Angkara Murka dalam Lakon Mustokaweni Maling

Author:editorTembi / Date:04-02-2015 / Jimat Kalimasada yang hilang, merupakan awal dari kisah pergelaran wayang orang ini. Peperangan sebagai reprsentasi dari rasa dendam seolah menemukan legalitasnya. Dendam antarindividu penguasa dan masing-masing saling mengerahkan pasukannya untuk saling berperang.

Mustokaweni yang mencuri Jimat Kalimasada dan menyebangkan peperangan terjadi, foto: Facebook Tegeoh
Mustakaweni

Pentas wayang orang yang sudah lama tak diselenggarakan di Yogya kembali digelar dengan lakon “Mustokaweni Maling’, Sabtu malam 31 Januari 2015 di Concert Hall Taman Budaya, Jalan Sriwedari 1, Yogyakarta. Pergelaran ini menyajikan kisah cinta, dendam, angkara murka dan peperangan.

Pertunjukan yang digelar oleh “Paguyuban Wayang Orang Panca Budaya” Daerah Istimewa Yogyakarta ini berkisah mengenai persoalan masa lalu, tetapi menyangkut problem masa kini. Kisah masa lalu yang diambil dari epos Mahabarata, menyajikan kisah persoalan kehidupan dan menyangkut perebutan kekuasaan.

Namun dalam kisah peperangan, cinta tak pernah hilang. Cinta selalu bersemi meskipun sedang saling berperang, seperti apa yang dialami Bambang Priyamboda dan Mustokoweni. Dalam perang tanding antara keduanya, akhirnya malah dihentikan oleh rasa cinta diantara keduanya, sehingga gejolak asmara jauh lebih kuat ketimbang api dendam.

Di balik gejolak asmara dua insan, Prabu Bumiloka tidak bisa menghilangkan api dendam yang membakarnya, sehingga ia mengerahkan pasukan untuk menyerang Pandawa. Maka, peperangan tak bisa dihindari bukan karena kesalahan tak bisa dimaafkan, melainkan rasa dendam yang telah membakar. Perang adalah representasi dari dendam yang mendominasi.

Adegan perang dalam pergelaran wayang orang di Taman Budaya Yogyakarta, foto: Facebook Tegoeh
Adegan perang

Laiknya dalam wayang orang, secara teknis tidak jauh berbeda seperti dalam pertunjukan ketoprak, khususnya dalam adegan peperangan, Teknis silat panggung yang dikemas menjadi tarian, seolah telah menjadi baku, sehingga kaki dan tangan tak bisa dilepaskan dari cara menghantam lawannya. Sebuah teknis yang khas selama ini selalu dan masih terus dipakai, menandakan pertunjukan tak ada inovasi dalam teknis peperangan.

Namun, ada yang menarik dari pertunjukan wayang orang ini, karena menggunakan perangkat multimedia untuk mewarnai setting pangggung, sehingga perubahan dari setiap adegan menjadi terasa hidup. Media digital telah ‘menghidupkan’ pertunjukan menjadi terasa menarik, meskipun sikap tradisional dari teknis pergelaran tak bisa hilang.

Kisah dari masa lalu yang disajikan, agaknya sengaja untuk membidik persoalan politik di negeri ini yang terus mendera bangsa. Konflik antarkelompok kekuasaan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, melainkan untuk kepentingan para penguasa kelompok itu sendiri.

Jimat Kalimasada yang hilang, merupakan awal dari kisah pergelaran wayang orang ini. Peperangan sebagai reprsentasi dari rasa dendam seolah menemukan legalitasnya. Dendam antarindividu penguasa dan masing-masing saling mengerahkan pasukannya untuk saling berperang.

Perang seolah telah menjadi pilihan dari jalan keluar. Meskipun akibat dari perang akan menelan banyak korban dari kedua belah pihak. Dalam kisah masa lalu, perang seperti telah menjadi takdir yang tak bisa dihindari, seperti perang antara Kurawa dan Pandawa.

