Macapatan Rabu Pon ke-131: Ki Wandiyo Mengingatkan Kasih Kepada Sesama

Author:editorTembi / Date:11-10-2014 / Ki Wandiyo dapat dikatakan sebagai ‘pujangga lokal’. Dari tangan, budi dan pikirannya telah tercipta 37 corak tembang baru. Dhandhanggula Sriyatnasih merupakan karya ke-37. Ki Wandiyo telah membuktikan bahwa rangkaian nada-nada yang direkanya dapat memberi rasa kasih tepa slira, andap asor dalam pergaulannya kepada sesama.

Macapatan putaran ke-131, 30 September 2014, foto: Herjaka HS
Ki Wandiyo (tengah) menebar kasih lewat Dhandhanggula Sriyatnasih

Macapatan malam Rabu Pon di  Tembi Rumah Budaya Selasa malam 30 September 2014 telah memasuki putaran ke-131. Selama kurun waktu 14 tahun macapatan dari Serat Centhini ini dengan sendirinya telah membentuk semacam wadah bagi para pecinta macapat di wilayah Bantul khususnya dan Yogyakarta pada umumnya. Bagi mereka macapatan malam Rabu Pon ini telah dijadikan agenda rutin pada setiap selapan (35 hari). Selain nembang macapat, acara ini juga diselingi dengan karawitan gending-gending Jawa, yang memberi kesempatan bagi para pecinta macapat untuk belajar nembang dengan diiringi gamelan. Malam itu group karawitan Timbul Budaya pimpinan Bapak Sudiyanto mendapat giliran untuk menyemarakan suasana.

Macapatan putaran ke-131, 30 September 2014, foto: Herjaka HS
Jumiyati, pesinden Timbul Budaya

Ki Wandiyo, tokoh macapatan dari desa Puluhan Bantul yang berjarak kurang lebih 15 Km dari  Tembi Rumah Budaya, selalu menyempatkan diri hadir pada macapatan ini. Namun, ada kalanya ia berhalangan. “Nyuwun pangapunten, Rebon Pon kala wingi kula mboten saged sowan ngriki, amargi kajibah ngisi siaran macapatan wonten Bantul Radio” (mohon maaf, pada Rabu Pon kemarin saya tidak dapat datang, karena bertugas mengisi siaran macapat di Bantul Radio),” begitu pesannya. Maklumlah karena kesibukannya, ia tidak dapat selalu hadir. Selain mengisi siaran belajar macapat di Bantul Radio, ia juga mendampingi serta mengajari enam kelompok macapat agar dapat nembang dangan benar dan baik.

Macapatan putaran ke-131, 30 September 2014, foto: Herjaka HS
Bapak Tugino selalu hadir setiap macapatan

Kehadiran Ki Wandiyo pada acara macapatan di daerah Bantul khususnya, selalu memberikan kawruh positif bagi keberadaan seni macapatan itu sendiri, tidak terkecuali kehadirannya di  Tembi Rumah Budaya. Pada Rebo Ponan lalu Ki Wandiyo membawa oleh-oleh corak lagu baru tembang Dhandhanggula yang diberi nama Dhandhanggula Sriyatnasih. Ia mengenalkan tembang yang ia reka sehari sebelumnya kepada semua yang hadir dalam sebuah lembaran fotokopi untuk ditembangkan bersama-sama.

Ki Wandiyo yang adalah mantan kepala sekolah SD menjelaskan arti dari tembang tersebut dan mengajari cara melagukannya. Larik per larik, Ki Wandiyo melagukan titi larasnya (notasi) agar ditirukan bersama. Setelah dianggap cukup mengenal lagunya, Ki Wandiyo menembangkan cakepannya (syairnya) untuk kemudian ditembangkan bareng-bareng. Dalam penjelasannya Sriyatnasih terdiri dari kata sriyatna = pangenget-enget atau pepeling (mengingatkan) dan sih = asih, mengasihi. Sriyatnasih berarti mengingatkan untuk saling mengasihi kepada sesama ciptaan Tuhan.

