Catatan dari Seminar Teater Yogyakarta

Author:editorTembi / Date:11-10-2014 / Radhar Panca Dahana secara ekstrem menyatakan bahwa ideologi dan ide telah mati. Kita hanya bisa dan telah terlalu biasa meminjam ide dan ideologi serta metode dari orang lain. Ide dan ideologi orisinal untuk kemaslahatan orang banyak (dunia) telah hilang.

Ibed Surgana Yuga, Shinta Febriany, Gunawan Maryanto, dan Nanang Arizona dalam Seminar Teater Sehari, difoto: Selasa, 7 Oktober 2014, foto: a.sartono
Ibed Surgana Yuga, Shinta Febriany, Gunawan Maryanto, dan Nanang Arizona 
dalam Seminar Teater Sehari

Terus menghidupkan dan menghidupi kehidupan dunia teater di Yogyakarta dipandang sangat perlu. Teater merupakan elemen bagi perkembangan dan pembentukan peradaban bangsa. Untuk itu Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta bekerjasama dengan Paguyuban Teater Yogyakarta di samping melakukan serangkaian pementasan pertunjukan teater juga melaksanakan diskusi atau seminar, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 7 Oktober 2014 di Hotel Brongto, Jl Suryadiningratan 26 Yogyakarta.

Seminar dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama mengetengahkan tema Refleksi Diri dan Sumber Penciptaan Teater dengan pembicara Ibed Surgana Yuga (Kalanari Teater Movement, Yogyakarta), Shinta Frebriany (Kala Teater, Makassar), dan Gunawan Maryanto (Teater Garasi, Yogyakarta). Sesi pertama ini dimoderatori oleh Nanang Arizona (Yogyakarta).

Sementara untuk sesi kedua diketengahkan tema Orientasi Nilai Penciptaan Teater dengan pembicara Radhar Panca Dahana (Jakarta), Lono Simatupang (Yogyakarta), dan Halim HD (Surakarta). Bertindak sebagai moderator pada sesi dua adalah Indra Tranggono (Yogyakarta). Sedangkan untuk sesi penutup yang berupa Amatan dan Orientasi dilakukan oleh Kusen Alipah Hadi dan Ikun Sri Kuncoro.

Radhar Panca Dahana, Lono Simatupang, Halim HD, dan Indra Tranggono dalam Seminar Teater Sehari, difoto: Selasa, 7 Oktober 2014, foto: a.sartono
Radhar Panca Dahana, Lono Simatupang, Halim HD, dan Indra Tranggono 
dalam Seminar Teater Sehari

Untuk Teater Garasi, model penciptaan yang dilakukan mungkin bisa disebut dengan penciptaan bersama sehingga penciptaan tidak didominasi oleh oleh kreativitas orang tertentu. Sementara untuk Teater Kala, tekanan penciptaannya berbasis pada pengalaman atas realitas yang kemudian dicermati dan dipelajari. Bagaimana kaitannya dengan masyarakat, pribadi, dan dunia. Sedangkan Kalanari Teater Movement lebih menekankan teater sebagai gerakan budaya. Menurut Ibed Surgana Yuga dalam Teater Kalanari, urusan teater bukan hanya urusan artistik. Namun pertunjukan teater adalah alat atau salah satu cara bagi gerakan kebudayaan.

Halid HD dalam sesi kedua mengetengahkan bahwa teater telah kehilangan sandiwara. Teater menjadi tidak hidup dan tidak menghidupi lagi ruang-ruang imajinatif yang bisa dimasuki penonton. Teater kehilangan kosmologinya. Orientasi teater sekarang lebih pada jumlah pentas bukan pendalaman materi.

Radhar Panca Dahana secara ekstrem menyatakan bahwa ideologi dan ide telah mati. Kita hanya bisa dan telah terlalu biasa meminjam ide dan ideologi serta metode dari orang lain. Ide dan ideologi orisinal untuk kemaslahatan orang banyak (dunia) telah hilang. Seni modern Indonesia (termasuk teater) teralienasi dari publik. Seni demikian yang dikemukakan hanya pencitraan visual belaka. Signifikansi nilai dan moralitasnya nol. Kita ini hedonis dan pemalas. Kita biasa terima jadi dalam segala sehingga otak dan hati kita pun mudah didikte orang/bangsa lain.

Suasana Seminar Teater Sehari oleh Paguyuban Teater Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY, difoto: Selasa, 7 Oktober 2014, foto: a.sartono
Suasana Seminar Teater Sehari oleh Paguyuban Teater Yogyakarta 
bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY

Lono Simatupang lebih menekankan bahwa kita harus selalu mau belajar dari orang lain. Berilmu tidak sekadar hafal teori dan menerapkannya. Ilmu itu perkara laku. Teater dan ritual itu punya kemiripan. Hal ini berkaitan dengan mempertanyakan diri sendiri. Teater menjadi sarana berkaca diri. Pergelaran teater merupakn peristiwa bagaimana kita sebagai warga budaya mendefinisikan diri sendiri. Bagaimana memeprtanyakan hal-hal yang diyakini serta mendramatisasinya yang akhirnya alternatif-alternatif untuk mengubah diri. Seni adalah ruang penelitian dan pengembangan.

Naskah dan foto: A. Sartono

Berita budaya

Latest News

  • 11-10-14

    Catatan dari Seminar

    Radhar Panca Dahana secara ekstrem menyatakan bahwa ideologi dan ide telah mati. Kita hanya bisa dan telah terlalu biasa meminjam ide dan ideologi... more »
  • 11-10-14

    Macapatan Rabu Pon k

    Ki Wandiyo dapat dikatakan sebagai ‘pujangga lokal’. Dari tangan, budi dan pikirannya telah tercipta 37 corak tembang baru. Dhandhanggula Sriyatnasih... more »
  • 11-10-14

    Orang Senin Kliwon T

    Orang Senin Kliwon punya jumlah weton 4 + 8 = 12. Ia punya watak tidak bisa menerima keadaan atau takdir, banyak yang ingin diraih, kurang... more »
  • 10-10-14

    Malam ini di Tembi R

    Launching antologi puisi 2 kota akan mengisi Sastra Bulan Purnama ke-37, masing-masing berjudul ‘Sang’ karya Wicahyanti Rejeki, penyair dari Magelang... more »
  • 10-10-14

    Denmas Bekel 10 Okto

    more »
  • 09-10-14

    Wayang Jurnalis, Luc

    Wayang Jurnalis berhasil membuat riuh dan tak henti membuat penonton tertawa. Ini kali pertama jurnalis berperan sebagai wayang orang, dan dinyatakan... more »
  • 09-10-14

    Prof Dr Suratman Wor

    Acara Musda Barahmus digelar setiap 4 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus Barahmus kepada museum-museum di DIY yang menjadi... more »
  • 08-10-14

    Pembuatan Keris

    Di dalam buku ini secara singkat dipaparkan nama-nama bagian keris (ricikan), peralatan yang dipakai, bahan-bahan yang digunakan dan cara-cara... more »
  • 08-10-14

    Mencitakan Sastra Ja

    Temu Sastra Jawa Sastra Dunia ini pada akhirnya menghasilkan 18 rumusan yang diusulkan kepada Dinas Kebudayaan DIY yang diharapkan bisa diteruskan,... more »
  • 07-10-14

    Pameran Wacinwa di J

    Teknis pertunjukan wayang kulit Cina-Jawa sama dengan pergelaram wayang kulit purwa. Hanya saja, busana dalang dan para pengrawitnya menggunakan... more »