Namun pengetahuan baru memberi pemahaman bahwa perang bukan sebagai sesuatu takdir, melainkan sengaja diciptatakan karena sekaligus bisa menguji senjata dari masing-masing pihak, dan pada pihak yang lain, ada yang menjual senjata pada pihak-pihak yang berperang. Jadi, jika dalam kisah zaman dulu perang tak bisa menghilangkan perasaan cinta. Pada zaman kini, perang tak bisa dilepaskan dari kepentingan ekonomi.

Suasana pergelaran wayang orang dengan lakon Mustakaweni Maling di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, foto: Facebook Tegoeh
Setting panggung dilengkapi dengan multidigital

Pergelaran wayang orang dengan lakon ‘Mustokaweni Maling’, agaknya memang sengaja memotret kondisi kehidupan bangsa kita, yang berdekatan dengan perilaku maling, kata lain dari korupsi. Pada lakon wayang orang ini, yang dicuri adalah pusaka, jimat Kalimasada, sesuatu yang penting untuk negera, dan karena itu pencurinya, adalah orang penting sehingga bisa memasuki ruang negara.

Dalam kisah sekarang, orang penting itu bisa bernama pejabat negara, pejabat publik dan sejenisnya, yang telah mengambil ‘harta negara’ sehingga perilakunya merugikan negara. Celakanya, ketika hendak ditangkap malah mengajak perang.

Jadi, wayang orang ini sedang berkisah mengenai kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Ons Untoro

Berita budaya

Latest News

  • 06-02-15

    Bakmi Jawa ‘Isih Mur

    Suasana di warung ini memang terasa akrab, baik antara pemilik dan pengunjung, maupun antarpengunjung. Mungkin karena warung ini berada di dalam... more »
  • 06-02-15

    Kursus MC Jawa ke-32

    Diadakannya kursus MC Basa Jawa ini adalah untuk mengaktualisasikan budaya warisan leluhur yang berhubungan dengan sopan santun dan tatakrama melalui... more »
  • 06-02-15

    Sarasehan Kebudayaan

    Sarasehan dihadiri para praktisi budaya di Bantul dari pelaku seni tradisi sampai seni modern, misalnya ada pengrawit, penari, pemain teater dan... more »
  • 06-02-15

    Tari Langendriyan Se

    Salah satu keunikan Langendriyan adalah karena pelaku atau penarinya harus bisa menari dalam posisi jongkok. Selain itu semua penari juga harus bisa... more »
  • 05-02-15

    Wayang Jurnalis Gela

    Lakon ini mengemas bela negara ala Petruk sebagai simbol wong cilik di sebuah negara. Nasionalisme tokoh jenaka Panakawan ini ditunjukkan dengan... more »
  • 05-02-15

    Becik Sethithik Cuku

    Pepatah ini mengajarkan nilai bahwa perihal cukup, puas, menerima, dan bersyukur atas segala sesuatu yang dimiliki jauh lebih utama dibandingkan... more »
  • 05-02-15

    SMA Internasional Sp

    Latihan menari tradisional ini baru pertama kali aku alami, sangat mengesankan. Juga menambah wawasan tentang teknik menari. Ternyata ada teknik-... more »
  • 04-02-15

    Angkara Murka dalam

    Jimat Kalimasada yang hilang, merupakan awal dari kisah pergelaran wayang orang ini. Peperangan sebagai reprsentasi dari rasa dendam seolah menemukan... more »
  • 04-02-15

    Nasi Kebuli nan Khas

    Bulan Februari 2015 ini Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya merilis satu menu baru, yakni Nasi Kebuli dan Es Asmaradana. Seperti diketahui... more »
  • 04-02-15

    Kumpulan Peraturan-p

    Buku ini sungguh langka. Isinya mengenai berbagai aturan atau undang-undang yang mengatur tanah kerajaan Bali di Lombok, yang letaknya terpisah dari... more »