Macapatan putaran ke-131, 30 September 2014, foto: Herjaka HS
Suasana macapatan putaran ke-131 di pendapa Tembi

Kurang lebih 20 menit Ki Wandiyo telah menambah satu lagi corak lagu tembang dhandhanggula. Sebagian besar dari para pecinta macapat yang datang telah dapat menembangkan Dhandhanggula Sriyatnasih seperti tertulis di bawah ini:

Terjemahan:

  1. Sebaiknya orang hidup itu dapat menjalankan tiga hal yang mendasar, yang pertama berbakti kepada Tuhan, yang kedua berperilaku utama di masyarakat, yang ketiga menjalani pekerjaannya untuk memohon rezeki sebagai laku darma.

  2. Hidup itu tidak hanya mencoba, melainkan berusaha dengan penuh kewaspadaan dalam semua bidang pekerjaan, sehingga berdayaguna pada keutamaan hidupnya, pantas sebagai teladan dan bermanfaat bagi orang lain.

Ki Wandiyo yang lahir pada 1 April 2014 dapat dikatakan sebagai ‘pujangga lokal’. Dari tangan, budi dan pikirannya telah ‘tercipta’ 37 corak tembang baru. Dhandhanggula Sriyatnasih merupakan karya ke-37. Tidak hanya berhenti di tembang. Ki Wandiyo telah membuktikan bahwa rangkaian nada-nada yang direkanya dapat memberi rasa kasih tepa slira, andap asor dalam pergaulannya kepada sesama.

Naskah dan foto: Herjaka HS

Bale Karya Pertunjukan Seni

Latest News

  • 13-10-14

    Ketoprak Lesehan Men

    Ketoprak lesehan ini mengajak penonton membayangkan setiap adegan yang dimainkan, termasuk membayangkan wajah tokoh yang dimainkan. Tokoh Sudira,... more »
  • 13-10-14

    Sendratari Ramayana

    Sendratari Ramayana resmi muncul tahun 1961 untuk menamai suatu jenis pertunjukan baru di Prambanan. Sendratari (seni drama dan tari) adalah suatu... more »
  • 13-10-14

    Nasi Guncang dan Es

    Kehebatan Nasi Guncang bukan cuma pada nasinya, namun juga kelengkapan lauk dan sayurnya. Di sana diletakkan beberapa potong daging empal, tempe... more »
  • 11-10-14

    Catatan dari Seminar

    Radhar Panca Dahana secara ekstrem menyatakan bahwa ideologi dan ide telah mati. Kita hanya bisa dan telah terlalu biasa meminjam ide dan ideologi... more »
  • 11-10-14

    Macapatan Rabu Pon k

    Ki Wandiyo dapat dikatakan sebagai ‘pujangga lokal’. Dari tangan, budi dan pikirannya telah tercipta 37 corak tembang baru. Dhandhanggula Sriyatnasih... more »
  • 11-10-14

    Orang Senin Kliwon T

    Orang Senin Kliwon punya jumlah weton 4 + 8 = 12. Ia punya watak tidak bisa menerima keadaan atau takdir, banyak yang ingin diraih, kurang... more »
  • 10-10-14

    Malam ini di Tembi R

    Launching antologi puisi 2 kota akan mengisi Sastra Bulan Purnama ke-37, masing-masing berjudul ‘Sang’ karya Wicahyanti Rejeki, penyair dari Magelang... more »
  • 10-10-14

    Denmas Bekel 10 Okto

    more »
  • 09-10-14

    Wayang Jurnalis, Luc

    Wayang Jurnalis berhasil membuat riuh dan tak henti membuat penonton tertawa. Ini kali pertama jurnalis berperan sebagai wayang orang, dan dinyatakan... more »
  • 09-10-14

    Prof Dr Suratman Wor

    Acara Musda Barahmus digelar setiap 4 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus Barahmus kepada museum-museum di DIY yang menjadi... more »