 5,5 hektar. Masjid Gede Kotagede yang sekarang sebenarnya merupakan bangunan yang terus berkembang, setidaknya hal itu terjadi dalam tiga tahapan utama. Pada awalnya Masjid Gede Kotagede merupakan sebuah surau. Surau tersebut terletak di sisi selatan Masjid Gede Kotagede yang sekarang. Surau tersebut dibangun pada tahun 1587 Masehi. Pada zaman Panembahan Senopati (1586-1601) surau tersebut diperluas dan jadilah masjid, yang kemudian diperindah oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645).

Tahun 1926 masjid tersebut dikelola oleh Muhammadiyah. Pada tahun itu pula serambi masjid dibangun guna menampung umat yang lebih banyak. Ini disebutkan sebagai renovasi terakhir sebelum kemerdekaan 1945. Setelah 1945 renovasi pun dilaksanakan sebanyak tiga kali. Renovasi itu meliputi penggantian genteng sirap menjadi genteng tanah liat yang disebut genteng kodok. Selanjutnya pada tahun 2002 dilakukan penggantian genteng kodok dengan genteng metal. Renovasi relatif besar kemudian dilakukan kembali pada tahun 2006 pasca terjadinya gempa besar di Yogyakarta, 27 Mei 2006.


Kerangka atap ruang utama Masjid Gede Kotagede, 
difoto: 26 Agustus 2014, foto: a.sartono

Mimbar yang terbuat dari kayu berukir mewah yang terdapat di dalam Masjid Gede Kotagede merupakan mimbar persembahan dari Kesultanan Palembang, yakni dari Sultan Bahaudin I. Sumbangan itu diberikan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Selain mimbar di dalam masjid ini juga terdapat maksurah yang diletakkan di sisi kanan dari pengimaman atau mihrab.

Batu bata lama dari tembok Masjid Gede Kotagede, difoto: 26 Agustus 2014, foto: a.sartono
Batu bata lama tembok Masjid Gede Kotagede

Bedug kuno dan kentongan kuno juga ada di dalam kompleks masjid. Kedua benda untuk kelengkapan masjid itu diletakkan di serambi masjid sisi kanan. Menurut sumber setempat kentongan pertama kali digunakan ketika Masjid Gede Kotagede masih berupa mushala atau langgar di masa awal Kerajaan Mataram Kotagede berdiri.

A.Sartono

Ensiklopedi Situs

Latest News

  • 26-12-14

    Voice of Asmat, Perp

    Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more »
  • 26-12-14

    Puntadewa Masuk Nera

    Puntadewa tersentak hatinya. Ia tidak dapat membayangkan betapa sakit dan sengsara keempat adiknya. Tanpa berpikir panjang, Puntadewa bergegas... more »
  • 24-12-14

    Rumah Kebangsaan. Da

    KRT Jayadipura adalah salah satu tokoh gerakan kebangsaan. Karena itu, tidak heran apabila dalem Jayadipuran sering dipakai untuk pertemuan atau... more »
  • 24-12-14

    Cuplikan dari Festiv

    Kirab atau pawai ini merupakan awal atau pembukaan Festival Seni Budaya Klasik yang diselenggarakan oleh Pura Paku Alaman pada tanggal 17-20 Desember... more »
  • 23-12-14

    Gladhen Tembang Maca

    Pada Gladhen 22 ini tembang yang dipakai untuk belajar adalah tembang Asmarandana yang dilagukan dengan notasi Slobok. Sedangkan teks tembang,... more »
  • 23-12-14

    Pembacaan Puisi untu

    Jalan menuju Desa Kedunggubah sedikit terjal, dan terasa agak terpencil, jauh dari pusat kota. Jalann menuju desa bukan hanya berlubang, tetapi juga... more »
  • 23-12-14

    Pameran Tunggal Visu

    Bulan Desember 2014 ini Ong ditantang untuk berpameran tunggal oleh Bentara Budaya Yogyakarta, yang sempat membuat dirinya ragu-ragu, antara meng-iya... more »
  • 22-12-14

    Ini Buku Akutansi Za

    Perpustakaan Tembi, yang terbuka untuk umum, menyimpan buku kuno ini yang berisi tentang pengantar ilmu dagang. Istilah sekarang akuntansi. Buku... more »
  • 22-12-14

    “Kecubung Pengasihan

    Perkumpulan Seni Nusantara Baca (PSBN) menggarap cerpen karya Danarto itu menjadi sebuah pertujukan, yang memadukan antara musik, alunan dan... more »
  • 22-12-14

    Tangis Gandrik dalam

    Lakon Tangis yang merupakan naskah karya almarhum Heru Kesawa Murti yang berjudul Tangis, memang menyuguhkan kritik sosial tentang pusaran tipu-tipu... more »